"Lo kalo ngomong jangan keras-keras. Mana lo ngumpat ortu gue lagi," bisik Revisha saat suasana kantin mulai kembali seperti bbiasa

"Emosi gue," kesal Via lalu menyambar minumannya yang memang dingin namun tetap tak bisa mendinginkan otaknya saat melihat nama yang tertera disurat undangan tersebut bukan nama sahabatnya melainkan kakak dari sahabatnya yang ia pun tak pernah melihatnya selain dalam foto, tanpa perlu dijelaskan pun Via tau maksudnya. "Dan lo nerima gitu aja?"

Barulah sekarang gadis itu menundukan kepalanya, ia tak punya pilihan karena tuk membantah pun ia tau bahwa itu tak akan didengarkan.

"Ada apa ribut-ribut?"

Kedua gadis itu menoleh pada Aris yang baru saja datang dengan semangkuk mie ayam yang ia simpan di atas meja, hanya milik dirinya sendiri.

"Tanya aja sama gebetan lo," desis Via membuat Revisha menatapnya tak suka. Bukan apa-apa tapi Revisha hanya tak ingin membuat semuanya rumit meski ia tau bahwa Aris memang memiliki perasaan padanya.

"Kenapa, Rev?"

"Jangan bilang lo belum cerita apapun sama Aris?" tebak Via terdengar seperti pernyataan yang memang benar kala melihat raut wajah Aris yang bingung.

"Tentang apa?" tanya Aris kembali karena tuk pertama kalinya ia melihat sepasang sahabat itu terlihat tengah saling bersaing.

"Gue gak berniat cerita hal ini sama dia, Vi," balas Revisha menghiraukan Aris yang sudah dilanda keingintahuan hingga tatapannya beralih pada sebuah benda di atas meja. Segera pemuda itu mengambilnya tanpa disadari oleh Revisha, namun hal itu tentu dilihat oleh Via yang memang enggan menatap sahabatnya.

"Shofia Adeline?"

Mendengar nama kakaknya disebutkan membuat Revisha tersadar dan segera mengambil undangan itu dari tangan Aris secara paksa.

"Itu nama Kakak lo, kan?" tanya pemuda itu memastikan karena ia sudah mendengar cerita tentang kakak Revisha satu tahun yang lalu.

"Iya, dan sebenernya dia yang mau nikah tapi malah nama orang lain yang ditulis," desis Via masih enggan menatap Revisha.

Aris menatap Revisha yang sekarang tengah mengaduk minumannya tanpa minat. Harapannya untuk membuat gadis yang ia cintai mencintainya juga sudah pupus, meski begitu ia tetap menyayangi gadis tersebut tak peduli perasaannya terbalaskan atau tidak.

-o0o-

"Mentang-mentang udah kelas dua belas, gak ada satupun guru yang izin atau apapun gitu. Pasti masuk terus, sekalinya izin dan gak masuk pasti ngasih tugas," gerutu Denis sambil menyimpan ponsel di atas bangkunya dengan kesal. Waktu istirahat ini mereka gunakan hanya berdiam diri di kelas, katanya bosan mendatangi kantin yang tak berubah selama mereka belajar di sekolah tersebut.

"Lea kemana?" tanya Alfariel tiba-tiba kala menyadari gadis yang biasanya ikut bersama mereka tak ada di tempatnya.

Fajar yang tengah bermain game menoleh pada sahabatnya, entah sudah berapa kali ia memperhatikan Alfariel yang terlihat tertarik pada gadis itu.

"Ada apa?" tanya Denis melihat tatapan Fajar menatap Alfariel yang baginya aneh.

Kedua temannya menatap Denis bingung karena tak menyadari pertanyaannya itu dilontarkan untuk siapa. Denis mendengus kemudian tangannya melambai kala melihat Lea masuk ke dalam kelas sambil tersenyum ke arahnya.

"Dari mana lo? Tuh, si Fariel nyariin," celetuknya kala Lea duduk di samping Fajar.

Lea menatap Alfariel dengan sebelah alis terangkat. "Ada apa, Riel?"

"Kangen katanya."

Lagi-lagi Denis yang angkat bicara yang langsung mendapatkan lemparan kertas dari Alfariel.

Lea hanya terkekeh mendengar jawaban Denis, ia tau temannya itu hanya bercanda tapi tak bisa ia pungkiri bahwa itu membuat hatinya bahagia.

"Shofia mau dikemanain, woy!" sindir Fajar membuat Lea langsung menatapnya dengan bingung.

"Shofia?"gumam Lea memikirkan sesuatu yang ia pun tak tau apa.

"Tapi, calon istrinya Revisha," sahut Denis dengan santai melupakan Lea yang masih tak mengetahui apapun tentang Alfariel dan Revisha.

"Calon istri siapa?" tanya Lea penasaran, ia sebenarnya paham namun ia hanya ingin memastikan kalau pemikirannya itu salah. Tidak mungkin seorang Alfariel memiliki calon istri, kan? Pikirnya.

"Bacot lo!" sentak Alfariel kesal yang ditujukan pada Denis kemudian ke luar kelas. Entah kenapa ia tak bisa berbicara terus terang pada Lea, bukan ia tak percaya pada gadis itu tapi ada sesuatu yang menahan dirinya untuk tak menceritakan tentang Revisha pada Lea.

Lea menatap kepergian Alfariel dengan perasaan campur aduk, apa benar pemuda itu memiliki calon istri? Tapi, kenapa disembunyikan darinya? Ia memang baru dalam kehidupan Alfariel tapi ia yakin bahwa Alfariel sudah terbuka padanya mengingat pemuda itu sering bercerita, kecuali tentang Shofia dan Revisha yang katanya calon istrinya. Mendengar dua nama itu membuat perasaannya tak tenang entah karena apa, yang pasti ia ingin tau siapa kedua perempuan itu dalam hidup Alfariel.

-o0o-
.
.
.
.
.
.

-Hana Arsy.

Anything for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang