24. HUJAN MENJELANG MALAM

Mulai dari awal
                                    

"Maaf Alva" Bunda sebenarnya kasihan melihat Alvandra yang kembali kehujanan. Cowok itu pasti menahan dinginnya angin malam, meski hujan sudah sedikit mereda tetapi jika Alvandra terus berada di luar, tetap saja akan membasahi tubuh cowok itu.

Menjelang malam tadi, Kiara pulang dengan basah kuyup dan memohon padanya untuk tak memberi Alvandra pintu bahkan jika Alvandra memohon sekalipun.

"Astaghfirullah Kia, Grab kan banyak kenapa harus hujan-hujanan sih" Kiara hanya terkekeh pelan mendengar omelan Bundanya.

"Pengen Bunda, kan sudah lama enggak main hujan" Kiara mengeratkan pelukan pada dirinya sendiri ketika dingin menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Ya sudah keringin badan nanti Bunda bawa susu anget-"

"Enggak Bun, Kiara mau langsung istirahat" kepalanya terasa amat pusing dan badan serta hatinya juga lelah.

"Kia!"

"Bunda mahh, sudah ah kedinginan nih. Oh iya kalau Alva kesini enggak usah suruh masuk ya Bun"

"Kenapa?" pasalnya tak biasanya putrinya meminta hal aneh seperti ini.

"Em itu anu ah- enggak apa-apa Bun, Kia cape jadi nanti saja ketemu Alvanya"

"Bener? enggak lagi berantem kan?"

"Iya Bunda suer deh. Sudah ah intinya ingat jangan kasih Alva masuk" dengan cepat Kiara melenggang meninggalkan ruang tamu meski Bundanya itu masih terus berteriak.

Tok! Tok!

"Kia"

"Hm" deheman keras di dalam kamar kembali membuat Bunda melanjutkan ucapannya.

"Tadi Alva ke sini, kasihan Alva pasti kedinginan. Apa Kia masih belum mau bertemu Alva? Kia masih mau istirahat?" Kiara memburu oksigen dengan tergesa-gesa kala sakit lagi-lagi menyapa hatinya.

"Ng-nggak apa Bunda, Alva baik-baik saja dan Kia masih ngantuk" Bunda menghembuskan nafanya pelan dan izin mengundurkan diri.

Kiara kembali meloloskan air matanya. Hatinya sakit meski tak ayal khawatir mulai menjalari dirinya. Dengan menggigil pelan dirinya terisak dalam redaman bantal. Untuk saat ini, Kiara tak mau menemui Alvandra, melihat Alvandra akan menghantarkan sakit yang teramat pada uluh hatinya.

Ponselnya lagi-lagi berdering dengan nama Alvandra yang terpampang di sana. Entah sudah keberapa kalinya. Sedari tadi Alvandra tak henti-hentinya menghubungi dirinya membuat Kiara tak tega. Apa Alvandra sekhawatir itu padanya? tapi bagaimana dengan Nessa?

Tak mau menunggu lama, Kiara dengan cepat menarik tombol hijau pada layar ponselnya.

"Ara? are you oke? Ara di mana? Maaf"

Kiara sedikit menarik sudut bibirnya mendengar nada khawatir yang kental pada suara Alvandra.

Menormalkan kembali suaranya sebelum dirinya bersuara.

"Di rumah, datanglah ke sini"

"Tapi-"

Tut!

Kiara mematikan panggilan dengan sepihak. Di seberang sana Alvandra dengan cepat kembali mengendarai motornya menuju rumah Kiara.

Sesampainya di sini Alvandra tersenyum singkat kala melihat Kiara yang duduk manis pada kursi depan rumah kekasihnya itu, tetapi senyumnya luntur kala pandangannya jatuh pada selimut tebal yang membungkus tubuh Kiara dan bibir pucat Kiara.

"Hey, seharusnya enggak usah keluar, di luar dingin sayang" sekejap Kiara memejamkan matanya menikmati momen kebiasaan Alvandra yang mengusap puncak kepalanya.

ALVANDRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang