Syifa menggeleng, lalu tersenyum.

Karena tanggung jawabnya tersisa mengantar Syifa pulang, jadi Federick berusaha secepat mungkin mengembalikan perempuan itu ke rumahnya. Tidak ada percakapan lagi karena ia tak ingin mengganggu lagi.

Sementara Syifa, ia tak terlalu memikirkan kegiatannya malam itu bersama Federick karena ia pikir itu hanyalah rasa berbalas budi darinya.

Ia meraba-raba ponselnya yang ada di tas kecil. Dan sekarang ia bingung, bagaimana jika Rizky bertanya ke mana pergi dirinya sedari sore? Apalagi Syifa lupa menitipkan pesan ke Sani saat pulang kerja tadi karena Federick begitu memaksa untuk pulang bersama.

Syifa juga menyesali, kenapa ia begitu sulit memberi kabar ke Rizky? Apa dari dalam dirinya, ia merasakan sesuatu yang ganjal? Sesuatu yang meminta Syifa untuk menyembunyikan malam itu dari Rizky, agar keduanya tetap bersama. Namun, bersama apa yang dimaksud? Apa Syifa dan Rizky memiliki hubungan khusus? Tentu tidak, kan. Lalu, kenapa?










Seporsi nasi goreng sudah kinclong pertanda si pemakan memang kelaparan. Rizky, tak bisa dipungkiri kecemasannya membuat laki-laki itu melupakan kebutuhan pokoknya.

Hari itu juga ia mengambil izin untuk keluar bersama Dasya, menggunakan waktu kerjanya. Tapi tak masalah bagi Carlos, mengingat Rizky cukup rajin dan suasana restoran pun tak begitu ramai sore itu.

"Ky, makasih ya.. seenggaknya gue bisa kontek lo sebagai teman."

Rizky mengangguk. "Yaudah, lo... Mau gue antar pulang?"

Dasya menggeleng. "Barusan gue pesen ojek online, thanks tawarannya."

Kalimat itu benar-benar membuat Rizky tenang. Dasya sungguh menepati janjinya.








Di pagi hari, Syifa keluar untuk bekerja. Selepas mengunci pintu, ia berjalan menuju halte bus yang ada di depan. Seperti yang sudah diperhitungkan, Syifa harus menjaraki waktu minimal satu jam sebelum jam operasional dimulai, karena ia menaiki bus umum yang bisa dihambat siapa aja perjalanannya.

Namun baru juga selesai memijaki anak tangga untuk menyambut aspal, terdengar suara motor yang dengan cepat mendekatinya. Otomatis Syifa menepi ke kanan.

"Naik."

Syifa menelan salivanya, Rizky.

"Ayo naik."

Rizky dengan jaket hitam, mengendarai motor dengan diam. Pagi itu terasa amat dingin bagi Syifa, entah memang iya atau hanya tubuhnya saja.

Belum sampai di tempat kerja, Rizky melipir masuk ke dalam taman. Setelah memarkir, ia berjalan sendirian ke sebuah tempat. Syifa bingung, kenapa ia ditinggal?

Dan setelah Syifa mengingat di mana dia, dengan cepat ia menyusul Rizky yang sudah duduk di bawah pohon besar. Kakinya yang panjang dilipat kemudian memainkan kunci motor dengan wajah masam.

Syifa berdiri tak jauh dari tempat itu.

"Kenapa sampe pagi ini kamu belum juga balas chatku?"

Syifa tak bisa membalas tatapan itu, sulit rasanya menjawab dengan jujur.

"Aku..."

"Kenapa? Kamu baik-baik aja, kan?"

"Aku cuma istirahat aja sepulang kerja."

Rizky menatap Syifa lama. "Aku ngga tanya apa yang kamu lakukan selama di rumah. Tapi yang aku tanya, kenapa chatku ngga kamu bales dari kemarin siang? Bahkan sampe pagi ini, Syif."

Jantungnya berdebar, ia ingin menutupinya tapi apa bisa? Sepertinya Rizky sudah menangkap kebohongan itu.

"Yaudah deh, gapapa. Liat kamu baik-baik aja rasanya udah cukup."

Rizky menyambung perjalanan, Syifa di belakangnya hanya diam memikirkan kesalahannya. Apa ia jujur saja? Bagaimana jika ternyata Rizky sudah mengetahui lebih dulu?








Rizky tak mau membuat jarak di antaranya dan Syifa. Jadi ia meneruskan perjalanannya sedikit menuju perpustakaan umum yang biasa Syifa kunjungi.

Syifa mengukir senyum setelah tau di bawa ke mana ia pagi itu. Jam operasional juga akan dimulai satu jam ke depan, dan satu jam ini akan ia berikan untuk laki-laki yang sudah memberinya lembar baru.

"Kayaknya menjadi seorang pembaca buku itu seru, ya? Jadi aku kepikiran mau ngikutin kamu, deh." Rizky menggenggam tangan Syifa dan menapaki anak tangga yang membawa mereka masuk ke gedung itu.

Syifa mengeratkan genggaman, hanya membalas singkat ucapan Rizky yang berderet karena baginya suara itu terlalu indah dan tak boleh ia rusak dengan suaranya sendiri.

Penjaga di pagi itu bukan mbak biasanya, jadi Syifa tak perlu malu-malu karena datang ke sana dengan sebuah genggaman hangat dari seorang Rizky.

"Oh iya, buku apa sih yang bagus untuk dijadiin koleksi?"

Syifa berdeham. "Ka-kalo aku sih suka koleksi buku novel ya-yang punya ending menarik."

Rizky mengerut kening. "Loh, kalo kayak gitu tandanya kamu harus baca bukunya dulu dong sebelum beli?"

Syifa terkekeh. "Ngga sih, cu-cuma jawabanku akhir-akhir ini aja. Sebelumnya ya aku pilih buku yang a-aku pikir menarik aja untuk dibaca. Emangnya kamu lagi tertarik sama buku bergenre apa?"

Rizky diam. Tak mengerti dengan apa yang Syifa maksud. "Genre?"

"Iya, maksudnya buku yang tentang apa?"

"Aaaah! Ya ampun, aku lupa sama kosa kata itu. Masih asing banget ternyata ya buat aku..." Rizky tertawa sementara Syifa mengambil sebuah novel karya penulis ternama.

"Semesta?" ucap Rizky membaca judul buku itu. Syifa tersenyum dan mengangguk.

Rizky menggaruk kepalanya. Apa harus pagi itu ia diberikan novel bertemakan ilmu pengetahuan alam? Hadeuh.

Rizky meletakkan kembali buku itu, kemudian menatap mata Syifa. "Jadi, mau langsung ke resto atau jalan-jalan sama aku dulu?"

Syifa yang masih perempuan normal, lantas tersenyum menerima perlakuan manis itu.









---------------------------------




Haduh Syifa... Napa kaga jujur aje?
😭👉👈

Sabtu, 25 September 2021
1280 kata
18.48

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang