03 : menghapus jejak

Mulai dari awal
                                    

"Ya udah, hati-hati ya. Kabarin kalau udah sampe kantor," ucapnya. "Kalau pulangnya jam kayak biasa kan?"

"Iya. Tapi kalau pulang lebih awal atau pulang telat, aku pasti kabarin kamu kok." jawabnya.

"Iya, nanti aku juga ngabarin kamu kalau seandainya ada rapat guru yang mengharuskan aku buat pulang telat. Kamu bisa nebeng sama temen kamu yang cewek itu, atau kamu mampir dulu aja ke rumah Bunda. Deket juga kan sama kantor kamu? Nanti aku jemput."

Lavina mengangguk. "Iya deh, udah lama aku gak ketemu Bunda kamu."

"Bunda katanya kangen kamu, Lav. Nadine juga nge chat aku terus nyuruh-nyuruh buat nginep di sana."

"Iya, aku juga pengen nginep lagi. Enak aja gitu di rumah Bunda kamu tuh, suasananya adem. Aku paling betah nongkrong di gazebo belakang rumah," katanya. "Tapi, Yang, jujur aja ya."

Alby menatap Lavina. "Kenapa?"

"Aku suka nggak nyaman kalau Bunda kamu udah nyinggung soal cucu," ungkap Lavina, yang kini duduk di kursi yang berseberangan dengan suaminya. "Bunda ngiranya aku nunda kehamilan karena aku masih asik kerja, padahal kan nggak gitu. Aku emang belum waktunya hamil aja."

Lavina menghela napas, lalu meraih tangan istrinya. "Maafin Bunda ya, Lav? Nanti aku coba bicara dan jelasin pelan-pelan sama Bunda soal ini."

Lavina mengangguk. "Semoga Bunda lebih ngerti kalau di jelasin sama kamu, anaknya sendiri."

"Iya. Sekali lagi maafin Bunda ya."

"Ya, aku juga mencoba paham sih. Bunda kamu tuh sama kayak Mama. Mama juga sering nyinggung soal cucu, tapi karena ini Mama aku, aku bisa santai dan nggak terlalu mikirin. Tapi kalau Bunda kamu yang ngomong, rasanya beda aja. Aku langsung kepikiran." Jelas Lavina.

"Tapi, mungkin sebenernya mereka nggak bermaksud bikin kita tertekan. Aku aja yang orangnya lebay, gampang kepikiran." Kekeh Lavina.

Alby mengulas senyum. "Kalau ada apa-apa, cerita aja sama aku ya. Jangan selalu di simpan sendiri dan bikin kamu jadi kepikiran sendiri. Kita sekarang hidup berdua, semua hal kita hadapi sama-sama. Oke?"

Lavina mengangguk seraya tersenyum tipis. "Oke. I got it."

"Kita pacaran nggak lama, Lav. Mungkin kamu belum benar-benar mengenal aku, belum benar-benar tahu semua tentang aku, dan belum tahu seluruh cerita hidup aku. Begitu pun sebaliknya," ujar Alby. "But, that's okay. Itu bukan masalah yang terlalu besar, seiring berjalannya waktu kita akan lebih saling tahu dan berakhir saling menerima. Aku akan selalu sayang sama kamu, nggak akan pernah berubah."

"Dan kalau pun rasa itu hilang, aku akan tetap menumbuhkan rasa itu lagi dan lagi." Tambahnya.

Lavina terdiam seolah tengah memikirkan sesuatu bersama raut wajahnya yang berubah, tatapannya pun tak terarah. Dan itu jelas di sadari oleh Alby yang langsung berpikir bahwa Lavina mungkin tengah memikirkan tentang cerita masa lalunya yang belum dia ungkapkan pada Alby.

"Sayang?"

Lavina mengerjap, lantas tersenyum seolah semuanya baik-baik saja. "Ah y-ya, aku kali ini punya waktu buat bikin bekal makan buat kamu nanti di sekolah," katanya sambil menunjukan kotak bekalnya yang telah di isi oleh nasi dan beberapa lauk yang telah di tata serapi mungkin. "Liat, Yang, aku udah hias selucu mungkin buat kamu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pasutri BucinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang