"Gue nggak tau buat Lo gimana, tapi buat Gue, Obet, Deva sama Nada saling memanggil babe itu sudah biasa saja di antara kita berempat."

Aku memincingkan mataku menatap Salma, aku mencoba mencari ketidakjujuran di sana. Namun sepertinya Salma tidak berbohong sama sekali.

"Yakin Robert nggak punya perasaan lebih dari sekedar teman ke Deva?"

"Yakin pakai banget, Robert, kan, kenal Lionel juga, kita satu circle. Lagipula Deva bukan tipe Robert sama sekali."

"Memang tipe Robert yang gimana?"

"Yang nggak mata duitan kaya Deva," kata Salma sambil nyengir.

Aku hanya tertawa di depan Salma.

"Gue cuma mau bilang sama lo, Bi, andai Lo beneran mau serius ngejar Deva, pastiin Lo nggak cemburu sama Obet dan Om Tom. Karena Deva dekat banget sama mereka berdua."

Aku menghela nafasku pasrah. Mungkin Deva tipikal perempuan yang memiliki banyak teman lelaki, walau aku pencemburu, namun aku harus belajar "mengerti" cara Deva bergaul dengan teman temannya terutama teman teman lawan jenisnya.

"Okay, gue akan coba."

"Good. Kalo gitu gue duluan ya, mau kencan sama Robert."

Aku hanya menganggukkan kepalaku kepada Salma. Mungkin benar aku belum mengenal lingkungan Deva sama sekali.

***

Minggu pagi ini aku akan melakukan peninjauan lokasi untuk pembangunan resortku didaerah gunung kidul. Sebagai asisten merangkap sekretarisku, tentu saja Deva harus ikut serta bersamaku. Namun kali ini bukan aku yang ke rumah Deva, tapi Deva yang ke rumahku.

Walau usia Deva 4 tahun diatasku, namun ketika aku bersanding dengan dirinya tetap saja aku yang terlihat lebih dewasa, setidaknya terlihat jika kami seumuran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Walau usia Deva 4 tahun diatasku, namun ketika aku bersanding dengan dirinya tetap saja aku yang terlihat lebih dewasa, setidaknya terlihat jika kami seumuran.

"Pagi masa depanku," sapaku ramah ketika aku membuka pintu untuknya.

Bukannya mendapatkan pelukan minimal senyuman manis, aku justru mendapatkan tatapan nyurengnya.

"Dev, pagi hari itu harus dimulai dengan senyum dan keceriaan."

Deva hanya menghela nafasnya dan menatapku sambil menyedekapkan tangannya di depan dada.

"Buruan, keburu siang."

"Memang kamu mau kemana?"

"Jemput Obet di bandara nanti sore."

Sampai seperti ini Deva rela jauh-jauh dari Jogja sampai ke kulon Progo hanya untuk menjemput Robert, kadang itu membuatku merasa iri dengan Robert.

"Memang dia dari mana?"

"Seminar di Penang."

"Oh, okay. Aku ambil kunci mobil dulu. Mobil kamu masukin garasi saja."

"Iya," kata Deva sambil pergi meninggalkan diriku didepan pintu. Aku hanya bisa menghela nafas dan aku masuk ke rumah berganti pakaian.

#DeFabian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang