"Tapi, lo menyentuh MILIK GUE, ANJING!"
Rafel membeku, lidahnya untuk sesaat kelu, tak berbeda jauh dengan Kayla yang berhenti histeris saat ucapannya mengudara. Air matanya tak henti mengalir, tetapi tenggorokannya tidak lagi mampu mengeluarkan sepatah kata suara. Ia terbungkam, tak mengerti maksudnya, sekaligus takut jika Kenny sudah tahu kenyataannya.
"Apa...?" Rafel memastikan, sejauh apa yang sudah dia tahu. "Menyentuh milik gue ... apa?!"
"Gue hanya berpikir, mungkin kita bisa bertukar pasangan. Elo di kamar Kayla, dan gue bersama Aiy—"
Belum menyelesaikan kalimat, tonjokkan telah mendarat lagi di wajahnya yang nyaris tak dikenal akibat aliran darah segar.
"Ulangi sekali lagi, dan gue nggak akan segan-segan untuk menghabisi nyawa lo sekarang juga!"
"Kenapa kalian bisa dekat dan gue nggak?" Kenny masih terus menantang hingga batas terjauh. "Gue juga ingin dekat dengan Aiyana. Dengan milik lo—agar kita—"
Tidak menunggu lama tanpa sudi lagi mendengar ucapannya, Rafel menyeret tubuh Kenny ke arah pintu beranda apartemen tak jauh dari ruang tamu. Dia membuka handle sliding door kaca yang mengarah ke luar gedung, Kayla langsung ikut berlarian panik melihat Rafel sudah tidak lagi mampu dihentikan. Bukan hanya asal bicara, dia sungguh-sungguh berniat untuk menghabisinya.
"Gue hanya perlu melemparkan lo dari sini, Ken, dari lantai dua puluh empat gedung ini!" Rafel mengentakkan tubuh Kenny pada pembatas kaca, lehernya dicekik, dia tidak lagi mampu berkutik. "Katakan sekali lagi ... apa lo bilang?"
"RAFEL! TOLONG RAFEL! TOLONG HENTIKAN!" Kayla berteriak, menangis sejadi-jadinya dengan tubuh yang sudah bergetar hebat menahan tubuh Kenny yang sudah tak berdaya. "KUMOHON ... KUMOHON JANGAN!"
"AIYANA, TOLONG... AIYANA, HENTIKAN DIA!" suara Kayla sudah nyaris habis memanggil Aiyana, entah siapa yang bisa memadamkan api kemarahan Rafel yang begitu besar hingga sulit untuk dikenal.
Aiyana yang semula berdiam di tempat dan hanya menjadi penonton atas keributan yang terjadi, membelalakan mata saat nyawa Kenny sudah nyaris dihabisi. Ia tidak pernah menyangka Rafel bisa sampai di titik segila ini. Sehingga dengan cepat, kakinya mulai berlarian ke arah mereka, memeluk punggung Rafel dari belakang dengan erat.
"Tolong, jangan lebih menjijikkan dari Rafel Hardyantara yang kukenal. Cukup Bapakku saja yang sudah kamu lumpuhkan. Hentikan. Tolong ... hentikan. Jangan sakiti Kak Kenny lagi, aku mohon padamu." Tangan Aiyana bergetar, ia juga takut Rafel tetap tidak mendengar. "Dia tidak salah. Dia benar-benar tidak bersalah. Kumohon ... jangan menyakitinya. Kumohon...."
Rafel tidak juga melepaskan, tetapi dia tidak lagi menekan tubuh Kenny terlalu keras pada kaca pembatas saat mendengar permohonan Aiyana yang terdengar begitu tulus.
Jika saja posisi Kenny yang menang, demi Tuhan Aiyana tidak akan pernah melerainya. Biar saja Rafel babak-belur, sebab dia lebih dari layak untuk mendapatkan amukan lelaki itu setelah tikaman dari belakang yang mereka berdua lakukan. Masalahnya, Kenny yang sudah habis, darahnya telah berceceran di lantai. Bibir robek, hidung dan pelipisnya terluka parah, telah babak-belur dibuatnya. Kenny tampak kewalahan menahan amarah Rafel yang seperti pria kerasukan walau dia mencoba untuk melawan dan membalik keadaan. Mereka sama besar, sama tinggi, dan sama kuat, tetapi keahlian keduanya tentu tidak sama hebat. Rafel terlalu mendominasi. Seperti dia melayangkan lima pukulan, Kenny baru mampu satu hantaman. Dia benar-benar bisa mati jika tubuh Rafel tidak ditahan. Tidak main-main, Rafel sanggup melemparkan tubuhnya dari ketinggian puluhan meter. Sungguh, ini jauh lebih mengerikan dari bayangan Aiyana.
"Lepaskan. Tolong jangan menyakitinya lagi. Kumohon..." ulang Aiyana dengan suara parau, mencoba menarik-narik tubuh Rafel ke belakang, walau percuma, dia tak mampu digerakkan barang sedikit saja. "Jangan menjadi lebih sampah dari ini, Rafel. Menghabisinya dengan cara seperti ini tidak akan membuat hidupmu tenang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Pain
RomanceKematian ibunya menyisakan luka yang teramat dalam bagi Rafel. Keluarganya yang dulu begitu hangat, berubah menjadi dingin dan luluh lantak dalam sekejap mata. Setelah tahun-tahun kelam yang dilewati, pembunuh asli dari kebakaran yang menewaskan ib...
Chapter 40
Mulai dari awal