Niat jahil kembali muncul dalam pikiran Altarel. Ia semakin gencar menggoda gadis ini hanya untuk mendapatkan amarah Aeris. Entah mengapa ia sangat suka bila melihat Aeris kesal dan merajuk. "Iya dah gue percaya. Besok gue mau nembak cewek Ris, kasi saran dong biar gak di tolak," tanya nya. Altarel menggoyangkan tangannya yang masih setia diatas pundak Aeris.
"Lo kasi aja senyuman buaya lo itu!"
Altarel tertawa menanggapinya. Sialnya itu membuat jantung Aeris semakin berdebar kencang. "Emang senyuman buaya gimana Ris?" tanya nya lagi.
"Ya kaya senyum lo itu!"
"Berarti manis ya?" bisiknya di telinga Aeris.
"Dih! Pait kali!" ujar Aeris dengan nada ngegas kekuatan full.
Altarel tertawa kesannya terdengar deep voice saat ia tertawa. Ia melepaskan rangkulannya dan menatapi wajah cantik disebelahnya. "Gue gemes banget sama lo."
"Ngeri gue Rel. Syuh jauh jauh!" Aeris mengusir ngusir Altarel layaknya seseorang mengusir ayam.
"Gaya lo bocil!" bertepatan dengan itu, Aeris berlari mendekati penjual rujak dengan gerobak. Ia malah bersembunyi dibalik penjual itu hingga membuat abang abang penjualnya bingung akan apa yang terjadi.
"Ya Allah Aeris...malu maluin banget," gumam Altarel. Ia berjalan santai mendekat kearah sana. Begitu dekat, Altarel langsung menarik lengan Aeris agar tak mengganggu penjual rujak tersebut.
"Eh?! Mas ini siapanya? Mau jahatin mbak ini ya?" tuduh sang penjual karena mengira Aeris ketakutan, padahal Aeris tertawa cekikitan sedari tadi.
"Saya suaminya pak. Ini istri saya habis obatnya jadi agak stres," ujar Altarel lalu menarik Aeris yang kini mengerucutkan bibirnya.
"Malu maluin gue, lo cil!" Altarel mengacak acak rambut Aeris hingga membuat Aeris menjauh dan membenarkan rambutnya kembali. Mereka segera memesan apa yang diperintahkan orangtua mereka.
Altarel mengambilkan satu kursi plastik. Ia mencolek dagu Aeris untuk menyadarkan gadis itu dari lamunannya. "Duduk tuh!" ujarnya memberikan jalan untuk Aeris duduk di kursi itu. Aeris hanya menurut dan langsung patuh untuk duduk di kursi yang diambilkan Altarel tadi.
Altarel merogoh saku celananya untuk menemukan kotak rokoknya. Ia mengambil satu batang rokok dan membakarnya hiingga asap keluar dari mulutnya. Aeris hanya bengong memperhatikan Altarel yang sedang merokok. Apa rasanya? Kenapa Altarel tidak tersedak?
"Lo masih ngerokok Rel?" tanya Aeris.
"Masih."
Beberapa pemuda sepantaran mereka yang lewat di jalan ini selalu saja melirik lirik Aeris yang duduk mengenakan celana pendek. Bagian kakinya sangat terekspos dengan jelas. Altarel yang risih akhirnya memutar otaknya mencari sesuatu untuk menutupi paha Aeris. Ia menjepit rokoknya yang menyala di mulutnya. Tangannya mulai membuka kemeja htam yang dikenakannya sebagai luaran. Begitu terbuka, Altarel melemparkan kemeja itu kepangkuan Aeris. "Tutupin!" katanya dengan tegas.
"Awas gue liat lo pake celana begituan lagi. Gue banting lo serius dah," ujarnya sambil menghembuskan asap rokoknya.
Aeris mengejek Altarel dengan membuat raut wajah lucu setelah Altarel mengucapkan hal itu. Jika saja laki laki didekatnya ini adalah papanya, sudah pasti Aeris akan memeluknya karena posisi duduk seperti ini membuatnya pegal. Ia butuh badan seseorang untuk disenderi. Dengan ragu, Aeris menarik tangan Altarel agar mendekat padanya.
Altarel cukup kelimpungan ketika dirinya ditarik. Ia terkejut ketika tangan mungil Aeris melingkar di pinggangnya serta pipi gadis itu yang menyandar pada perut dekat pinggangnya. Aeris memeluk Altarel dari arah samping.
YOU ARE READING
ALTAREL versi 2
Teen FictionALTAREL versi 2. Tokoh, latar, alur, tema, serta garis besar cerita sama. Hanya beberapa bagian cerita yang ditambah dan yang kurang berguna dikurangi. happy reading!
18. Pertemuan 3
Start from the beginning