Tak berselang lama, Pak Kadir akhirnya memasuki ruang kelas. Beliau menjelaskan apa saja yang harus dikerjakan selama bergabung di kelas itu. Kebetulan di kelas itu berisi 6 orang dan salah satunya Risa sebagai murid yang paling muda. Risa cukup mudah untuk berbaur dengan orang baru. Tak heran jika ia punya teman yang lumayan banyak.
Dengan saksama, Risa memperhatikan penjelasan Pak Kadir dan berjanji pada dirinya sendiri akan melakukannya dengan sungguh-sungguh. Sebab mendapat kepercayaan Pak Kadir bukanlah hal yang mudah. Pikirannya masih saja terbayang rupa Deryl. Sambil senyum-senyum ia memikirkannya. Sampai ia tertinggal beberapa point yang telah disampaikan oleh Pak Kadir. Untungnya Kak Laras dan Kak Indah sigap membantu ketertinggalan Risa.
"Ayo Risa, Fokus!!" lagi-lagi bermonolog
***
Malam-malam Risa selalu diisi dengan belajar, apalagi dengan bergabungnya di kelas itu sudah tentu membuat tugas yang Risa kerjakan semakin bertambah. Tidak pernah mengeluh sedikitpun, bahkan ia semakin bersemangat memacu dirinya untuk menjadi yang lebih baik dari hari ke hari. Waktu menunjukkan pukul 22.00 yang membuat Risa mau tidak mau harus tidur. Menurutnya tidur dan bangun tepat waktu adalah hal yang tidak boleh disepelekan. Hidupnya rapi dan teratur. Sekalipun chat di grup sedang ramai-ramainya, Risa tidak menghiraukannya. Tidur, ya tidur. Esok akan jadi hari yang perlu banyak tenaga.
Sambil menatap langit-langit kamar, terlintas bayangan Deryl begitu saja di pikiran Risa. Diikuti beberapa pertanyaan yang ujungnya juga Risa jawab sendiri."Kok ada orang ganteng banget, sopan pula. Bisa nggak ya aku berteman sama dia?"
"Kayaknya nggak bisa deh, dia ganteng aku item. Pasti dia malu temenan sama aku"
"Tapi apa salahnya ya, kan cuma temenan dan nggak ngebet jadi pacar juga"
"Tapi lihat dia dari jauh juga bukan hal yang buruk, lumayanlah supply vitamin A terpenuhi, hehe"
Lelah dengan pertanyaan yang ia ajukan pada dirinya sendiri. Kipas angin di dekatnya membuat ia tiba-tiba tertidur sangat lelap.***
Entah kenapa, Deryl membuat Risa semakin semangat berangkat sekolah. Bahkan ia berangkat lebih pagi kali ini. Dengan harapan, ada momen dimana mereka bisa bertemu tanpa sengaja.
"Risa, tunggu" suara Lala dari kejauhan saat di tempat parkir.
Biasanya Lala yang datang paling terakhir dibanding Risa, Andin, Okta, Salin, dan Dika. Pasti ada yang aneh.
"Tumben la dateng jam segini. Mau ngapain?"
"Iya kan memang hari ini masuknya jam 6 Risa. Sebentar, kok kamu nggak pake seragam olahraga?"
"Hah?"
"Hah hoh hah hoh. Kan ada kegiatan senam pagi sama jalan sehat hari ini. Kamu mau pake seragam gini apa gimana sih ahahahahaha"
"Emang ya ketawanya kurang ajar banget kamu La. Aku lupa beneran deh. Apa nggak usah ikut ya?"
"Terserah sih, siap-siap aja dimarahin Pak Woro"
"Tapi malu La, masa olahraga pakai seragam begini"
Sambil jalan menuju kelas, Lala masih saja tertawa tak henti-hentinya melihat kelakuan Risa pagi ini. Padahal Lala mengenal Risa sebagai anak yang rapi dan teratur, tapi ahaha bisa-bisanya salah seragam. Namanya juga manusia, tempatnya salah dan suka lupa apalagi kalau tidurnya dibungkus sama halu tingkat dewa seperti Risa memikirkan Deryl.
Tidak berhenti di Lala, semua teman-teman sekelas Risa ikut tertawa. Risa masih saja bimbang harus ikut kegiatannya tapi malu atau nggak usah ikut tapi harus siap-siap dimarahi Pak Woro alih-alih ketahuan. Ditambah lagi rasa malunya pasti akan dua kali lipat kalau ketemu Deryl. Risa, Risa.
Waktu menunjukkan pukul 06.15 seluruh murid diminta untuk segera berkumpul ke lapangan. Tentu saja Risa lebih memilih untuk malu ketimbang harus menanggung marah dari Pak Woro. Setelan baju dan rok membuat harapannya tadi pagi untuk bisa berpapasan dengan Deryl, luntur. Malu.
Sambil menahan rasa malunya kuat-kuat, Risa berjalan menuju barisan di lapangan. Di setiap langkahnya, ia memperhatikan sekelilingnya apakah ada Deryl atau tidak.
"Pokoknya, jangan sampai aku ketemu Deryl"
Sepertinya Risa memang sedang apes hari itu. Deryl dan teman-temannya berjalan melewati barisan kelas Risa. Tapi, memangnya Deryl ingat muka Risa hanya dengan sekali bertemu. Tentu saja tidak. Deryl jalan begitu saja melewati Risa tanpa memperhatikan penampilan Risa. Jangankan penampilan, muka Risa saja Deryl tidak ingat. Hahaha Risa, Risa jangan kepedean ya.
Di satu sisi, Risa merasa lega namun di sisi lain Risa juga merasa sedih karena Deryl tidak mengingatnya. Pagi itu memberi Risa pelajaran untuk tidak terlalu berharap pada sesuatu yang ia ciptakan di kepalanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. A
Teen FictionKetika rangkaian kata berkelut di kepala, dan mulut tidak tau cara kerjanya
Yang Pertama
Mulai dari awal