• 𝐝𝐮𝐚

Mulai dari awal
                                    

"Terus kamu lolos?"

"Iya, bun."

"Seriusan kamu?!"

Anaya hampir terlonjak. Ia menatap heran bundanya yang semakin lama memasang raut sumringah.

"Bener bun. Tadi siang Naya dapat balesan emailnya."

"Ya Tuhan! Puji Syukur!" Bunda hampir melompat di tempat. "Astaga bunda seneng banget!"

"Bunda..."

"Kalau kamu jadi istri Mala nanti, kan gak perlu lagi bantu bunda ngadonin kue, part time di kafe, duh! Hidup kamu pasti terjamin, Naya~"

Sebelah sudut bibir Anaya menaik. Ia ikut membayangkan kehidupan keluarganya tidak lagi kesusahan. Akan sangat menyenangkan kalau ia bisa mengajak bunda dan Anila pergi jalan-jalan kemanapun mereka ingin pergi.

Ah perasaan apa ini? Kenapa Anaya merasa kalau ia harus lolos seleksi berikutnya?

"Tapi bunda, masih ada dua puluh orang di posisi yang sama kayak Naya sekarang. Naya gak yakinㅡ"

"Bunda gak masalah kalau kamu nanti gagal di tengah jalan. Yang penting kamu menikmati prosesnya. Lolos itu cuma bonus, kok."

Entah perasaan melankolis datang tiba-tiba, membuat Anaya memeluk erat bundanya. Dalam hati berteriak keras jika ia benar-benar mencintai wanita dalam dekapannya ini.

"Tapi bunda berharapnya sih kamu lolos. Bunda sering-sering doain kamu deh biar beneran lolos~"

- ♪♩ -

Satu bulan setelah konfirmasi lolos tahap selanjutnya, Anaya tinggal menunggu informasi lanjutan kapan gilirannya menjalani tahap seleksi. Dengar-dengar jika Mala tidak suka dengan finalis itu, pria itu bisa saja langsung meng-cut-nya saat itu juga.

Sejauh ini sudah ada dua belas finalis yang melakukan tahap langsung bersama Mala. Beberapa dari mereka tidak menentu harinya, hanya dua atau tiga hari mereka melakukan tahap itu. Setelah lebih dari tiga hari mereka mendapat kabar bahwa tinggal menunggu keputusan final Mala.

Ngomong-ngomong Anaya jadi penasaran, apa saja yang akan dilakukannya nanti bersama Mala? Oh tunggu, bagaimana Anaya memanggil Mala? Sebut nama saja, kah? Tapi bukannya Mala empat tahun lebih tua darinya?

"Anaya!"

"Ih Reya! Jangan kebiasaan ngagetin gitu dong!" Anaya hampir loncat ditempatnya ketika ada yang menghampirinya di sudut gerbang kampus.

Lelaki bernama lengkap Reyaja Dharmendra terbahak puas setelah raut kesal ditampakkan gadis itu. Kemudian tangannya memberikan sebuah buku tebal pada Anaya.

"Makasih Nay, buku metopen lo lengkap banget."

"Sama-sama. Aku cuma tambahin catetan kecil dari Bu Diah."

"Itu namanya lo rajin."

Anaya terkekeh. "Kamu mau pulang?"

"Iya, udah gak ada kelas lagi. Sekalian nunggu El katanya mau balik bareng." Lelaki itu celingukan, seakan ada yang kurang dari pandangannya. "Tumben gak bareng Lyara?"

"Lia lagi sibuk revisi laporan, minta bantuan temen sekelas." Reyaja membulatkan bibir dan mengangguk kecil. Obrolan mereka disambung membahas beberapa hal mengenai tugas kuliah, tak jarang eksistensi mereka menarik perhatian orang lalu lalang. Secara, Reyaja itu orang populer.

Disela kesibukan masing-masing, sebuah mobil memasuki pekarangan parkir. Mobil itu terlihat mencolok sehingga semua orang yang melihatnya menduga-duga siapa orang dibalik kemudi mobil itu. Sampai seorang pria berjas keluar, menghempaskan dugaan semua orang tentang siapa pria keren yang mengendarai mobil hitam barusan.

MALA | mark leeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang