Selalu saja, alasan ini selalu ibunya utarakan tiap mereka bicara via telepon.
"Astaghfirullah, Ma. Dak buliah mangecek mode itu taruih. Cakra sayang samo Ama. Beko Cakra pulang hari rayo idul fitri." (Astaghfirullah, Bu. Jangan ngomong gitu terus. Cakra sayang sama Ibu, Cakra pulang Idul Fitri nanti)
"Yo bana yo?" (Benar ya?)
"Iyo, Ma. Insyaallah. Cakra matian telepon dulu yo. Ka pai ka rumah dinas, soalnyo sadang di jalan." (Iya, Bu, insyaallah. Cakra tutup teleponnya ya? Mau ke rumah dinas, soalnya lagi di jalan)
Selama panggilan berlangsung, Cakra memerhatikan perempuan yang keluar-masuk minimarket. Tak satu pun dari mereka yang memiliki kemiripan dengan Bunga Kenanga Cokroatmojo. Mau dipaksakan bagaimanapun, bahkan sekalipun Cakra bisa membelah laut merah, mungkin mereka memang tidak berjodoh.
"A ... yolah .... Cakra elok-elok di jalan." (Ya sudah Cakra hati-hati di jalan)
"Yo, Ma. Ama jago kesehatan, jan banyak pikiran. Assalamualaikum." (Iya, Ibu jaga kesehatan ya, jangan banyak pikiran. Assalamualaikum)
***
Kenanga melepas kacamata hitam setelah memastikan kepergian mobil Cakra. Kegiatan mengintip yang sempat dicurigai beberapa pegawai minimarket membuat ia terpaksa mengarang narasi super ngaco.
"Tolong, Mbak. Saya lagi enggak mau ketemu mantan suami saya yang psikopat itu," ucapnya sambil menunjuk Cakra yang tadi hendak memasuki mobil. "Please, tolongin saya. Saya juga belanja di sini kok, bukan numpang ngadem," pintanya bersama wajah memelas macam anak itik kehilangan induk. Tak lupa menyatukan kedua tangan di depan dada.
Ada hal yang sangat ingin Kenanga hindari, tatapan Cakra dan kenangan mereka. Kedua hal itu bisa dibilang bagai nuklir simpanan Rusia yang apabila terjadi perang dunia ketiga, maka enam puluh miliyar populasi manusia akan binasa. Hebat 'kan? Kenanga menarik napas sambil meletakkan belanjaannya di meja kasir. Bagi Cakra mungkin ia hanya sebatas perempuan bodoh yang naif. Akan tetapi, baginya laki-laki itu adalah bintang kehidupan yang menerangi suramnya dunia ini.
Oke, Kenanga memang dangdut, tak perlu diragukan lagi. Ia pun wujud nyata perempuan bodoh yang cuma punya satu hati dan digadai di tempat yang salah pula.
"Mas," panggil Kenanga seraya mengetuk-etuk kaca mobil.
Sekian detik, Kenanga merasa ada sesuatu yang janggal. Ia mengambil ponsel di saku blazer, lantas mengaktifkannya kembali.
Mas Dio:
Lagi makan, jangan dicari, jangan diganggu.
Angel lecet, potong gaji."Emang majikan lo tuh paling ngeselin sedunia, Njel!" Kenanga menendangi mobil sang kakak sepupu. "Gue nahan lapar setengah mati di dalam, dia enak-enakan makan! Gue sumpahin jadi budak Atmojo Group sampai Aki-aki!" Ia menendangi ban mobil berkali-kali sampai flatshoes-nya menganga.
"Astaga! Kenapa bisa-bisanya lo ikutan lapar sih?! Gue aja belum makan, masa harus ngasih makan lo dulu?" Kenanga melepas sepatunya, lalu duduk memeluk lutut bersama tangisan nista di samping Angel. "Huhuhu, suamiku mana ... suamiku ke mana ...."
"Loh, Mbak kenapa?"
Kenanga mendongak. Di depannya berdiri pria baya yang mengenakan topi, rompi, serta pluit menggantung di leher. Seingat Kenanga tidak ada tukang parkir di area minimarket tadi. Mungkinkah ini yang dinamakan tukang parkir ghaib? Tiba-tiba bisa muncul ketika parkiran mulai ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Flowers Talk ✓
Romance[END] Bagi Kenanga, Cakrawala merupakan tempat bernaungnya bintang-bintang, bukan tempatnya bunga-bunga bermekaran. Karena itu mereka tidak memiliki keterikatan yang cocok sama sekali. Sementara bagi Cakrawala, Kenanga bukanlah sebatas bunga kesayan...
5. Kepada Bintang
Mulai dari awal