Usaha cowok itu hanya bertahan selama semenit dan akhirnya tatapan Gery kembali tersedot di titik awal. Itu dia! Orang sedari tadi Gery cari. Seorang cewek berseragam putih abu-abu, rambutnya yang hitam pekat diikat rapi ekor kuda dengan ujungnya jatuh di punggung. Gadis itu sedang bersandar di salah satu pilar besar sambil menyilangkan lengan di dada. Dia sedang meladeni obrolan dua temannya. Sesaat kemudian, Gery melihat gadis itu tersenyum lebar menampilkan barisan giginya yang tidak rapi-rapi amat. Gadis itu lalu memegang poninya yang selalu ditata miring ke kiri sementara pundaknya berguncang karena tawa. Pemandangan seperti itu sungguh biasa. Namun untuk Gery, tak pernah dia bosan memerhatikan gerak-gerik gadis itu. Ada suatu kesenangan tersendiri bagi Gery.

Sejurus kemudian, gadis yang bernama Arini itu menoleh ke arah kiri. Bola mata Gery mengikuti arah pandang gadis itu dan dia melihat....

"Kenapa kau tak bilang aja ke dia, kalau kau suka dia?" tanya Kiki menginterupsi kegiatan Gery yang fokus menatap Arini.

Dengan cepat Gery mengalihkan pandangannya pada Kiki disertai picingan mata.

"Maksudnya?" sahut Gery tidak mengerti.

" Yeah, bilang aja ke dia kalau kau suka." kata Kiki.

"Buat apa?" tanya Kiki tak percaya. Dia menatap Kiki horor seakan barusan Kiki menyuruhnya untuk lompat terjun ke lapangan dari ketinggian mereka sekarang.

"Dengan kau ngomong ke dia, pertama: kau jadi lebih lega. Nyimpan perasaan sendiri itu susah lho, Ger. Lebih tepatnya sesak . Kadang kalo ada apa-apa kau jadi uring-uringan kayak cewek PMS. Contohnya aku deh. Dari SMP aku nyimpan rasa sama Chika, segan banget mau ungkapin. Akhirnya ketika Chika dekat sama cowok lain, aku jadi senewen. Marah-marah tak jelas bahkan sama Chika yang tak tau apa-apa. Tapi setelah susah payah aku beraniin bilang, dengan semua resiko terburuk, Chika akhirnya ngerti walau awalnya memang kaget. Dan, lihat kan yang terjadi setelahnya,"

Kiki nyengir sambil merentangkan sebelah tangannya. Kemudian dia melirik Chika yang sedang ber- selfie dengan tatapan lembut.

"Kedua: setidaknya Arini tau. Dari pada kau bertingkah stalk gini malah bikin Arini takut. Kita kan sama-sama tau kalau Arini tuh kayak punya intuisi, sense of- apa gitu, yang buat dia sadar kalau diperhatikan diam-diam bahkan yang dia tak tau siapa orang itu."

Alih-alih, Gery mendengus sinis lebih karena lelah.

"Trus setelah dia tau? Apa gunanya? Dia tetap memilih Gino kan? Emangnya ada keajaiban dia tiba-tiba mutusin Gino lalu buka hati untuk aku? Mending nggak usah deh. Hal terakhir yang ku mau adalah dikasihani sama Arini." tukas Gery jengah.

Kiki terdiam. Gery kembali mengarahkan pandangannya pada Arini yang kini sedang berbicara dengan seorang wanita yang berdiri bersama Gino di sampingnya. Mama Gino, pikir Gery. Melihat percakapan antara Arini dan Ibu-dari-pacarnya yang begitu akrab membuat satu titik di ulu hati Gery terasa pedih. Karena tak tahan, Gery menggeser tatapannya sedikit dan memerhatikan Gino yang justru sibuk sendiri dengan ponselnya. Tidak peduli dengan sekitarnya. Pacar kayak apa tuh, pikir Gery sambil mengerutkan dahinya.

Tak lama, Arini terlihat mencium tangan Mama Gino yang pamit pulang lebih dulu. Gadis itu tersenyum pada Ibu Pacarnya kemudian menatap Gino dengan sayang. Namun yang ditatap hanya balik kanan bahkan tanpa salaman atau melambaikan tangan. Dia terus mengekor ibunya meninggalkan Arini yang kini berdiri sendirian memilin jari di bawah perut dengan matanya tetap terarah di jalan perginya mereka.

Arini mengurai jari-jarinya yang tadi dipilin kemudian menautkan tangannya di belakang punggung. Gadis itu terlihat menunduk sedikit. Ingin rasanya Gery turun menghampiri gadis itu. Tapi untuk apa? Menyapa? Arini mengenal Gery hanya sebagai salah satu dari kelompok teman tongkrongan pacarnya-- Gino. Datang menyapa Arini 'sendirian' justru memicu opini aneh dari kepala Arini. Dan Gery tidak mau. Sampai saat ini Gery berhasil mempertahankan image dingin di mata Arini. Ia tak mau merusaknya. Tidak secara tiba-tiba. Tidak saat Arini masih berkencan dengan Gino.

Seakan sadar diperhatikan, Arini mendongak memandangi gedung IPA lantai dua dan tiga saat pandangannya bersirobrok dengan sosok Gery yang menatapnya intens dari kejauhan. Seperti tersetrum, Gery menegakkan punggungnya dan tanpa sadar mulai tersenyum dan melambaikan tangan pelan ke arah Arini melihatnya dari jauh. Dahi Arini berkerut sesaat dan dengan cepat tersenyum tipis lalu menunduk lagi karena perasaan tidak nyaman. Arini segera berlalu memasuki bayangan koridor kelasnya.

Gery kembali memandang sendu. Kemudian dia berbalik dan kini giliran punggungnya yang bersandar di balkon. Dia menghela napas pelan. Hari ini hari terakhir bersama teman se-angkatan. Hari terakhir memandang Arini. Entah kapan lagi Gery bisa bertemu walau secara tidak sengaja.

Sampai kapan dia menyimpan perasaan suka pada Arini-- pacar temannya.

Cukup sampai di sini, tekad Gery lebih untuk menenangkan kegelisahan hatinya.

****

Coretan Melodi - The Love Playlist Volume 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang