SICK DOCTOR I

Mulai dari awal
                                    

Arya kemudian menatap ke petugas kasir yang kebetulan adalah seorang wanita muda, kira-kira berusia 20 tahun. Dengan senyumnya, ia menyerahkan 1 botol minuman. Wanita itu tidak kuasa menahan malu dan kembali memberikan senyum kepadanya. Sekuat itu senyum Arya hingga mampu membuat perempuan-perempuan menjadi salting. Ia mengambil botol itu, dan sembari berjalan, iamembuka penutup dan meminum isi air itu cepat-cepat.

Ia membuang botol yang masih ada isi sedikit, lalu melihat ke tangan nya yang sebelah.

“Evelynn…” tandasnya sambil membaca kartu nama yang ia sempat curi ketika mengambil dompet.

…..

“Arya…” kata Evelyn gusar.

“ku pikir aku sudah lari jauh darinya” oceh Evelyn sembari menurunkan belanjaannya dari mobil.

“aku takkan pernah melupakan orang yang sudah membuat aku jatuh dan dikeluarkan dari pekerjaan impianku” tatapan sinis Evelyn mencerimkan sebuah kebencian yang masih terpendam, tidak berkurang dan masih sama, masih hangat, masih kuat meluap dalam hatinya.

“kalau saja ia bisa ku masukan ke dalam daftar nama Mrs. Claire… pasti ia sudah ku siksa habis-habisan” gerutu nya.

Evelyn bergegas menuju ke dalam apartemen. Ia membuka pintu itu cepat-cepat karena barang bawaannya cukup banyak. Ia memasukan semua barang bawaannya dan menutup pintu.

Keesokan harinya, Evelyn masuk ke dalam butik tempat ia biasa bekerja dengan menenteng pakaian yang ia kenakan beberapa hari yang lalu. Ia tidak terlalu suka dengan pekerjaan menjahit pakaian namun itu opsi yang ia bisa ambil agar ia bertahan hidup di tengah perkotaan. Rata-rata yang bekerja di butik ini adalah para wanita yang memiliki keahlian di bidang menjahit dan design.

Baru saja ia membuka pintu, matanya sudah melihat sosok yang akhir-akhir ini ia hindari, Arya.

“hai Evelyn…” sapa Arya sangat sopan. Ia duduk di kursi tunggu yang disediakan.

Seperti menginjak kotoran, mood Evelyn seketika berubah. Memang tidak terlalu kelihatan di wajahnya karena ini adalah lingkungan kerjanya, tentu ia harus bersikap profesional, namun jika diperhatikan baik-baik, ada sedikit gurat tegang di wajahnya yang membuat tatapan Evelyn seperti tatapan tidak suka.

“pak dokter…” sapa Evelyn.

Ia baru mau pergi meninggalkan Arya, namun Arya menggenggam tangan Evelyn lalu menariknya ke kursi. Mereka berdua duduk dan saling tatap-tatapan, Arya dengan tatapan nya yang maskulin dan penuh pesona, sementara Evelyn dengan sorotan mata tidak suka.

“jadi… bagaimana?” tanya Arya. Ia menatap Evelyn dengan tatapan penuh harapan.

“apa…?” tanya Evelyn lebih kepada tidak peduli.

“kencan… makan siang, nonton, atau.. yang lebih” genggaman tangan Arya mulai mengusap-usap pergelangan tangan Evelyn, memberikan sebuah kode.

Evelyn begitu muak sehingga ia menepis pelan genggaman tangan Arya.

“maaf, untuk saat ini, aku tidak bisa” jawab Evelyn.

“bagaimana kalau sebentar?”

“tidak bisa…”

“besok…?” tanya Arya mengejar.

“pekerjaan menunggu” jawab Evelyn singkat.

“ayolah, sebuah pertemuan tidak akan membuatmu kehilangan pekerjaan ketika dilakukan pada waktu yang tepat” rayu Arya.

VICTIMS PREDATORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang