~

"Mrs. Stark, aku pamit pergi kembali ke Study Tour. Aku turut berduka atas kematian Ellysa. Kumohon, jangan bersedih kali ini." Peter mengusap pundak Pepper yang sedang duduk di sofa. "Ya, tak apa. Aku bisa melewati semua ini. Jangan khawatirkan aku." Pepper menunjukan senyum kecil nya kepada Peter dan mengangguk. "Jika kau butuh aku, aku akan datang kesini, oke, Mrs. Stark?"

"Ya. Tentu saja."

"Hei, Morgan. Bisa kau berjanji sesuatu padaku?" Peter berlutut di depan Morgan yang duduk di sofa. "Berjanji apa?" kata Morgan. "Kau menjaga Ibumu, oke?"

"Semua orang memintaku berjanji untuk menjaga Ibuku. Ya, aku akan menjaga Ibuku." polos Morgan. "Haha... Lakukan yang yang terbaik untuk ku dan ayahmu. Baiklah. Lupakan saja. Aku percaya padamu, Morgan."  Peter mengusap kepala Morgan dan segera berdiri. Peter berpamitan dengan Pepper dan orang yang ada di ruangan itu. Ia pamit untuk kembali ke Italia untuk Study Tour. Ia tak bisa meninggalkan Study Tour nya.

Orang-orang ingin menjadi Spider-Man, tapi tidak ingin menjadi Peter Parker. Menjadi Peter Parker tidaklah mudah, banyak cobaan hidup yang ia alami. Orang-orang terdekat meninggalkannya. Ayah, Ibu, Paman, Kekasih, Sahabat, bahkan Sosok Ayah pun meninggalkannya. Entah apakah racun laba-laba membuat ia kuat menghadapi tantangan hidup atau jiwanya lah yang kuat.

~

3 Desember 2021 (dunia asli)

"El, kau sudah melihat bocoran foto-foto film Spider-Man: No Way Home? Ada foto Andrew sedang berada di sebuah konstruksi bangunan. Aku tak pernah melihat ini sebelumnya." kata Aaron memainkan Handphone nya. "Bagaimana jika ini benar terjadi?" El terlihat sangat bersemangat.

"Tiga Spider-Man berkumpul. Ayolah, siapa yang tidak semangat melihat mereka bertarung. Aku tak sabar, ayolah 15 Desember datang padaku." Aaron sangat bersemangat menantikan film Spider-Man: No Way Home.

"Series Hawkeye saja belum selesai, sudah bersemangat film Spider-Man saja... Dasar!" El memutar bola matanya. "Ellysa! Awas kau!" El hampir dikejar oleh Kakaknya, El paling takut ditangkap oleh Kakaknya, pasti akan dicubit dan bercanda.

El segera masuk kamar dan mengunci pintu kamarnya. "Kau tak bisa menangkap ku! Haha!" El dibalik pintu meledek Kakaknya. "Tak ku ajak menonton film Spider-Man Hahahah!!" kata Aaron. El segera membuka pintu nya dan berkata "Fine, I'll do it myself."

"Anjrit!"

~

Dikamar, El menatap Infinity Gauntlet yang terpajang di pojokan kamar nya. Ia menatap benda itu sambil memikirkan bahwa ia ingin mencoba memakainya dan ingin melihat apakah ia bertemu dengan Stan Lee atau tidak. El mengambil Infinity Gauntlet dan membawa nya ke kasur. Ia mulai memasukkan tangannya ke dalam Infinity Gauntlet. "Siapa tahu aku bisa bertemu Stan." El mulai mencoba menjentikkan jarinya sama persis dengan yang dilakukan oleh Tony di Marvel Universe.

Percobaan pertama, El gagal. Tidak terjadi apa-apa. Ia mencoba lagi beberapa kali. 5 kali percobaan, El mulai kesal. "Ayolah, aku hanya ingin bertemu Stan. Oke, ayo, El. Harus yakin! Pikirkan Stan dan dunia Marvel." El mulai memejamkan matanya dan menjentikkan jarinya.

Pandangan El berubah, yang tadinya gelap karena matanya di tutup, sekarang ia berada di sebuah ruangan yang tidak mempunyai sudut sama sekali dan berwarna putih. Percobaan kali ini berhasil, El mulai mencari dimana Stan Lee berada. El berjalan menyusuri ruangan. Akhirnya, El melihat seorang Pria Tua berpakaian persis saat ia akan masuk ke dunia Marvel.

"Stan? Apa itu kau?" El mencoba mendekati pria itu. "Ellysa Athena Smith." Stan Lee membalikkan badan nya dan menatap El. "Bagaimana? Itu menyenangkan, bukan?" Stan Lee tersenyum. "Ya, Pak. Itu sangat menyenangkan. Tapi, aku tak bisa menyelesaikan misi yang kau berikan saat aku pertama kali masuk dunia Marvel." El memasang wajah sedih.

"Kau ingat? Kau tak perlu menyelesaikan tugas itu. Aku ingin kau bisa merasakan dunia yang aku buat. Dunia yang kau masuki ini, tidak merubah apapun yang mereka buat di film dan di komik." kata Stan memegang pundak El. "Apa itu artinya semua ini hanya imajinasiku?" El mengerutkan dahinya.

"Ayo jalan-jalan." Stan merangkul El. "Imajinasi? Tidak, ini bukan imajinasi mu. Ini masih termasuk dunia Marvel, tapi ini dunia Marvel yang lain. Artinya, dunia yang kau kunjungi semacam universe lain versi Marvel. Kau mengerti apa yang aku katakan?"

"Sebenarnya tidak. Tapi aku akan coba mengerti. Pak, apa aku boleh meminta sesuatu?"

"Apa itu?"

"Bisakah aku melihat gambaran atas apa yang terjadi setelah aku ditembak oleh John Walker?" kata El menatap Stan dengan wajah memohon. "Kau ingin melihatnya? Mari kita tonton. Apa judul film nya? 'What happen after my death?'" Stan memberikan sedikit candaan agar El tidak terlalu sedih karena sudah keluar dari dunia Marvel. "Haha... Ya, semacam itu." El tersenyum kecil.

"Bucky, teman misi mu. Dia sangat terpukul karena kematianmu. Dia mencoba kuat, tetapi hati nya tak bisa begitu. Dia tampak berusaha untuk tidak terlihat sedih di depan banyak orang. Ibumu, maksudku Pepper, dia lebih terpukul lagi, beberapa bulan ditinggal oleh Tony, sekarang ia kehilanganmu. Morgan juga tampaknya memiliki trauma atas apa yang terjadi padanya. Kehilangan ayahnya, lalu kakaknya. Peter, dia sedang Study Tour, kan? Ke Italia? Dia kembali ke Amerika demi menghadiri pemakaman mu." Stan Lee menjelaskan.

"Pak... Aku tak bisa membayangkan sesedih apa mereka saat ini. Aku tak tega melihat wajah sedih mereka, Pak. Aku tak sempat meninggalkan surat kepada keluargaku di dunia Marvel. Dahulu, aku terpikirkan jika aku akan meninggalkan surat. Aku tak sempat. Thor, apa Thor dengar kabar kematianku?" El menatap Pria Tua itu.

"Dia akan tahu. Tapi tidak saat ini."

"Pepper dan Morgan, kasihan mereka. Hei, Pak. boleh aku muncul di mimpinya Peter? Aku ingin mengatakan sesuatu padanya."

Tanpa berpikir panjang, El langsung dibawa ke tempat yang sama tetapi tidak ada Stan Lee disana. Di tempat itu, ada suara laki-laki yang memanggil El. Saat masuk ke tempat itu, El hanya melihat sekeliling dan mendapati Stan Lee tidak ada disana. "Ellysa? Apa itu kau? Hei, ini aku, Peter."

El membalikkan badannya dan ternyata itu adalah suara Peter yang memanggil nama El. "Peter?" El keheranan. Padahal El sendiri yang minta bahwa ia ingin muncul di mimpinya. "Ellysa? Kau hidup. Apa ini benar-benar kau? Wow, Ellysa. Aku sangat merindukanmu. Tapi, tadi siang, kami baru saja memakamkan mu, El. Ah, lupakan. Aku bisa bertemu denganmu. Itu yang terpenting." Peter memegang kedua tangan El. "Peter. Aku minta maaf, orang itu menembakku begitu saja."

"Tak apa. Jika waktunya pergi, pergi saja. Aku baik-baik saja. Aku kuat. Daripada kau kesakitan karena peluru yang terjebak di tubuhmu." Peter tersenyum ke arah El. "Peter, kau sudah menerima kacamata ayahku?"

"Ya, itu benar. Bagaimana- Bagaimana kau tahu itu?" kata Peter mengerutkan dahinya. "Aku bisa lihat dari atas." El tertawa begitu pula dengan Peter. "Ya benar."

"Kau harus berusaha untuk tidak membuat kegaduhan dengan kacamata itu, Peter. Ayahku menghubungkan kacamata itu dengan apapun, termasuk teknologinya. Berhati-hatilah, belajar menggunakan teknologi ayahku. Dan yang paling penting, jangan mudah percaya dengan orang yang kau baru temui." kata El.

"Oh, oke baiklah. Ada apa ini?" Peter kebingungan. "Tak ada apa-apa. Baiklah, Peter. Saat nya aku pergi. Jaga dirimu baik-baik. Tolong jaga ibuku dan adikku selagi aku tidak ada disamping mereka. Oke?”

"Ya, itu pasti..."

"Can I hug you?"

"Yeah. Sure.”

Peter dan El pun berpelukan, tubuh Peter perlahan menghilang dari pelukan El. Begitu juga yang dirasakan Peter. El langsung kembali ke ruangan Stan Lee berada.

"Stan. Woah. Ini menakjubkan." wajah El sangat senang. "Tapi, apa aku bisa kembali lagi ke dunia Marvel? Kumohon, Stan. Aku ingin kembali kesana." kata El dengan ekspresi yang sangat memohon kepada Stan Lee. Stan Lee hanya membalas dengan senyuman.

~

hai, 4 hari ga publish.. gilak sekolah lagi daring.. tugas banyak.. mana aneh-aneh pulakk.. maap yaa

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang