Jam menunjukkan pukul enam pagi. Nathala dan Jiwa yang menjemput Kamandanu di rumah sakit. Sedangkan Magaskar dan Toka yang mengambil keperluan sekolah Kamandanu di rumah lelaki itu.
"Kursi rodanya nunggu lima belas menit kata suster." Nathala baru sama mendatangi suster untuk minta kursi roda. Ada. Namun menunggu lima belas menit.
"Mana keburu," keluh Jiwa menatap jam ditangannya. Mereka dikejar waktu. Terlambat pun, akan mengurangi poin mereka.
"Sorry, Guys. Gue bener-bener nggak bisa jalan. Kaki gue sakit banget soalnya."
Nathala menatap Kamandanu memberikan senyumnya yang tulus. "It's okay. Jangan nggak enak gitu. Kan lo udah biasa nyusahin kita." Tengilnya keluar.
Kamandanu merasa bingung karena Jiwa berjongkok membelakanginya. "Buruan gue gendong!"
Mendengar itu Nathala langsung terbahak. "Ntar lo kurus, Ndut, gendong Kamandanu."
"Diem, ya, lo, Rus!" Rus untuk kurus. Dia kembali menatap Kamandanu. "Buruan nanti kita telat."
"Tapi infus gue pun belum abis. Nunggu kursi roda aja udah paling bener, Wa."
"Heh, Rus, lo bawa tuh infusnya. Biar cepet kita."
Agaknya Nathala setuju dengan Jiwa. Dia memegang infus dan membantu Kamandanu biar bisa digendong.
Baru beberapa menit berjalan, nafas Jiwa sudah terengah. Tubuhnya yang gemuk membuatnya cepat lelah namun tenaganya masih ada.
"Lo masih idup, 'kan, Ndut?" tanya Nathala yang mengkhawatirkan. Tapi kalau dia yang disuruh menggendong, mana mungkin kuat.
"Diem!"
Mereka sampai ke parkiran. Kamandanu dan Jiwa duduk dibelakang dan Nathala yang menyetir.
"Ndut," panggil Kamandanu pada Jiwa.
"Hm?" Jiwa berguman, masih sibuk membenarkan selang infus yang sekarang dia pegang.
"Makasih, ya."
"Hah?" Jiwa malah bingung.
"Makasih. Kalo nanti misteri ini bener dan kita harus mati, lo adalah orang pertama yang bakal gue selamatin. Lo harus tetep hidup."
Dan senyuman Kamandanu Jiwa balas. "Kita semua harus hidup."
***
Di gerbang, Magaskar dan Toka sedang menunggu kedatangan Nathala. Tidak lebih dari sepuluh menit lagi, bel masuk akan berbunyi. Sama saja makan batu kalau mereka terlamat. Lagi-lagi mereka harus menyamakan poin dan tidak boleh berkurang.
Untungnya, mobil Nathala datang. Magaskar langsung menghampirinya. Jiwa menjelaskan kalau Kamandanu tidak ada kursi roda dan harus digendong.
"Oke—" Magaskar berjongkok membelakangi Kamandanu. "Gantian gue yang gendong."
"Nyusahin banget gue!" Kamandanu mengeluh merasa tidak enak hati. Walau teman-temannya tidak mempersalahkan itu.
Kamandanu pun digendong Magaskar. Mereka sedikit berlari mengejar waktu. Toka memegangi dari belakang agar Kamandanu tidak jatuh. Dan infusnya dipegang Nathala. Sudah tinggal sedikit, sebentar lagi pasti habis.
Mereka sampai di kelas dimenit terakhir. Bergantian, mereka absen melalui fingerprint.
Magaskar absen terakhir lebih dulu menyelamatkan teman-temannya. Kelimanya nampak lega karena tidak ada yang terlambat.
"AKH—SHIT!"
Teriakan Adisti bergema. Mejanya langsung dikerubungi karena penasaran.
Nathala menggeser teman-temannya, dia menyelinap takut Adisti kenapa-napa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Juara 1 + Magaskar
Mystery / Thriller"Masak sekolah nggak boleh juara 1, sih?" "Iya nggak boleh. Atau lo bakal mati." Mereka, sekumpulan remaja yang ingin memecahkan misteri di sekolah. Sudah terjadi selama tiga tahun berturut-turut kalau yang juara satu, mati mendadak dengan keadaan...
5. KEBAKARAN SEKOLAH
Mulai dari awal