23- LOVE OR OBSESSION

Start from the beginning
                                    

Cuaca semakin panas disertai dengan suara bising dari para murid yang berada dikantin membuat telinga Iyan tertarik ingin kesana. Namun karena hukuman sialan ini membuatnya tak bisa apa-apa. Jika bukan Pak Mamat-lah yang menghukumnya, cowok itu sudah dipastikan ngibrit kekantin duluan.

"Panas-panas," ucap Bagas sambil mengibas-ngibaskan kan tanganya kewajah.

"Kipas sayangg kipasss," sambung Lorenz.

Jam pelajaran sudah mulai dua jam yang lalu, namun mereka masih kuat berjemur dibawah teriknya matahari. Waktu tersisa satu jam untuk mereka menyelesaikan hukumanya.

"Capek gueh, pegel banget anjir," celetuk Iyan sambil menggaruk kakinya yang gatal.

"Lo pikir cuma lo doang nyet," balas Langit masih dalam posisi hormat.

"Langit terlalu polos sampe mau hormat selama tiga jam, tangan lo udah mati rasa kayanya." Kini Lorenz menggeplak tangan Langit yang masih tetap hormat, tidak seperti mereka yang sudah malas.

Jangankan hormat, kadang aja mereka malah duduk jika sedang tidak dalam pengawasan Pak Mamat, kecuali Langit yang masih tetap berdiri.

Cowok gitu pantes dihukum gasi?

"Lo yang hormat, gue yang pegel."

"Anak gini kok bisa masuk inti Gaztra ya?" tanya Vero yang baru bersuara.

"Buat jadi babu." Jawaban dari Reval membuat mereka terbahak.

"Jahat lo semua," balas Langit.

"Anak mamah nyasar ya nak, pulang yuk," ledek Iyan yang ditertawai semuanya.

Sedangkan muka langit sudah memerah seperti tomat. Cowok itu selalu dinistakan oleh temanya.

•••

Rooftop. Tempat ternyaman setelah kantin. Kini mereka sedang duduk dikursi yang telah disediakan untuk geng mereka, ada juga meja sebagai tempat makanan. Reval-lah yang meminta agar intinya mengikuti dirinya untuk makan disini karena kantin membuatnya gerah sehabis dihukum.

"Kira-kira begitulah ceritanya," celetuk Iyan menyenderkan diri di kursi.

"Buset apaan si monyet gajelas banget lo." Bagas mengomentari dengan muka jengahnya.

"Hadeh, gue gedeg deh sama Sri," Sambung Iyan.

"Sri siapa?" tanya Langit.

"Adek kelas, gue baru aja mau nge crush in dia. Malah dianya diambil Tutur, murid kelas X." Mereka sontak menggelakan tawa mendengar nama Tutur. Tak habis pikir, Iyan yang katanya ganteng seantreo sekolah kalah dengan adik kelasnya.

"Demen banget ngetawain penderitaan orang."

"Reval!"

"Buset kek kenal suaranya, hadeh mulai nih," bisik Langit diangguki semuanya.

Bagas, dan Vero tak mempedulikan siapa yang memanggilnya. Keduanya tau bahwa yang memanggil Reval adalah si sok centil yang membuat mereka terganggu akhir-akhir ini. Mereka? Sepertinya Reval tidak, hanya sedikit saja. Buktinya cowok itu tak memberi ekspresi kesal pada cewek yang memanggilnya.

Emiley menggeser tubuh Bagas yang berada disamping Reval. Sedangkan Bagas sudah mendengus kesal, namun tidak jadi karena Reval memelototinya seakan-akan mengode agar dirinya tidak memperlihatkan ekspresi tak suka di hadapan Emiley.

Bagas menghela napas pasrah, lalu duduk disamping Vero yang hanya diam memainkan handphone nya.

Suasana sepi seketika, Emiley tak mempedulikan itu.

"Val, nanti kamu pulang sama siapa?"

"Sama pacarnya." Bukan Reval yang menjawab, melainkan Vero yang sebenarnya malas merespon ucapan cewek itu. Namun ia terlanjur jengah dengan apapun yang dipertanyakan Emiley untuk Reval.

REVALWhere stories live. Discover now