BAB 31

4.1K 329 131
                                    

Happy reading!

"Minggu depan akan dilaksanakan penilaian akhir semester. Ibu harap nilai kalian memuaskan."

Thania mengembuskan napasnya. Dua bulan telah berlalu. Waktu terasa begitu cepat menurutnya. "Hah." Thania memijit pelipisnya, mulai dari sekarang dia harus mengasah otaknya lagi.

Dua bulan ini, Thania tidak membuat masalah dan selalu mengikuti pembelajaran dengan normal. Tidak bolos dan semacamnya.

Kayla. Omanya selalu mengancam membuat Thania tidak bisa berkutik. Tapi sekarang, dia bersyukur akan hal itu, berkat Omanya, dia tidak tertinggal pelajaran.

Dua bulan ini, Thania suka menyempatkan waktunya untuk belajar di rumah meskipun malas.

Dua bulan bukan waktu sedikit, dan Thania tidak ke mana-mana karena harus melengkapi catatannya, agar nanti jika ulangan dia bisa belajar dan mengisi soal.

"Ini buku lo. Thanks udah kasih pinjaman."

Sifat Thania sedikit-sedikit mulai berubah, meskipun masih plin-plan, dia sedikit bisa mengontrol sifatnya yang demikian. Namun, jika ada orang yang membuatnya naik pitam dan menguras kesabaran. Thania tidak segan-segan untuk menghajarnya.

Jangan salahkan Thania, jika itu terjadi!

Faura mengangguk sekilas. "Kalau masih ada catatan yang kurang lengkap, lo bisa minjam lagi sama gue." Faura baik? Tentu saja. Karena Thania juga baik selama dua bulan ini.

"Yo ke kantin guys!" Ghea datang bersama Acha. "Ini bocil beban banget harus dijemput mulu. Heran gue." Ghea sebenarnya malas, harus setiap hari menjemput Acha ke kelasnya yang berada di lantai dua, di mana kelas sebelas berada.

"Capek gue naik tangga bolak-balik. Padahal di lantai dua juga ada kantin." Ghea tidak ada habis pikir dengan kelas sepuluh, sebelas yang kebanyakan lebih memilih kantin di lantai empat. "Nggak capek apa mereka naik tangga panjang gitu."

Faura memutar bola mata mendengar celotehan temannya itu. "Kantin sekolah, kan emang khusus di lantai empat, Ghe."

"Tapi, kan nggak beda jauh." Ghea menyahut.

"Ya, beda lah! Kalau di lantai empat itu khusus untuk kantin sekolah. Makanan juga lebih lengkap." Berbeda dengan kantin lantai satu dan lantai dua yang cuma ada nasi goreng sama minuman. Jika di lantai satu dan lantai dua, sebenarnya yang menjual makanan itu murid sambil sekolah. Itu pun jika mereka tidak malas. Ya, pada dasarnya mereka hanya mengisi waktu luangnya untuk berjualan dan mereka juga orang yang berkecukupan.

Acha yang sedari tadi menunduk, menatap kedua orang itu yang masih beradu argumen. "Ih udah dong. Acha jadi merasa bersalah." Acha cemberut. Dia tahu, dia masih kecil. Sering takut, jika bepergian sendiri. "Nanti Kak Ghea nggak usah jemput Acha lagi." Acha mengucapkan itu dengan mimik muka yang siap akan menangis.

Ghea menghela napas, dia merasa bersalah. "Jangan nangis, Cha. Maafin gue."

Thania tersenyum tipis. Tidak buruk berteman dengan mereka. Rasanya menyenangkan. Karakter mereka berbeda, baik sifat atau semacamnya. Saling melengkapi dan saling menyayangi.

Selama dua bulan ini, kedekatan Thania dan teman barunya cukup baik, karena mereka terbuka satu sama lain, begitu pun dengan Thania.

Jika Thania tidak berniat untuk berubah, mungkin sehari-harinya di sekolah tidak akan seperti ini. Perubahan yang cukup signifikan menurutnya, dan Thania masih belum terbiasa dengan keadaan seperti ini.

Sifat nakalnya memang masih ada. Namun, Thania menahannya agar tidak membuat masalah dan berakhir diceramahi lagi oleh para guru atau para OSIS, mungkin.

My Perfection Is Badgirl Where stories live. Discover now