BAB 33

2.9K 261 220
                                    

Aksa mengetuk pahanya dengan gerakan tenang. Mata tajam itu hanya terfokus pada satu titik, buku yang digenggamnya.

Selagi menunggu hujan reda. Aksa membaca buku kimia di dalam mobil untuk mempersiapkan ujian-ujian yang akan segera datang dikemudian hari. Namun, entah kenapa? Pikirannya berkelana, membayangkan seorang gadis nakal yang selalu membuat onar.

Aksa terkekeh. Entah sejak kapan perasaan ini datang, sudah sejak lama, Aksa memendam perasaannya. Sampai gadis itu pindah sekolah pun, dia tetap jatuh hati dengan pesona gadis itu. "Bisa gila gue."

Aksa sering sekali mencari kesempatan untuk menghukum gadis itu. Meskipun terkesan datar, tapi percayalah, hatinya berdetak kencang jika berdekatan dengan gadis itu. Thania, nama yang anggun, tetapi tidak dengan sifatnya.

Dulu, dia tidak berani untuk mengungkapkan perasaan ini. Namun sekarang, semenjak Thania pindah sekolah dan tidak terjangkau membuat Aksa khawatir, khawatir jika sang pujaan berdekatan dengan laki-laki lain.

Semenjak saat itulah, Aksa mulai sedikit terbuka, meskipun ujung-ujungnya dia malu.

"Woy! ngelamun aja lo!"

Aksa mengerjap, dia menatap sepupunya itu. "Udah berhenti hujannya?" tanyanya.

Angga. Ya, William Anggara. Dia sepupu tiri Aksa. "Udah dari tadi. Lo dipanggil dari tadi nggak nyahut-nyahut. Lagi mikirin apaan?"

Aksa menggeleng.

Angga mendengkus kesal. Selalu saja seperti itu. Aksa itu ibarat es batu berjalan, dinginnya kebangetan. Kadang seperti bunglon yang selalu berubah-ubah. Entahlah, Angga bingung dengan sikap Aksa.

"Ke tempat biasa dulu," ucap Aksa setelah lama terdiam. Dia melirik Angga sekilas. "Jalan, Ngga."

Angga berdecak. "Bentar! Susah nih!" balasnya ketus.

Aksa menatap datar sepupunya itu yang sedang berusaha menyalakan mesin mobil. Bagaimana tidak nyala jika kuncinya saja belum diputar. "Bego."

Nah, sebenarnya Aksa itu sebelas dua belas dengan Thania. Sama-sama pedas omongannya. Sekali ngomong bikin nyelekit ke ulu hati.

Angga cengengesan. Dia memutar kunci tersebut ke posisi star dan menyalakan mesin mobil. "Sorry, otak gue lagi ngelag." Setelah mengucapkan itu, segera Angga menjalankan mobilnya dengan pelan, karena sehabis hujan dan pastinya jalan licin, lebih baik pelan-pelan jika tidak ingin celaka.

 ****

"Bang? Kenapa basah, gini?”

Satria memutar bola mata malas. Sedari tadi, Thania terus saja berceloteh membuat Satria jengkel. Padahal, kan dia sudah menceritakan jika di jalan kehujanan, setelah main futsal bersama teman-temannya.

"Berisik, Tha. Dari tadi ngomong mulu perasaan."

Brak!

Thania mengerjap, dia mengelus dada. "Buset." Thania terkejut dengan suara pintu yang ditutup kencang.

Suara gemercik air terdengar, pertanda Satria tengah membersihkan tubuh basah dan kotornya.

Thania yang tidak ada keperluan lagi di kamar kakaknya, segera keluar dan menutup pintu dengan gerakan pelan.

Di setiap langkah, Thania memikirkan kakaknya. "Takut Bang Satria sakit. Bisa repot nanti."

"Thania! Kita mau balik."

"Eh, emang udah reda?" tanya Thania.

Luna, Faura, Ghea dan terakhir Acha yang masih merem melek, terlihat sekali masih mengantuk, membuat Thania menggeleng-geleng prihatin. Pasti Acha dibangunkan secara paksa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Perfection Is Badgirl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang