D & C: [38]

Mulai dari awal
                                    

Sam mengangguk, lalu menatap Zio yang tak melihat ke arahnya. "Maafin gue juga, Zi. Semua omongan gue, dan apa yang udah gue lakuin ke lo."

Zio mendengar jelas ucapan permintaan maaf dari Sam yang terlontar. Namun, ia memilih untuk tak merepons dengan melanjutkan penjelasannya sebagai saksi.

"Hari itu, saya melihat bagaimana Lily diperlakukan tak semestesinya oleh mereka." Dua orang yang dimaksud dibuat mengerung. Antara kesal dan pasrah. "Saya mengetahui jelas. Lily disuruh untuk mencuri sebuah puisi karya orang lain di kegiatan lomba literasi yang panitianya adalah saya dan Lily. Mereka mengancam jika Lily tidak berhasil, maka mereka akan terus merundungnya."

"Ngarang lo, Kak?" tanya salah satu dari pelaku. Bu Nara dan Pak Cukis memberikan tatapan mengancam, maka ia kembali terdiam.

"Saat hari perlombaannya tiba, saya mendengar jelas rencana-rencana mereka dengan Lily. Mereka akan mengalihkan perhatian Bu Nara dengan membuat keributan di dalam kelas, agar Lily bisa leluasa membuka laptop Bu Nara."

"Tempat kejadiannya di perpustakaan yang sedang sepi, bahkan bisa dibilang tak ada seorang pun karena pustakawan ikut dengan Bu Nara untuk membantu mereka."

"Saya datang saat Lily hampir menghapus karya yang ditujunya." Zio mengambil ponsel dari saku untuk membuka galeri. Sebuah video pun ia tunjukkan pada Bu Nara yang berhasil membuat guru wanita itu terkejut. Video itu menunjukkan saat Lily membuka laptop dan menggunakannya dengan lancang. Tak menyangka ini akan menjadi sebuah alasan di balik kejadian yang menimpa siswi itu. Sam sama halnya, ia tak menyangka bahwa ternyata selama ini, adiknya menjadi sasaran perundungan. Di mana dirinya? "Saya tidak menyuruhnya berhenti. Dia berhenti karena takut."

"Bu Nar--" Pelaku itu hendak membuka suara tetapi Bu Nara menghentikannya dengan lagi-lagi memberikan tatapan tajam.

"Dia menangis. Merasa takut jika saya menyebarkan atau sekedar melaporkan video ini." Zio menyimpan kembali ponselnya.

"Sepulang sekolah, saya mengikuti Lily tanpa gadis itu sadari. Saya merekam kejadian saat Lily dipukuli oleh mereka. Videonya yang saya bagikan pada Sam. Semua kejadian terekam di sana. Meski sedikit tidak jelas karena saya merekamnya cukup jauh."

"Lalu kenapa saya diam saja? Saya ikut dalam masalah ini hanya karena hasrat untuk membalas perkataan Sam. Saya tidak berniat menjadi panitia meski memang ditawarkan, tetapi yang membuat saya menyetujui memang karena Sam."

"Persis yang Sam katakan, saya tidak memiliki rasa peduli. Saya berkata pada Sam bahwa saya akan mulai peduli. Dan saya telah melakukannya dengan merekam dan menyembunyikan bukti, agar dia ada waktu untuk mulai peduli pada adiknya sendiri. "

Kemudian Zio menatap ke arah Sam.

"Kamu juga tidak sepeduli itu 'kan, Sam? Pelaku bahkan berkata bahwa mereka berani bertindak seperti ini karena tahu kakak lelaki dari Lily tak pernah peduli. Mungkin mereka tahu bahwa kamu tak pernah memerhatikan keseharian Lily. Dia pun tak berani untuk terbuka padamu karena tak jarang kamu mengabaikannya."

"Itu alasannya mengapa Lily diam saja saat pertama kali dia siuman dari pingsan. Ia langsung diberikan pertanyaan oleh orang yang terkesan asing menurutnya."

"Awalnya saya ingin terus menyembunyikan bukti. Sampai akhirnya Sam memohon pada saya, dan membuktikan bahwa bukan saya yang tidak peduli, tapi kamu yang memang selalu membutuhkan saya." Zio mulai menoleh ke arah Sam yang seperti bingung harus bereskpresi bagaimana.

"Zio?" Fauzan menyadarkan. Apakah Zio telah melantur hingga terang-terangan berucap seperti itu?

Semua orang di sana dibuat hening karena mendengar pengakuan dari Zio. Tentang alasan pribadinya yang diungkapkan tanpa tahu malu, tetapi mereka masih bisa mencerna pemikiran Zio dengan logika.

Diamond & CrystalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang