XLVII [Roccia (9)]

Mulai dari awal
                                    

Ace tetap berpikir dengan jernih. "Guys, listen me. Menurut gue, emang orang ini cuma main-main sama kita. Tapi gue yakin, kalau orang ini tahu tentang si pelaku," jelasnya.

"Apa yang buat lo yakin tentang itu?" tanya Kai.

"Surat itu datang ke kita, sehari setelah kejadian menemukan mayat itu," jawab Ace. "Dari situ, gue yakin kalau orang ini punya sesuatu tentang si pelaku," lanjutnya.

"Jadi kita terus lanjutin permainannya?" tanya Keenan disambut anggukan Ace.

Mereka baru mengetahui kebenaran itu dan membuatnya sangat marah. Tetapi mereka juga tidak bisa mengelak dugaan Ace. Jadi mereka memutuskan untuk melanjutkan permainan yang dimainkan oleh orang itu.

"Ada yang mau gue bahas tentang orang itu, tapi gak disini," ucap Aludra. Ia ingin membahas mengenai daftar buku pinjaman.

Pak Carlos mengerti maksud Aludra. Ia segera menyingkirkan kursinya dan membawa mereka ke markas. Sementara ketiga orang itu tetap berada di ruang Pak Carlos untuk berdiskusi.



***



"Lo mau bahas apa, Al?"

Aludra menunjukkan ponselnya yang berisi gambar. Terdapat dua puluh enam siswa yang meminjam buku tersebut.

"Gue foto daftar buku pinjaman di perpustakaan tadi malam. Orang ini sepertinya sangat menyukai matematika, mengingat dia memakai sandi Caesar untuk kita pecahkan. Dan gue ingin siswa ini kita pilah berdasarkan petunjuk yang kita dapat," ucap Aludra.

Keenan segera mengambil kertas tersebut dan meletakkannya di atas meja. Mereka memilah daftar siswa itu dengan petunjuk yang mereka dapati selama dua hari itu. Dilingkarinya lah dengan warna hijau untuk membedakan daftar anak kelas 12.

Mereka berhasil memilahnya. Sekitar ada empat siswa yang mereka curigai sekarang. Dayana, Vano, Atha, dan Aruna. Kai bernafas lega karena tidak ada nama Resha disana. Ia sudah menghindar dari Resha karena masalah kasus ini. Jadi ia bisa kembali mendekatinya.

"Syukurlah nama Resha gak ada," ucap Kai hiperbola.

Aludra menepuk bahu Kai beberapa kali karena merasa prihatin dengannya. Padahal Kai sudah serius dengan satu perempuan, namun ia harus menghindar karena suatu kasus.

"Lebih berpotensi Aruna dan Vano, karena mereka tahu kita walaupun cuma beberapa anggota aja," dugaan Ace.

"Kalo Vano, apa dia gak mikirin masalahnya yang lalu? Padahal hukumannya sudah di ringankan oleh Pak Carlos," ucap Rio.

Aludra menghela nafas, ia rasa tidak mungkin Vano melakukan hal itu. Ia benar-benar menyesal dengan perbuatannya saat itu. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika dia yang melakukannya.

"Kita masih belum bisa menebak siapa orang ini. Untuk hari ini, kita akhiri saja sampai mendapat petunjuk baru," ucap Kai.

Mereka setuju. Pasalnya mereka belum mendapat petunjuk lagi dari si pengirim. Mereka tidak tahu apa lagi yang sedang disiapkan oleh si pengirim untuk mempermainkan mereka.



***



Teng ... teng ... teng ....

Bel istirahat kedua berbunyi. Guru yang mengajar pun keluar dari kelas. Seharusnya sudah ada sebagian yang keluar untuk memanjakan dirinya di kantin, hanya saja belum ada yang keluar dari kelas tersebut.

Mereka lebih menyibukkan dirinya dengan ponsel yang mereka miliki dan berkerubung. Aludra tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan sampai pada akhirnya Kamal pun mendekati mereka.

"Al, lo udah baca berita belum?" tanya Kamal.

Aludra mengerutkan keningnya. Berita? Berita apa yang dimaksud? Jika Keenan, bukankah ia sudah berhasil mencegahnya? Apa mungkin Vena mengingkari janjinya?

Aludra menggeleng. "Berita apaan?" Rasanya setiap hari, selalu ada saja berita yang menghantuinya sampai membuat kurang tidur.

Dara menunjukkan ponselnya. Sebuah artikel yang tertulis '5 tahun disembunyikan. Pengirim anonim menyatakan bahwa seorang anak polisi menjadi saksi utama dalam aksi bunuh diri sang pelaku pembunuh berantai.'

"Yang gue baca di artikel ini, anak itu bernama Kaiden Maxena. Teman di tim lo," ucap Dara hati-hati.

Aludra membulatkan matanya. Tak percaya dengan berita yang telah dijadikan artikel tersebut. Kenapa harus Kai? Harusnya orang ini memberitahu tentang petunjuk tersebut. Kenapa harus membongkar rahasia Kai?

Aludra bangkit dari duduknya dan menggenggam ponselnya dengan erat. "Gue pergi dulu," pamitnya disetujui oleh anggukkan mereka.

Aludra berlari ke ruang kepala sekolah dengan tergesa-gesa sampai menabrak bahu orang yang sedang berjalan di lorong.

Sesampainya di ruang kepala sekolah, ia bertemu dengan ketiga temannya dan Pak Zevan. Tanpa ada Kai tentunya. Ia segera duduk di samping Ace.

"Sepertinya kalian sudah mendengar berita itu," ucap Pak Zevan dengan nada lirih.

"Bisa Bapak jelaskan maksud dari artikel itu? Saya ingin mendengar langsung." Sejujurnya Aludra tidak percaya dengan media karena terlalu melebih-lebihkan ceritanya. 

Pak Zevan menghela nafas. "Lima tahun yang lalu, Kai ikut menyelidiki kasus bersama saya. Saat itu kami sedang berada di tahap pengejaran untuk mengejar pelaku pembunuh berantai. Kai sampai duluan di tempat itu, namun sayangnya ia melihat yang seharusnya tidak ia lihat. Pelakunya bunuh diri dengan cara menjatuhkan dirinya dari gedung berlantai delapan belas.

"Semenjak kejadian itu, dia mengalami trauma. Dia mengurung dirinya selama enam bulan dan tidak mau bicara dengan orang tuanya. Kai selalu meracau dan menyalahkan dirinya karena kejadian itu. Kalimat yang selalu ia ulang adalah 'harusnya Kai lebih cepat sampai disana. Ini semua salah Kai.'.

Setelah enam bulan, Kai mulai membaik. Karena saya tidak mau Kai seperti dulu lagi, saya menutup kasus itu dari kepolisian dan media," ucapnya lirih. "Tapi nyatanya, media kembali membukanya," lanjutnya.

Mereka terdiam mendengar cerita dari Zevan. Pasti sangat menyakitkan baginya untuk menerima kenyataan tersebut, apalagi ia masih berusia di bawah umur. Kondisi mentalnya tidak sanggup menahannya.

"Sekarang Kai ada dimana, Pak?" tanya Ace.

"Terakhir kali saya bertemu dengannya, dia izin pulang. Mungkin dia sedang berada di rumah. Tapi saya tidak bisa meninggalkan sekolah karena masih ada keperluan," jawab Pak Zevan.

"Kami aja yang kesana," tawar Rio.

Mereka memutuskan untuk ke rumah Kai. Mereka berpamitan dan segera menuju mobil Ace. Aludra sudah meneleponnya beberapa kali, namun ponselnya dimatikan. Terlihat raut wajah gusar di wajah mereka.

ఇ ◝‿◜ ఇ

TO BE CONTINUED

ఇ ◝‿◜

Cassiopeia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang