"Mah bangun dong! jangan bikin Kyra khawatir gini." berulang kali ia mengguncangkan tubuh Maura tetap tidak ada pergerakan apapun.

"PAK DAMAR TOLONG! PAKKK TOLONGGG!" teriak Kyra sekuat tenaga dan saat ini ia mengutuk rumah yang dibangun oleh Danial juga Arina begitu luas.

"SIAPAPUN TOLONGG!!!"

"TOLONGGG!!" mungkin untuk saat ini semesta sedang baik kepadanya karena seorang pekerja yang lain sedang melintas tidak jauh dari tempat Maura pingsan.

"Ya Allah Ny. Maura kenapa Non?" sudah di lihat pingsan tetapi orang itu malah bertanya lagi membuat Kyra hampir meledakkan emosinya.

"Udah pak cepet tolong angkat mamah ke kamar."

"Iya non." untungnya jarak kasur dengan pintu tidak jauh jadi pekerja itu tidak terlalu kesulitan membawa tubuh Maura digendongannya.

Setelah membenarkan posisi Maura agar terasa nyaman dan memastikan bahwa wanita itu benar-benar pingsan barulah pekerja yang usianya tidak terlalu tua itu pamit undur diri untuk membuatkan teh hangat juga mengambil minyak angin.

Kyra mengambil posisi dipinggir ranjang tepat disamping Maura. Tangannya terus menggenggam jari-jemari Maura yang terasa hangat. Pandangannya tidak teralihkan dari wajah mamahnya hingga sekelebat bayang-bayang wajah Arina menghampiri dirinya membuat ia memutus pandangannya dan melepas genggaman tangan mereka.

"Bunda.." lirih Kyra sekaligus terkejut. Untuk sesaat pikirannya teralihkan kepada masa lalu yang membuat garis takdir keluarganya menjadi seperti ini.

Sampai-sampai seseorang masuk saja Kyra tidak menyadari hingga tepukan di pundaknya menyadarkan dirinya.

"Non Kyra?"

"Eh bi Asri. Ada apa bi?" kaget Kyra mengatur nada bicaranya.

"Non Kyra yang kenapa malah melamun sambil mandangin telapak tangan. Ini bibi udah bawain teh hangat sama minyak angin." ucap bi Asri seraya meletakkan teh dan obat-obatan lainnya di nakas samping ranjang.

"Kyra gapapa bi. Makasih ya bi maaf jadi ngerepotin bibi." ucapnya mengambil minyak angin dan mengoleskan di area bawah hidung juga tenggorokan Maura.

"Ngerepotin apa Non, orang bibi kerja disini ya jadi wajar kalau di repotin." balas bi Asri yang sejak tadi terus menatap lekat wajah Maura.

"Kalau begitu bibi ke dapur dulu ya." pamit wanita paruh baya itu dengan daster cokelat yang melekat di tubuhnya.

"Iya bi." setelah mendapat jawaban dari perempuan itu bi Asri keluar kamar dengan raut wajah yang sulit di tebak.

"Kalau begini caranya bisa-bisa gagal rencana Nona Valesha. Lagian kok bukannya mati malah pingsan." gumamnya sangat pelan.

Kembali kepada Kyra yang terus memijat pelan lengan mamahnya dengan sabar sampai akhirnya netra mata berwarna hitam itu terbuka dengan sempurna.

"Mah? akhirnya mamah sadar juga, Kyra khawatir." senyuman di bibirnya tidak bisa ia tahan lagi. Hatinya lega.

"Minum dulu mah." Kyra menyodorkan secangkir teh hangat yang langsung di tenggak habis oleh Maura.

"Ada yang sakit mah? atau masih pusing? biar Kyra pijit ya?" tanya Kyra penuh perhatian.

"Tidak perlu."

Maura mengubah posisinya menjadi duduk dan bersandar kepada kepala ranjang. Ia meraih ponselnya untuk mengecek beberapa hal.

"Bi Asri sudah pulang?" tanya Maura tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

"Sudah mah."

Tanpa memikirkan kondisi tubuhnya wanita itu beranjak mengambil koper memasukkan beberapa baju yang membuat Kyra kebingungan.

KILL the PAST [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang