"Nggak pernah." Hayi melompat turun lalu memeluk ibunya dari belakang.
"Kalau begitu, ayo mulai cerita." Safira mencium pipi putrinya dengan gemas.
Hayi melepas pelukan , tapi kemudian duduk di pangkuan sang ibu. Hayi suka menyentuh rambut sang ibu saat tergerai. Safira lebih sering menyanggul rambutnya sejak memiliki anak.
"Esi liat sepatu baru Adik yang dibeliin kemarin di Mall. Kan Adik baru pakai hari ini."
"Terus, dia bilang apa?" Safira sudah memiliki firasat cerita putrinya tidak akan menyengkan untuk didengar.
"Esi bilang beli dimana."
"Adik jawab apa?"
"Ya Adik kasi tau beli di Mall."
"Terus Esi bilang apa lagi?"
"Esi bilang Adik sombong."
"Hah?"
"Sama tukang pamer."
Safira menghela napas. Lama-lama dia kesal juga. Entah apa yang salah dengan bocah bernama Esi itu, tapi tampaknya dia sangat tak menyukai Hayi. "Adik merasa sombong dan pamer?"
Hayi menggeleng. "Adik kan ngasi tahu soalnya dia nanya."
"Kalau begitu jangan didengarkan."
"Bukan sekedar jangan didengarkan, tapi jiga jangan bermain dengan dia."
Safira dan Hayi langsung menoleh. Ombak ternyata mendengar pembicaraan mereka sedari tadi. Lelaki itu kini sudah berdiri persis di depan Safira. Ombak mengelus kepala putrinya yang mendongak.
"Jangan berteman dengan orang seperti Esi."
"Ombak-"
Ombak menggeleng tegas hingga Safira langsung diam. "Jika dia mengajak Adik berbicara, abaikan. Adik tidak harus meladeni orang yang mengesalkan."
"Memang boleh begitu, Yah? Kan kata Bu guru kita harus berteman dengan siapa saja."
"Benar, berteman dengan siapa saja yang baik. Kalau mengesalkan dan suka menyinggung orang lain, buat apa dijadikan teman?"
"Tapi ntar Esi ngajakin teman yang lain musuhin Adik."
"Ayah akan bicara dengan Kepala sekolah dan Guru Adik. Adik tenang saja, tidak bermain sama Esi, tidak akan membuat teman yang lain memusuhi Adik. Karena Adik anak yang baik dan manis, semua pasti suka."
Hayi mengangguk. "Cuma Esi yang sering ngomong gitu ke Adik kok, Yah."
"Nah, berarti Esi yang jahat. Sekarang bantu Kakak memetik tomat. Nenek pasti senang sekali dibawakan sayuran segar."
Hayi melompat turun dari pangkuan sang ibu setelah memberi kecupan pada kedua orang tuanya.
"Kamu tidak harus mengatakan temannya jahat," kritik Safira begitu Hayi keluar dari kamar.
"Dan kamu tidak harus membela temannya yang jahat itu."
"Aku tidak membelanya."
"Berarti kamu setuju kalau si Esi itu kan memang bermulut jahat." Ombak berdecak. "Apa sih yang dilakukan guru-guru Anakmu di sekolah? Tugas mereka tidak hanya mengajar, tapi juga mendidik dan membimbing. Tindakan bullying seperti ini tidak boleh terus didiamkan."
"Mereka menghadapi berpuluh-puluh siswa, tidak semuanya bisa diperhatikan secara detail, Ombak. Kalau tidak ada laporan, guru mana tahu semua perbuatan siswanya? Lagi pula guru hanya mengajar beberapa jam, orang tua juga memiliki peran penting dalam mengasuh dan menumbuhkan karakter baik dalam diri anak mereka. Itu tanggung jawab semua pihak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Ombak
Romance(DALAM PROSES PENERBITAN) Ombak tak bisa dikejar, sama seperti tak dapat digenggam. Kakeknya mengatakan itu pada Safira. Namun, perasaanya yang terlalu besar membuatnya bebal. Hingga di suatu hari Safira dihantam kenyataan, Ombak memang selalu data...