18.Lagi dan lagi

Mulai dari awal
                                    

"Bisa aja kamu." Ayah Nasya memukul pelan bahu Syam. "Punya apa kamu mau nikahin anak Om?"

"Belum punya apa-apa, saya mau sukses dulu baru menikah. Saya ingin bisa membahagiakan keluarga kecil saya nanti." Syam berbicara apa adanya dan terdengar sangat lancar dan santai.

Ayah Nasya tersenyum. "Bagus-bagus, menantu idaman. Ayo masuk, kita bicara di dalem."

Ayah Nasya masuk ke dalam rumah, Nasya agak sedikit bergeser hingga mendekat pada dinding dan melongo tidak percaya. Nasya mengerjap saat Syam melewatinya dan tersenyum padanya.

Kini Syam sudah duduk di ruang tamu, Nasya perlahan berjalan ke arah ayahnya dan duduk di sampingnya. Selang beberapa detik bunda Nasya datang dan ikut bergabung.

"Astaga ganteng banget, anak siapa ini?" Wanita berhijab itu menatap Syam sambil tersenyum.

Syam menyalimi bunda Nasya. "Saya Syam tante, temennya Nasya."

"Dia calon suami Nasya, calon menantu kita," ucap ayah Nasya.

"Serius? Langsung kasih restu mah kalau calon mantunya kayak gini," balas bunda Nasya.

"Ayah sama bunda jangan gitu, kak Syam itu cuma temen aku." Demi apapun Nasya merasa tidak enak dengan Syam.

Tapi ada satu pertanyaan di benak Nasya, secepat itukah Syam bisa meluluhkan hati orang tuanya? Sebenarnya Syam memakai ilmu apa? Jangan-jangan Syam memakai ilmu menaklukkan calon mertua.

'Nggak sia-sia gue doain kak Syam, doa calon istri emang manjur. Eh, ngomong apa sih gue, kan cuma temen,' batin Nasya.

***

Setelah lima belas menit mengobrol dengan orang tua Nasya, Syam akhirnya di perbolehkan untuk mengajak Nasya pergi. Syam menghampiri Nasya yang sudah menaiki motor beat-nya.

"Kita berangkatnya bareng, naik motor lo," ucap Syam.

Nasya menatap bingung Syam. "Terus motor kakak gimana?"

"Tinggal di sini." Syam melirik motornya yang sudah terparkir rapi di halaman rumah Nasya.

Nasya tampak berpikir. "Emm ... Gimana ya kak? Kenapa nggak naik motor sendiri-sendiri?"

"Lo nggak mau semotor sama gue?" tanya Syam.

"Nggak gitu kak," balas Nasya.

"Ya udah turun, gue yang boncengin." Syam memegang setir motor Nasya.

Nasya akhirnya turun dari motornya. "Kenapa tiba-tiba pengen semotor?"

"Biar romantis," ucap Syam.

Syam tersenyum tipis kemudian naik ke atas motor Nasya. Sementara Nasya masih diam, dua kata yang keluar dari mulut Syam berhasil membuat jantungnya berdebar.

Semakin lama Syam semakin terang-terangan saja, ia bertingkah seolah-olah Nasya adalah masa depannya. Syam menatap Nasya yang masih diam.

"Naik, kok malah bengong? Mikirin apa?" tanya Syam.

"Nggak kok kak." Nasya segera naik motor dengan gaya menyamping karena dia sedang memakai rok.

"Nggak usah takut jatoh, gue bawa motornya pelan-pelan ... Biar lo nggak kenapa-napa." Syam mulai menyalakan mesin motornya.

"Iya, aku percaya sama kakak." Nasya berpegangan pada besi motor.

"Lo tahu Na? kita lagi simulasi. Biar setelah nikah nanti kita terbiasa naik motor bareng. Bedanya kalau sekarang lo nggak bisa pegangan sama gue, tapi kalau udah nikah lo bisa meluk gue sepuasnya," ujar Syam.

"Kakak mah ngaco." Nasya memalingkan wajahnya dan berusaha untuk tidak baper.

"Lo cantik Na." Syam tersenyum. "Lebih cantik lagi kalau lo udah jadi istri gue."

***

Friska duduk di teras sendirian sambil menatap foto Syam yang menjadi wallpaper-nya. Belakangan ini Friska jarang bersama Syam dan lebih sering bersama Adam. Friska menghela nafas panjang, ia masih belum sepenuhnya mengikhlaskan Syam.

'Ngelupain cinta pertama emang nggak semudah itu kan,' batin Friska.

"Kenapa sulit buat ngelupain Syam padahal gue udah tahu kalau Syam sukanya sama Nasya." Friska mencengkram pelan rambutnya.

Karena terlalu fokus pada Syam, Friska sampai tidak sadar jika Adam sudah berada di depannya. Cowok itu duduk di atas motor scoopy-nya dengan mesin motor yang masih menyala.

Gerbang rumah Friska tidak di tutup, karena melihat Friska yang ada di teras rumah maka sekalian saja Adam memasukkan motornya. Adam membunyikan klakson berkali-kali hingga menimbulkan suara berisik.

"Berisik!" Friska berdecak pelan kala melihat Adam. "Dam, mau gue bakar motor lo?!"

"Galak banget, jadi makin suka." Adam mematikan motornya kemudian turun dari motornya.

"Nggak sopan main sembarangan masuk ke rumah orang!" Friska menatap Adam yang sudah ada di depannya.

Adam duduk di samping Friska. "Kamu jauh lebih nggak sopan."

"Kenapa jadi gue yang nggak sopan kampret?!" Friska selalu saja emosi jika berurusan dengan Adam.

"Kamu udah masuk ke dalam hati saya tanpa izin." Adam tersenyum lebar.

'Kenapa gue selalu deg-degan setiap Adam gombalin gue? Sebenernya gue kenapa?' batin Friska.

"Nah loh diem, baper pasti hatinya keserempet cinta," ujar Adam.

Friska melotot, Adam itu sangat percaya diri sekali. Adam tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menggoda Friska, dan jangan lupakan otaknya yang selalu memikirkan tentang nikah.

"Sorry nih ya, selera gombal gue tuh dolar." Friska memasang wajah angkuh.

"Kamu masih belum move-on dari Syam?" Adam diam-diam melirik wallpaper ponsel Friska.

"Udah ... Lima persen," ucap Friska.

"Dikit banget, kalau suka sama saya udah berapa persen?" tanya Adam

"Satu persen," balas Friska.

"Makin dikit, makannya kalau move-on yang sat-set sat-set gitu loh." Adam masih tidak habis pikir.

"Ya nggak gampang lah, lo mana ngerti apa yang gue rasain!" sewot Friska.

Adam terdiam sejenak. "Siapa bilang? Saya ngerti."

'Karena nasib kita itu sama, saya lagi berusaha mengikhlaskan Ajwa ... Wanita yang menjadi cinta pertama saya,' lanjut Adam di dalam hati.

Bersambung...

Syam StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang