Jevan tertegun, tak menyangka akan mendengar hal seperti ini. Ia meraih kedua tangan yang masih berada di wajahnya kemudian menurunkannya. Sapu tangan dari genggaman Jikara diambilnya dan disimpan ke mangkuk di atas meja.
Lelaki itu memperhatikan gadis didepannya yang masih menunduk. Bibirnya terasa kelu untuk sekadar mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Faktanya, Jevan memang sedang dalam keadaan buruk sekarang.
"Gue ...," Jevan membasahi bibirnya beriringan dengan Jikara yang mendongak mendengar suaranya. "Gue capek. Boleh gue tidur sebentar?"
Jevan tidak bohong. Ia benar-benar merasa lelah dan ingin istirahat untuk melupakan lukanya. Beruntungnya, Jikara mengerti. Meski berat, akhirnya mengangguk, padahal ia ingin mendengar kejujuran dari bibir lelaki itu.
"Gue anter ke kamar Zian." Jikara bangkit, tapi Jevan segera menahan pergelangannya hingga ia menoleh.
"Gue tidur di sini aja," ucapnya lirih, "deket elo."
Seketika Jikara merasakan darahnya berdesir. Ia sempat tergagu sebelum kemudian kembali duduk. Jikara berdehem saat tiba-tiba merasa grogi.
"Em ... jadi-"
"Bisa geser ke ujung?" tanya Jevan menciptakan kernyitan di dahinya. Namun, pada akhirnya ia tetap mengikuti perintah tersebut dan menggeser duduknya hingga ujung sofa.
Jikara memperhatikan pergerakan Jevan yang tanpa disangka menyimpan kepala di pangkuannya hingga ia terkesiap.
"Sebentar aja ya, Ji?" pintanya dengan tatapan yang tak sanggup Jikara tolak. Anggukan yang ia berikan menciptakan senyum tipis di bibir Jevan.
Entah dorongan dari mana, Jikara menyimpan tangannya di kepala serta bahu lelaki itu, memberikan usapan lembut, berharap dapat mengurangi kegusaran pujaan hatinya.
"Rasanya capek banget," ucap Jevan sarat putus asa.
"Gue tau." Jikara menanggapi dengan suara lembut. "Makanya istirahat, jangan banyak bicara."
Jevan menatap wajahnya tanpa berkedip. Hal tersebut membuat Jikara salah tingkah. "Cepet ti-" Gadis itu menahan napas saat Jevan mengambil tangan dari bahunya, beralih menggenggam erat dan menyimpannya di dada. Dapat Jikara rasakan detakan keras di dalam sana. "Jev-"
"Gue tidur ya?" pinta Jevan lalu memejamkan mata.
Tak ada pilihan, Jikara membiarkan lelaki itu melakukan hal yang disukainya. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya, mengusap kepala Jevan yang mulai masuk ke dunia mimpi.
Bertahan ya, Jev. Batin Jikara tanpa memutuskan tatapan pada wajah memar Jevan. Ia kira, usahanya mulai berhasil, apalagi saat pagi tadi melihat sepasang ayah dan anak tersebut tampak tidak berniat saling mengusik. Ternyata dugaannya salah. Jikara harus berusaha lebih keras lagi.
***Sepasang ibu dan anak itu memasuki halaman dengan kendaraan beroda duanya. Kebetulan sepulang sekolah, Zian langsung menjemput Firda yang baru selesai belanja bulanan.
Lelaki berusia 17 tahun itu mengambil alih dua kantung kresek besar dari tangan bundanya dan membiarkan wanita yang melahirkannya memasuki rumah terlebih dahulu.
Zian hendak bertanya ketika melihat sang bunda mematung di pintu menuju ruang keluarga. Namun, Firda dengan raut terkejut segera menyimpan telunjuk di depan bibirnya, mengisyaratkan agar putranya diam.
Mengernyit tak paham, ia mendekati bundanya lalu mengarahkan tatapan disusul dengan matanya yang membola melihat sepasang anak manusia sedang tertidur pulas di sofa.
"Woah!" Zian menutup mulutnya kemudian berbisik pada Firda yang tampak bingung untuk membangunkan atau membiarkan. "Mereka pacaran, Bun?"
Wanita berjilbab cokelat itu mengedikkan bahu. Putri sulungnya belum menceritakan apa pun padanya, jadi melihat pemandangan di depannya terang saja membuatnya cukup terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasy"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...
36- Batasan sebuah Hubungan
Mulai dari awal