:::

Dengan bantuan cermin di kamar mandi kamarnya, Mateo melihat dengan susah bekas kebiruan di punggungnya. Ternyata adegan di kelas kemarin benar-benar meninggalkan lebam.

Mateo memakai kaos putihnya dan mengeringkan rambutnya yang masih basah sehabis mandi. Lelaki itu keluar kamar dan mencari sang ibu.

"Mom.. Kau ada obat lebam?" Tanya Mateo pada ibunya yang sedang di dapur.

Tara—ibu Mateo langsung mengamati wajah anaknya. "Kau berkelahi?"

"Tidak. Hanya kepentok meja."

Sebuah tawa menyahut dari arah belakang Mateo, dia adalah Marssha—adik perempuan pertamanya. "Sangat tidak keren." Ejek Marssha.

Tara mengambil kotak berisi obat-obatan yang ada di lemari atas kulkas dan mencarikan salep.

"Di bagian mana kau terluka?"

"Aku bisa mengobatinya sendiri." Mateo mengambil salep itu, tak ingin ibunya khawatir jika melihat bekas lebamnya.

"Tunjukan dulu dimana yang terluka. Aku harus melihatnya."

Marssha mendekat Mateo dan menepuk punggungnya, membuat Mateo langsung meringis. "Apa yang kau lakukan?" Sungut Mateo.

"Itu di punggung Mom!" Jawab Marssha yang membuat Tara langsung memaksa membuka kaos Mateo.

Tara dan Marssha terdiam ketika melihat lebam yang besar ada di punggung Mateo. "Kau yakin ini kepentok meja? Kau seperti habis kecelakaan mobil." Komentar Tara, menurutnya lebam itu terlalu besar jika hanya karena kepentok meja.

Marssha menatap curiga Mateo. Dia bukan tipe yang akan berkelahi, dan pasti ada sesuatu di sekolah yang dirinya tak ketahui. Biasanya kabar tentang kakaknya akan sangat cepat menyebar, bahkan sampai ke gedung SMP.

Tara membawa Mateo duduk di sofa dan memaksa membantu mengobatinya. Dan Mateo hanya bisa pasrah, ia tak bisa melawan jika berurusan dengan ibu tercintanya.

Sedangkan Marssha, anak itu langsung kembali ke kamarnya untuk mencari rumor tentang kakaknya di sekolah.

Setelah selesai mengobati, Mateo kembali ke kamar dan mengganti pakaian. Sebenarnya ia ada janji di sabtu sore ini. Dan dia sudah terlambat. Lelaki itu mengecup pipi ibunya sebelum berpamitan.

Mateo melajukan mobilnya menuju tempat janjiannya bersama teman. Dia memang belum memiliki izin sah mengemudi karena masih di bawah umur. Tapi ayahnya sudah membolehkannya mengendarai mobil sendiri dan membawanya ke sekolah.

Di rumah temannya, beberapa orang sudah berkumpul. Tiga botol alkohol dan beberapa gelas sudah tersaji di atas meja depan televisi. Ya, ini adalah salah satu kenakalan remaja yang di lakukan Mateo. Dia sudah beberapa kali mencicipi alkohol tanpa sepengetahuan orang tua nya.

Dia tak banyak minum. Lagi pula, ia tak ingin mulutnya terlalu bau alkohol dan Tara mengomelinya.

"Hei kau tak membawa cemilan yang ku pesan?" Abel, selaku tuan rumah langsung bersuara karena Mateo datang terlambat dan tak membawa apapun.

"Aku lupa."

"Cepat pergi ke mini market dan beli cemilan."

Mateo tak protes saat Abel langsung mengusirnya dan menuruhnya membeli makanan di mini market yang ada di ujung jalan. Ia langsung mengambil beberapa cemilan yang bisa menemaninya menonton bola bersama.

Di tengah Mateo memasukan cemilan ke dalam keranjang. Sudut matanya menangkap sosok gadis yang baru saja masuk. Sosok yang sama sekali tak asing untuknya, Ailee.

Mateo memeriksa pengelihatannya lagi, memastikan bahwa ia tak berhalusinasi. Kadang ia tak mempercayai keberuntungannya bisa bertemu dengan Ailee tanpa sengaja di luar sekolah.

Ailee mengambil beberapa mi instan dan ia terkejut saat membalikkan badan, sosok yang paling ia benci sudah berdiri di depannya.

"Rumahmu di sekitar sini?" Tanya Mateo yang tak tau bahwa Ailee tinggal di lingkungan yang sama dengan Abel.

Wajah Ailee terlihat sudah masam. Ia tak menyangka akan bertemu dengan Mateo di akhir pekan. "Itu bukan urusanmu."

"Kakak, aku mau es krim.." seorang anak laki-laki berumur sekitar lima tahun menghampiri Ailee dengan sebuah coklat di tangannya.

"Dia adikmu?"

Adik Ailee mendongak, menatap Mateo yang tinggi. Ia terlihat mengerjab beberapa kali, menilai penampilan Mateo yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Mateo mengulurkan tangannya, mengelus rambut adik Ailee. "Kau mau ku belikan es krim?" Tanya Mateo dengan nada mendekati anak-anaknya. Dia sudah terbiasa dengan anak kecil, terutama anak perempuan.

"Miles, jangan dekat-dekat dengan om aneh."

"Hei, teganya kau menyebutku om-om."

Ailee meraih tangan Miles dan membawanya menuju tempat es krim. Ia menggendong Miles yang masih terlalu pendek untuk melihat isi box es krim.

Mateo memeriksa ponselnya yang sedari tadi berdering. Itu pesan dari temannya untuk segera kembali karena pertandingan bola sudah akan dimulai dan mereka butuh cemilan.

Tapi bukannya membalas, Mateo malah mensilent ponselnya dan kembali mendekati Ailee. Ia tak bisa pertandingan bola mengganggu pertemuan tak terduganya.

Bersambung...



Sori lupa update, baru beres kerjaan

Udah tersedia juga versi ebook di Play store & Play books
Keyword: kkenzobt

Udah tersedia juga versi ebook di Play store & Play booksKeyword: kkenzobt

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Burning DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang