"Nggak wajar gimana?"

"Iya, masa kadang suka peluk-pelukan gitu. Terus sempet pernah aku liat mereka ciuman di dapur rumah aku. Mau aku aduin ke Mamah sama Papah, tapi nggak boleh sama Kak Riyan. Katanya, anak kecil dilarang ikut campur urusan orang gede."

Cerita tentang Kay dari mulut Ranya-lah yang membuka kembali jalan pikiran Jefri menuju Anna. Ia membuka ponsel, mengirimi Anna pesan.

Istri Boongan yang Lagi Nyidam

Na, udah pulang, belum?


Tiap satu menit, Jefri cek, tetapi balasannya nihil.

"Ranya."

"Iya, Kak."

"Saya pergi bentar, ya."

"Kemana?"

"Nanti balik lagi."

Jefri tidak bisa bertahan dengan pikiran yang sibuk menggusarkan Anna. Ia ragu, jika Kay datang menjemput Anna.

Dan, benar saja, ketika tiba di depan gerbang sekolah, Jefri masih menemukan Anna berjongkok entah sedang apa.

"Anna!"

Jefri panggil.

"Jefri!"

Sosoknya mendongak, beranjak bangkit dengan senyum yang merekah.

Jefri pun datang bukan untuk menjemput Anna. Ia hanya sebatas memberikan uang agar anak itu bisa pulang dengan sendirinya.

"Buat naik ojek. Buruan pulang nanti keburu ujan."

Jefri tinggalkan Anna seusai berlaku demikian. Bukan maksud apa-apa. Ia hanya tidak bisa melalaikan kewajiban. Ia dapat upah lumayan besar dari Papah Ranya, maka berarti ia tidak boleh mengecewakan.

Sebelum tiba kembali di rumah Ranya, Jefri sempat berpapasan dengan hujan yang derasnya tiba-tiba. Seragam olahraganya basah. Hendak ia ganti dengan seragam sekolah tetapi Ranya dengan murah hati meminjamkan kaos hitam milik kakaknya.

Kata Ranya, "Pakai aja! Dari pada nanti sakit."

Kembali ia duduk setelah berganti pakaian. Rambutnya agak basah, sisa air wudhu, membuat Ranya terpaku.

"Ayo lanjut, Ran."

Ranya tak menjawab karena sibuk memerhatikan Jefri yang beralih duduk di sebelahnya. Suara rendah Jefri menggema dalam ruangan, mematah penjelasan teori demi teori sampai kemudian menghening sedetik tepat usai pipinya diberi kecup.

"Eh, maaf, Kak. Abisnya, Kak Jefri ganteng banget jadi nggak nahan buat nyium."

Jefri bungkam. Tatapannya setengah kelam.

"Kerjain!"

Soal-soal dilingkari. Jefri berikan pada Ranya, tetapi Ranya menyingkirkan itu.

"Kak, Ranya suka sama Kakak."

Tidak ada bunga-bunga bahagia meletup dalam diri Jefri ketika mendengar pernyataan Ranya. Yang ada hanya duka.

Iya. Jefri berduka karena sebentar lagi penolakan akan lahir dari lisannya yang tentu akan melempar Ranya pada jajaran perempuan patah hati di muka bumi.

"Kakak gimana? Cewek yang ditaksir Kak Jefri sebenarnya aku bukan, sih?"

Jefri menggeleng jujur.

"Siapa, Kak?"

Hening.

"Kak Anna, ya?"

Ternyata, tebakan Ranya setepat itu. Jefri tak menyangkal, tak juga mengiyakan.

"Ayo belajar lagi, Ranya."

"Bener, ya? Kak Jefri naksir Kak Anna?"

"Tadi Kak Jefri jemput Kak Anna, 'kan?"

Ranya menunduk sebab seluruh pertanyaannya tak terjawab. Ia kehilangan semangat untuk belajar sehingga dibereskannya buku-buku. Dibereskannya pertemuan petang itu, dan seterusnya sebab ia berkata terus terang tidak mau lagi belajar bersama Jefri.

Pulang memboyong perasaan tak nyaman, Jefri temui keheningan di tengah malam, menengok pesannya pada Anna yang tak kunjung terbalaskan.

Istri Boongan yang Lagi Nyidam

Na, udah sampe rumah 'kan?

Kalo kamu senggang, saya mau nelpon, boleh?


Nggak.

[]

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang