"Apaan tuh?"
"Janji buat manggil pake petname nggak cuma di telepon aja, tapi juga pas ketemu langsung."
"STEVE!" Tala salah tingkah.
"Yes, Love."
"I can't do this," ujar Tala sebelum ia berlari menuju kelasnya dan menghindari Steven sepenuhnya, sepanjang hari itu.
*
"Jadi, Steven?"Itu suara Maura saat Tala baru duduk. Mereka berdua memang kebetulan satu kelas dan teman sebangku, sedangkan Sergio dan Dean berbeda kelas. Namun saat jam istirahat, paling-paling Dean akan mampir mengingat berita menggemparkan yang bahkan Maura sudah tahu saat Tala belum sampai kelas.
"Udah ramai banget di base sekolah pasti?"
Maura setengah menjerit. "Iya lah gila! Siapa sih yang nggak mau digosipin jalan sama Steven!"
"Kecuali gue, Maura, seriusan deh."
Maura menjitak kepala Tala. "Jangan gitu, nyet. Lo kadang gak bersyukur ya."
"Bersyukur itu kalau gue satu-satunya. Ini kan emang Steven yang baik sama semua orang," ujar Tala, belum menyebutkan detail percakapan sepanjang jalan menuju kelas tadi pada Maura.
"Aduh denger ya, Tal, gue tau Steven emang baik ke semua orang tapi yang Steven lakuin emang bare minimum manusia ke manusia kali? Oke, lo denger banyak cewek yang dianter pulang sama Steven, tapi apa lo tau para cewek itu emang kadang nggak ada yang nganter pulang. Nih ya biar tambah meyakinkan, lo setiap hari denger cerita Steven pulang sama cewek beda-beda, tapi apa pernah lo denger cerita Steven berangkat bareng cewek? Atau nungguin ceweknya di titik antar deh karena nggak bisa berangkat bareng? Cuma elu, Tal, gitu aja masa gak paham sih elah." Maura menjelaskan dengan sangat menggebu seolah-olah kalau Tala ini memang tolol (iya sih).
Tala ingin menimpali Maura, tetapi suara pintu kelas tertutup membuatnya urung. Guru pelajaran pertama sudah masuk dan membuat seluruh kata-kata yang disiapkan Tala menguap entah ke mana.
Sebelum pelajaran dimulai, Maura masih sempat berbisik, "lagian ya lo sama Steven tuh aneh. Di chat, di telepon manggilnya aku-kamu tapi kalo langsung ketemu kok berubah jadi lo-gue. Jadi, itu ide siapa? Tebakan gue sih ide Anantala yang nggak mau ketahuan kalau selama ini dia deket sama Steven ya."
Maura memang kampret.
*
"KATA GUE JUGA APA, NYET!" Dean lah yang teriak, siapa lagi?
"Steven beneran naksir lo, 'kan?!" kali ini walau volume-nya lebih kecil, tetap saja Dean masih terdengar antusias.
"Parah gue punya temen berhasil naklukin buayanya sekolah! Tepuk tangan buat Tala!!!"
"Dean ih, malu-maluin!" Maura mencibir.
Tentu saja kegiatan makan siang di kantin pun terasa nggak nyaman untuk Tala. Banyak mata yang tertuju padanya, baik laki-laki maupun perempuan. Menurut Tala, berbeda dengan para hawa yang lebih menunjukkan iri dan sakit hati, kebanyakan adam yang memandang Tala terang-terangan itu hanya ingin tahu selera Steven Rey itu seperti apa sih.
Tala merasa tidak nyaman. Namun perut laparnya berhasil mengusir semua ketidaknyamanan itu ya. Kalau bukan demi perut, Tala mana mau sih keluar kelas sambil meladeni tatapan tidak tahu diri dari orang-orang kepo.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BEST FRIEND'S BROTHER
Teen Fiction(SLOW UPDATE) Atas usul Tala, grup pertemanan berisi empat orang itu setuju kalau liburan kelulusan SMA mereka akan berlibur di sebuah rumah danau milik keluarga Sergio yang letaknya cukup jauh dari kota. Segala persiapan berjalan dengan lancar, be...
2 | a day full of steven
Mulai dari awal