Raja tersenyum tipis, menandakan kalau dipanggil bapak bukanlah sebuah masalah besar.
"Jadi ini saya nganterin mas Raja?"
"Bukan, pak, tapi temen saya yang agak gendeng ini."
Sang bapak cuma bisa tertawa canggung mengahadapi tingkah dua remaja di hadapannya itu.
Belum sempat sang bapak menyerahkan helm berwarna hijau pada Gia, Malais sudah lebih dulu merangkul pundak sang bapak dengan sok akrabnya. "Kita selfie bentar yuk, pak? Buat kenang-kenangan." Anehnya, sang bapak nurut-nurut aja, bahkan ikut berpose dengan menunjukkan jari jempolnya.
Padahal sebenernya selfie sama si bapak cuma gimmick nya Raja doang buat jaga-jaga kalau semisalnya Gia dibawa kabur, yaa meskipun kemungkinannya sangat kecil.
Gia mencibir, "apa sih sok akrab banget?"
"Biarin, wle." Raja menjulurkan lidahnya. Benar-benar ingin Gia kaplok saat itu juga.
"Hati-hati, pak. Saya pantau lewat hp loh."
"Heh, emangnya si bapak narapidana gitu pakai lo pantau segala?" Gianna bertanya sebal.
"Kata siapa gue mau pantau bapaknya? Orang gue mantau lo."
"........"
Tunggu, kenapa tiba-tiba dada Gia berdebar?
"Hati-hati. Kalau udah sampai rumah kabarin. Denger gak lo?"
"Ogah."
"Kabarin pokoknya. Awas kalau gak."
"Kenapa emangnya kalau gak?"
Raja tidak menjawab. Cowok itu hanya tersenyum, entah apa maksudnya. Hanya saja Gia dapat langsung mengerti kalau pasti maksud dari senyuman itu bukanlah hal bagus.
Ini sungguh aneh. Kenapa waktu sampai di rumah, Gianna benar-benar mengabari laki-laki itu? Anehnya lagi, Gia bahkan tersenyum waktu laki-laki itu membalas pesannya. Harusnya ia tak peduli kan?
"Kak, itu yang di mesin cuci jaket siapa— itu yang kamu pakai baju siapa?!"
Gianna terlonjak kaget. "Ma, kayak ada yang mati aja.. kaget aku!"
Mama tak terlalu peduli dengan keadaan jantung anak sulungnya itu, ia lebih kepo dengan pemilik baju yang melekat di badan Gia. "Gede banget itu, baju siapa? Pacar?"
Matanya melotot sempurna, "sejak kapan aku punya pacar?! Haechan kali pacarku!"
"Ck, halu terosss. Sadar, kak! Udah gede juga. Cari pacar beneran sana!"
"Ogah," sahut Gia cuek sambil berlalu melewati mamanya yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.
"Heh, mama tanya loh. Baju siapa itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I WISH U | Huang Renjun
Teen FictionTentang bagaimana mereka si para pemimpi belajar bahwa masa muda adalah masa yang paling layak untuk diingat. Tidak semua angan harus digapai dan semua harap dikabulkan. Ini tentang bagaimana mereka mengikhlaskan. "Kita itu seperti kupu-kupu. Tumbu...
Third note
Mulai dari awal