Benar-Benar Menyerah

Start from the beginning
                                    

Ya, meskipun tak sesekali sih, Anandhi membuat keributan di sekolah dengan alasan mulut mereka mengganggunya.

Anandhi tipekal orang yang jika diusik sekali akan diam, tetapi jika itu berkali-kali terpaksa kekerasan yang berjalan. Dari pada menyimpan rasa sakit dengan omongan orang lain berlarut-larut. Anandhi lebih memilih menyelesaikannya saat itu juga walaupun harus melewati jalur keras.

"Ceritalah, An. Sampai lu diem terus. Apa lu gak anggep gue sebagai sahabat lu?" Tuntut Stevi sedikit mendesak agar Anandhi mau berbicara.

Sebagai seorang sahabat tentu dia sedikit banyak merasakan kesakitan Anandhi meski hanya dengan mendengarkan ceritanya saja.

"Nantilah tunggu kita selesai makan nanti gue ceritain." Putus Ana yang segera mendapatkan anggukan tegas dari Stevi.

"Cerita apaan nih, kok, gue gak dikasih tahu?" tanya Gisel yang entah sejak kapan berdiri di depan mereka dibantu satu orang cowok yang membawa semua makanan mereka menggunakan nampan.

"Kak Inces, ini makanannya," ucap cowok itu membuat Gisel langsung arah tubuhnya menghadapan cowok di depan yang memiliki fisik tubuh yang tinggi 175cm.

"Ah, jadi lupakan. Makasih yang adek kelas yang ganteng. Nanti Kak Inces chat di Wh*tsApp sesuai kesepakatan," ucap Gisel genit dengan tak lupa kedipan sebelah mata kirinya membuat cowok yang bernama Wahyu itu sedikit tersipu malu.

"Sama-sama, Kak Inces. Aku bantu letakin makanannya di meja, ya," jawab Wahyu sambil mulai meletakkan makanan di atas meja dibantu oleh Gisel yang sedikit salah tingkah.

Setelah setelah meletakkan makanan di atas meja. Wahyu mimanta izin Gisel untuk pergi yang tentu langsung diizinkan oleh Gisel sendiri.

"Cepat mata lu bawa pesenan kita bukannya tuh antrian masih lama," ucap Stevi sambil mulai menganduk makanannya.

"Kek gak tahu gue aja lu. Ya, gimana ya, bukannya sombong sih, tapi emang sombong. Gue' kan cantik dari lahir dan kecantikan tiada tara ini membuat beberapa cowok luluh termasuk adik kelas tadi. Berkat kepintaran gue makanan dia dan temannya dikasih dengan imbalan gue chatting sama dia di wh*tsApp nanti. Terus satu lagi ini gratis ditaktir sama dia. Fiks type cowok aku banget  jadi keknya gue bakal ngasih peluang buat dia," jelas Gisel panjang lebih sampai tidak sadar Anandhi dan Stevi telah menghabiskan setengah makanan mereka.

"Bagus-bagus, gue dukung kok, lu sama adek kelas tadi." Anandhi menyahut sambil menambahkan cabe yang begitu banyaj ke dalam kuah baksonya membuat matanya berair karena kepedasan.

"Gue dukung sih, tapi jangan sampai kek Anandhi, bucinnya mengalir sampai jauh hingga lupa untuk menggunakan akal jangan perasaan melulu." Stevi berucap dengan sedikit menyindir Anandhi.

"Dih! Belum ngerasin jatuh cinta sih, jadi gak tahu nikmat dan sakitnya bucin itu gimana," jawab Anandhi dengan tenang.

"Tenang-tenang guys. Inces gak bakal dipengaruhin cowok sampai ngemis cinta yang ada Inces Gisel bakal buat mereka yang tergila-gila menginginkan cinta Inces!" jawab Gisel bangga.

Stevi dan Anandhi hanya mencebikkan bibir mengejek tingkah Gisel yang begitu kepedean.

Ketiganya larut dalam percakapan hingga tanpa sadar bahwa makan mereka telah habis tak tersisa.

"Gue cuma ngasih tahu kalo gue mulai detik ini bener-bener berhenti mengejar Langit!" ucap Anandhi tiba-tiba membuat Stevi dan Gisel yang barus saja kekenyang mendadak melotot spontan.

"Bohong lu!" ucap keduanya serentak tak percaya.

"Serius! Gue mikir buat apa perjuangin seseorang yang dengan jelas tidak mau diperjuangkan dan lagian ada Kenzo yang benar-benae menginginkan gue, lantas kenapa gue harus menyia-nyiakan yang cinta itu." Anandhi berucap mantap membuat Gisel dan Stevi langsung saling pandang.

"Ini Anandhi, Kan?" tanya Gisel tak percaya.

"Interview dulahlah. Alamat rumah lu di mana?" tanya Stevi ikut-ikutan.

"Nama ayah dan ibu lu siapa?"

"Tanggal lahir berapa?"

"Ingat jalan pulang gak?"

"Apaan sih, lu pada dikira gue amnesia kali ditanya hal yang tentu gue tahu jawabannya," jawab Anandhi ketus.

Enak saja dua prik ini menganggap dirinya amnesia.

"Yey! Akhirnya sahabat kita waras dan menggunakan otaknya dengan benar kali ini!" Gisel memiki dengan segera memeluk Stevi senang.

"Alhamdulillah," ucap Stevi membalas pelukan Gisel.

"Selemat ya, gue harap lu bisa move on dari sekarang."

Gisel dan Stevi menyalami tangan Anandhi bergantian sebelum beberapa detik selanjutnya mereka berpelukan bertiga dengsn erat.

Tanpa mereka berdua sadari. Sekuat tenaga Anandhi menahan air matanya karena bagaimanapun juga melepaskan orang yang sudah kita cintai selama bertahun-tahun itu tidaklah mudah. Meskipun cinta itu bertepuk sebelah tangan.

Bersambung ....

Typo bertebaran wkwkwk. Maaf guys males cek ulang:-(

Bonus Qoutes

Bonus Qoutes

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Mengejar Cinta Langit (On Going)Where stories live. Discover now