Aye kagak boleh seperti ini! Siapa aye sampai berani menanyai perwira Jepang?
Selama pertunjukan, mata Menik tak bisa lepas dari Yuuto. Tapi, begitu pertunjukan selesai, Menik kehilangan sasarannya. Para penonton yang berdiri hampir serentak hendak keluar dari barisan kursi, menghalangi pandangan Menik. Sementara Menik juga ikut bangkit dan tak sadar melongokkan kepala ke kanan kiri, untuk mencari-cari laki-laki yang dia rindukan.
"Ayo?" Joko sudah berdiri dan mengulurkan tangannya.
Perempuan itu menoleh, lalu melongo.
"Kamu kenapa?" Joko membungkuk, sambil memicingkan mata untuk mengamati ekspresi Menik.
"Kagak." Menik menggeleng. Matanya masih mengedar ke semua arah di ballroom yang cukup besar untuk digunakan sebagai tempat pertunjukan. Menik lalu berjalan sendiri ke arah lain, tak menghiraukan uluran tangan Joko.
Sementara itu, Joko mengamati tangannya yang masih terulur sambil tersenyum miris. Ya, Menik masih saja menolaknya secara halus. Walau terselip kecewa, tapi tetap Joko berusaha menepisnya.
Saat mereka berjalan di lobi depan Sendenbu yang dulunya merupakan hotel milik L.C Schomper, langkah Menik terhenti. Akhirnya, dia menemukan yang dicari. Tapi, sesaat kemudian matanya nanar menatap laki-laki yang bercakap dengan seorang perempuan cantik berkulit kuning.
Joko yang mengetahui langkah Menik tersendat, berbalik. Dia mengurut tatapan Menik. Joko mendengkus. Dia kini memberanikan diri meraih tangan Menik, dan menggandengnya, walau Menik berusaha mengurai kaitan tangan Joko.
"Bang?" Langkah Menik pendek-pendek namun cepat, berusaha mengimbangi jalan Joko. Dia tidak ingin terlihat bersama Joko di depan Yuuto sekarang.
Namun, Joko tidak berusaha melepaskan tangan Menik. Menik hanya bisa mengeratkan rahang, saat jarak mereka semakin terkikis, hingga akhirnya Yuuto menyadari keberadaan mereka.
Yuuto tersenyum sendu dan membungkuk membalas sapaan Joko dan Menik. Tapi, Yuuto tidak menunjukkan ada hubungan lebih dengan Menik. Dia berlaku seolah-olah tidak mengenalnya.
"Joko-san, apa kabar?" Alih-alih menyapa Menik, Yuuto justru menyapa Joko. Hati Menik tercubit. Apakah benar kata Kenta kalau Yuuto telah melupakannya? Di depan Menik sekarang ini ada wanita Indonesia yang terlihat berpendidikan. Sangat cocok dengan dokter seperti Yuuto.
"Baik-baik saja. Bagaimana kondisi Sensei? Saya dengar Sensei baru dibebaskan?"
"Seperti yang kamu lihat." Yuuto tersenyum lebar. Matanya melirik ke arah Menik yang bibirnya sudah mencebik. "Boleh bicara sebentar?"
Joko dan Yuuto akhirnya berlalu dari hadapan Menik meninggalkan Menik serta wanita itu sendiri. Rasanya Menik ingin segera pergi dari tempat itu. Entah kenapa, dia sangat kikuk dengan keadaan ini.
"Hallo, saya Ningrum." Wanita itu mengulurkan tangannya dengan tarikan bibir yang membuat pipi segarnya menggelembung.
Dengan canggung, Menik menerima uluran tangan Ningrum. "Saya … Menik. Ehm, anda cocok sekali dengan Tuan Dokter.”
Kali ini, Menik merutuki lidahnya. Untuk apa dia berkomentar seperti itu? Namun, perempuan itu justru terkekeh memperlihatkan deretan gigi yang putih.
“Oh, ya?” Mata Ningrum yang bulat membeliak lebar. “Anda sudah orang kesekian yang berkata begitu.”
Seketika, hati Menik terbakar api cemburu. Stagen yang melilit pinggangnya seolah ingin menekan dadanya hingga susah bernapas. Setelah itu tak ada pembicaraan di antara mereka, karena Menik tak mampu lagi membuka mulut saking lidahnya kelu, hingga Ningrum tiba-tiba dipanggil seseorang, dan harus meninggalkan Menik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menik (Completed)
Historical Fiction19 Oktober 2022 --> short list The Wattys Award 2022 genre historical fiction 19 Nov 2022 --> Winner The Wattys Award 2022 genre historical fiction Di awal tahun 1944, hari bahagia Menik lenyap, saat dia melihat suaminya dijatuhi hukuman mati di alu...
24. Tidak Ditakdirkan
Mulai dari awal