Chapter 26 - His Kind Gesture Was Everything

Mulai dari awal
                                    

Ini menyeramkan. Mengapa kita harus mendapat bagian di dekat mulut hutan? Mengapa aku—si anak baru—berada di grup yang berbeda? Di kelompok penuh dengan anggota berkemampuan di atas rata-rata pula!

Aku terkejut saat merasakan sentuhan lembut di tanganku yang dingin. Aku mengadah lambat, mendapati Helen—yang sebelumnya di samping Ivan—tengah menggenggam telapak tanganku. Pandangan kami bertemu saat dia menyadari tatapan bingung dariku. Helen hanya tersenyum, tidak menanyakan apa pun dan membagikan kenyamanannya.

Rasanya ingin menghela napas lega atas kebaikan hati tersebut. Karena selama ini, aku lah yang selalu menggenggam tangan mereka, itu pun bila tidak disadari oleh rasa gugup atau rasa bersalah.

"Bukannya peri-peri itu akan terbang pergi bila menyadari kedatangan kita dengan cahaya seterang ini?" Itu suara Jun, tengah bertanya kepada Damien.

"Kita akan memadamkannya kalau sudah dekat di sekitar arena taman." Damien membalas dengan santai. "Katanya mereka usil dan suka mendekati sesuatu yang menarik. Kadang itu hal yang bercahaya, seperti perhiasan atau barang kecil lainnya. Mereka tidak jauh berbeda dari burung gagak."

"Kita pakai kau saja."

Ivan terbahak saat mendengar ucapan Shirogane-san yang datang tiba-tiba. Aku juga menyadari bahu Minerva bergetar untuk menahan tawa.

Damien menatap jengah pada Shirogane-san, sementara laki-laki itu menatapnya dengan datar. "Aku enggak salah, kan? Coba kau marah disana. Pakai rambutmu saja, mereka sudah mengelilingimu."

"Lampu jalan dan laron."

Helen ikutan tertawa. "Sebuah OTP yang tidak bisa dipungkiri."

Keheningan telah diisi oleh tawa karena menggoda Damien. Aku pun tertawa, merasa puas melihat wajah Damien yang terlihat pasrah menjadi samsak mereka, seolah sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini.

Ternyata kelompok ini tidak seburuk yang kuduga bila bisa melihat Damien jadi bahan godaan.

"Yunia, boleh aku tahu apa sihirmu?" Aku menoleh ke arah Helen yang melirik sekilas.

"Sihirku?" Pertanyaan itu datang tiba-tiba. Aku belum menyiapkan jawaban yang gampang diterima.

Helen mengangguk. "Iya, karena aku ingin menyesuaikan dengan kinerja tim kita. Kami sudah saling kenal dengan satu sama lain, dan tahu bagaimana sihir kami bekerja karena kami melatih bersama." Lidahku menjadi pahit mendengar penjelasannya. "Eum, kecuali Solon, sih... Aku tidak tahu apa nama sihirnya."

Secara reflek, aku mengangkat kedua alis. Siapa nama orang ini? Harus berapa banyak orang yang harus kukenal agar tidak merasa tertinggal?

"Kenapa?" Alisku menekuk. Apa Shirogane-san menunujukkan sikap acuh tak acuh yang sama, seperti saat kami SMP? "Bukannya kalian sering berlatih bersama?"

Helen meringis pelan. "Elemen yang dikeluarkan selalu berbeda, ditambah dia jarang menggunakan sihirnya. Setiap kami atau murid lain bertanya apa nama sihirnya, Solon terang-terangan mengatakan bahwa dia tidak ingin kasih tahu. Jadi... kami akan menghargai privasinya."

Elemen yang berbeda? Aku tahu bahwa satu individu bisa memiliki dua sihir, seperti Emma. Tapi elemen berbeda untuk satu individu? Aku belum yakin.

Apa sihir dia tidak jauh berbeda dengan milikku?

"Ada sih, satu murid yang sama dengan Solon. Sihirnya bagaikan privasi tapi bukan berarti itu semacam rahasia. Dia suka menggunakan sihirnya di sekitar orang lain, hanya saja tidak ingin menjelaskan apa pun." Helen mengedikkan bahu. "Mungkin itu sikap naturalnya."

Helen berbicara lebih banyak, mungkin karena kita satu tim dan dia ingin menjadi dekat kepadaku dengan cara membicarakan orang lain. Metodenya berhasil, sekarang aku ingin tahu sosok seperti yang mirip dengan Solon. Bahkan Helen terlihat ingin membicarakan banyak hal, tapi memilih menahan dirinya sendiri entah kenapa.

The Fraudulent: Severed MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang