"Gitu ya? Emang kenapa lo nggak suka sama gue sebelum kejadian itu?" Sunwoo melirik pemuda manis yang duduk di sofa rumahnya, lalu ia tersenyum. Kemudian berjalan menghampiri Haknyeon dengan segelas sirup berwarna orange di tangannya. "Minum dulu. Nanti lo haus lagi," katanya seraya meletakkan gelas itu di atas meja.

"Makasih." Haknyeon mengambil gelas tersebut dan meminum isinya sebelum ia bicara lagi. "Enggak tau. Gue sebel aja gitu. Kesel lebih tepatnya."

"Emang kesel sama sebel tuh beda, ya?"

"Beda. Maybe?" Haknyeon menggaruk kepalanya. "Pokoknya nggak suka deh! Soalnya... ya gimana, ya? Lo sama temen-temen lo tuh orang paling nggak jelas di sekolah kalo dari versi gue. I mean, waktu itu kayak Aduh, kalian itu jarang masuk, sekalinya masuk malah bikin rusuh, kerjaannya buat masalah mulu. Apalagi pas ada kabar lo berantem sama guru olahraga, siapa tuh namanya? Gue lupa kan jadinya."

"Pak Daniel." Sunwoo pun menambahi.

"Iya. Pak Daniel." Haknyeon mengangguk. "Pokoknya di mata gue, lo itu nakal, nyebelin, rusuh, sok jagoan, sok ganteng. Pokoknya nggak ada baik-baiknya."

"Hyunjin juga termasuk?" tanya Sunwoo seraya mengulum senyum. Haknyeon kemudian mengangguk. "Iya, tapi nggak separah lo, sih. Cuma kadang sama-sama ngeselin."

"Sekarang?"

"Yaaa sebenernya masih kayak gitu sih. Cuma rada berubah aja. Atau mungkin...."

"Mungkin gimana?"

"Mungkin lo nggak berubah. Cuma persepsi gue tentang lo yang selama ini nggak seratus persen bener." Haknyeon menatap Sunwoo untuk yang kesekian kalinya dan cowok berambut hitam itu masih menyimak apa yang ia katakan.

"Terus abis itu?"

"Ya, intinya.... Nggak semua yang ada di diri lo itu buruk. Karena semua kan fifthy-fifthy, punya sisi baik dan buruk. Harusnya gue juga ngaca sih kalo gue juga pasti punya sisi buruk, Sama kayak lo. Dan gue nyadar aja, Mungkin selama ini gue terlalu banyak nilai lo dari apa yang keliatan aja."

Sunwoo terpaku, ia kagum, terpesona, sekaligus merasakan sesuatu yang lain di dalam dadanya seperti sebelumnya. Lalu, ia menggaruk bagian belakang kepalanya. Sementara Haknyeon mulai mengitarkan pandangannya ke bufet yang ada di sisi kanannya.

"Dari tadi nggak ada orang, bokap nyokap lo kemana?" tanya Haknyeon jujur.

"Bokap di Busan sama Junseok." Sunwoo menjawab seadanya. "Oh iya, Junseok itu adek gue. Hehehe, lo nggak nanya sih ya tapi."

"Kalo nyokap lo?"

"Nyokap udah nggak ada dari gue lulus SMP." Suara Sunwoo entah mengapa seperti berubah dan hal itu membuat Haknyeon merasa tidak enak hati. la mendadak tidak nyaman. Ya Tuhan, bagaimana bisa seorang Sunwoo yang setiap harinya terlihat begitu menyebalkan ini ternyata juga memiliki cerita sedih?

"Ma-maaf gue nggak...." Haknyeon tiba-tiba jadi gugup. "Gue nggak bermaksud buat-"

"Santai aja." Sunwoo tersenyum kembali.

"Jadi lo sendirian? Kenapa nggak tinggal sama bokap lo?" tanya Haknyeon.

"Enggak," ucapnya lagi. "Gue tadi udah bilang kan kalo keluarga gue... Broken home. Dari gue kelas tiga SMP. Ya jadi gini, biar adil, gue ikut Mama dan Junseok ikut Papa di Busan. Yang gue nyesel sampe sekarang, waktu itu Mama sakit parah dan dia nggak pernah cerita apa-apa sama gue. Bodohnya, gue nggak pernah perhatiin Mama, nggak pernah ada buat Mama, gue sibuk main terus nyari hiburan buat diri gue sendiri tanpa mikirin perasaan Mama di sini. Gue nggak peduli sedikitpun sama Mama." Ada jeda. "Nggak ada yang tau Mama sakit keras. Junseok ataupun Papa juga nggak tau sama sekali. Gue baru tau Mama punya penyakit juga sehari setelah Mama nggak ada."

FARESTA •| SunHak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang