Aruna mendesis pelan, dia menepis tangan Wardan yang ada didahinya.

"Awas! Gak usah pegang-pegang!" Aruna melengos kesal, dia beranjak dan berjalan menuju Oliver dan memeluknya erat.

Aruna mendusel didada Oliver "Bang, sakit kepala Ruru gara-gara bang Wardan!"

"Wardan! Gue aduin bang Railo mampus lo!"

"Ihh gue gak sengaja njir."

"Bang Rai bakalan ngamuk kalau dia tau lo nyakitin bulan kecilnya."

Bulan kecil, itu panggilan sayang Railo untuk Aruna.

Yah, Bulan kecil, sangat manis yah.

Oliver teringat sesuatu, dia menyentuh bahu Aruna lalu mendorong pelan tubuh adiknya itu.

Kemudian menatapnya dalam dan penuh makna.

"Ruru, abang mohon sama kamu, tolong jauhi Niki yah."

"Loh? Kenapa gitu bang?"

"Jauhi saja, Niki itu berbahaya."

Aruna tak merasa aura Niki itu berbahaya, malah, aura dari Emilio dan Jovan lah yang sangat berbahaya makannya Aruna menjauhi mereka.

Tapi Aruna tak mau membuat Oliver marah, jadi ya dia nurut saja untuk saat ini.

.....

Malam hari, di rumah Liano.

Remaja tampan itu baru selesai mandi dan baru selesai belajar, dia mendapat kabar jika adik tirinya akan pulang besok.

Adik tirinya bernama Liliana, dia sebelumnya tinggal di Amsterdam dan kini akan pulang.

Liano menidurkan dirinya di kasur, menatap langit-langit kamarnya.

"Lyn, lo denger gue?" panggilnya pelan, kata Lyn dia akan mengobrol dengan Liano kan.

"Lyn? Halo~"

"Hm, halo Lian."

Senyum Liano merekah seketika, dia memeluk gulingnya erat dan tersenyum senang "Lyn lagi apa?"

"Memikirkan alur kedepannya yang sudah berubah total."

"Berubah bagaimana?"

"Ya, berubah, seharusnya Liliana datang bukan besok, tapi nyatanya besok dia datang."

"Apa itu buruk?"

"Sangat buruk, sebab awal masalah dari dia."

"Lyn, kemarin kenapa lo ngilang?" Liano penasaran perihal hilangnya Lyn kemarin.

Liano kesepian, tak ada lagi suara cerewet gadis itu.

"Kena limit, ada batasan untuk terus berkomunikasi denganmu Liano."

"Apa semua baik-baik saja?"

"Ini rumit banget Lian."

"Maksud lo?"

"Ini rumit, aku gak ngerti kenapa bisa melenceng jauh kaya gini."


"Lo pasti bisa ngubah semuanya jadi seperti semula." ujar Liano pelan.

"Iya, kalau semua kembali seperti semula, kau gak bakal ingat semuanya."

Jantung Liano berdegup kuat, dia beranjak pelan dan menatap lantai kamar.

"Gak bisa ya, lo tetap bersuara dan temenin gue walau semua udah kembali semula."

"Gak bisa Lian,"

"Please..jangan hilang, jangan hilangin ingatan gue, please tetap disini." racau Lian kalut, tidak, itu tidak boleh terjadi.

"Ya, Lian."

"Janji? Janji sama gue Lyn, gue gak suka dibantah!"

"Liano, aku—"

"GUE GAK SUKA DIBANTAH! JANJI SAMA GUE!" Liano menjerit kuat seraya mencengkram kuat rambutnya.

Dia takut kembali sendirian, dia tak mau Lyn pergi atau menghilangkan ingatannya, Liano takut terpuruk dikesendiriannya.

"Hiks..janji sama gue Lyn.."

"Huh, oke, aku janji Lian."

"Bagus, sudah janji maka jangan diingkari."

Iya, Lyn berjanji tapi nyatanya nanti dia tetap akan pergi, karena dari awal semua sudah tak bisa bersama.








Bersambung.

Aruna [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang