Bab XVIII

49.7K 2.7K 64
                                    

Ayah, untuk jadi sempurna sepertinya aku tidak bisa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ayah, untuk jadi sempurna sepertinya aku tidak bisa. Ayah, bahkan untuk bernapas pun aku sudah lelah. Ayah, mungkin kasih terakhir yang kumiliki adalah tidak membencimu setelah semua yang terjadi di hidupku.

Ayah, kenapa kamu sangat membenciku?

Tolong percayalah ayah, anakmu yang kini berdiri diatas tumpukan penuh luka berdarah-darah pernah mendambakan sayang namun tak terbalas.

Duniaku sudah tak lagi diisi olehmu ayah.

Lalu pertanyaan terakhir keluar dari benakku, "Apa benar aku anakmu?"

...

Apabila ditanya perihal penyesalan, Akbar tentu merasakan sesal menggerogoti hatinya. Sesak yang sulit dijelaskan mencekik setiap napas yang ia hembuskan.

Melihat raungan tangis Qila saat kelinci kesayangannya mati menyadarkan Akbar bahwa ia sudah melakukan kesalahan.

"Kenapa lagi?"

Akbar melirik tak minat lalu menghembuskan napas.

"Anak lo yang perempuan lagi?"

"Diam, Gar. Gue males bahasnya."

Edgar, teman yang selalu menemani Akbar sejak di bangku SMP hingga mereka saling sibuk dengan urusan pekerjaan masing-masing.

"Perlakuan lo ke Qila apa gak terlalu berlebihan, Bar? Gimana pun juga dia anak cewek lo satu-satunya."

Kepulan asap rokok memenuhi ruangan yang hanya diisi mereka berdua.

"Lo juga gak mikirin perasaan anak lo yang lain? Gak capek apa jadiin alasan tugas ke luar kota supaya gak pulang ke rumah, buat apa sih Bar? Apa yang bikin lo gak betah tinggal di rumah. Padahal lo bukan remaja lagi. Anak lo ada 4 dimana tanggung jawab lo sebagai orang tua satu-satunya mereka?"

Akbar memijit pangkal hidungnya. Pening.

"Lo gak akan paham, lebih baik diem."

"Dalam prinsip lo semua akan selesai kalau cuma diem?" Edgar tertawa sinis. "Gue capek sebenernya ngingetin lo tentang hal ini. Tapi ngeliat anak-anak lo yang perlahan tumbuh tanpa kasih sayang padahal lo lebih dari mampu buat kasih hal itu justru bikin gue semakin muak."

Edgar menepuk pundak Akbar beberapa kali, "Lebih baik lo pulang sekarang. Pulang dan liat anak-anak lo, perhatiin udah sejauh apa mereka lo abaikan, berapa banyak waktu yang lo habisin tanpa ada disisi mereka."

"Pulang Bar sebelum lo nyesel karena terlambat sadar. Jangan tambah luka lain, cukup kepergian istri lo, jangan sampai Tuhan ambil hal lain dari lo lagi."

Edgar tentu tahu sesayang apa Akbar kepada seluruh anaknya. Dia mengenal jelas sifat dan watak yang sahabatnya miliki secara jelas.

Buruknya Akbar adalah pribadi yang memendam seluruh isi hatinya sampai tak banyak orang yang tahu bagaimana sebenarnya hatinya bekerja.

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now