Bab XXXII

46.7K 2.3K 122
                                    

Cara termudah menemukan kebahagiaan adalah memaafkan.

Cara tercepat membuat kebahagiaan adalah 'melupakan' semua hal yang menyakitkan.

***

Semua berjalan begitu saja. Qila tidak tahu apa yang terjadi selama seminggu ini, tapi ia bisa merasakan ada perubahan suasana diantara anggota keluarganya.

Kini Qila sudah siap dengan seragam sekolah dan rambut diikat satu. Ia memastikan kembali wajahnya di depan cermin, masih sedikit pucat tapi dapat disembunyikan dengan baik oleh bedak.

Sebenarnya Qila masih belum diperbolehkan masuk sekolah namun karena memaksa pada akhirnya Akbar dan saudaranya yang lain hanya bisa pasrah. Itu pun dengan syarat harus mau diantar jemput oleh mereka.

"Udah siap?" tanya Ayah yang kini menunggunya di meja makan.

Pemandangan yang begitu langka setelah sekian lama, semua anggota keluarganya berkumpul, duduk di kursi masing-masing sambil tersenyum menyambut kedatangannya.

"Eum." Qila mengangguk, masih canggung dengan perubahan yang tiba-tiba ini.

"Nanti siang gue ada jam tambahan buat persiapan ujian akhir jadi gak bisa jemput," ujar Daniel.

"Ya udah gue yang jemput nanti," balas Dirga.

Qila memperhatikan interaksi Dirga dan Daniel yang terasa aneh namun lucu. Keduanya masih berbicara ketus satu sama lain tapi berusaha bersikap baik di depan Qila.

Senyum kecil Qila terbit, Saka yang duduk di sebelahnya menyadari kebahagiaan itu. "Dimakan sarapannya, Qi."

"Kamu mau bawa bekal engga," tawar Qila yang segera diangguki Saka. "Oke nanti aku siapin bekal buat makan siang kamu abis ini."

"Saka doang?" tanya Daniel ketus. "Gue gak pernah tuh lo tawarin bekal makan siang."

"Abang juga mana, Qi. Abang juga mau." Kini Dirga yang menatap melas pada adiknya.

Qila menghela napas dan meringis begitu melihat ayah yang menatapnya dengan isyarat yang sama, ingin dibuatkan bekal juga.

"Iya aku bikin buat kalian semua, tapi kotak makannya cuma ada dua jadi siang nanti aku beli dulu."

Akbar berdeham ringan. "Biar ayah aja yang beli nanti siang."

Qila tampak menimbang sebentar sebelum pada akhirnya mengangguk. "Sama botol minumnya ya, pokoknya beli yang satu set gitu."

"Belinya 3 jangan cuma satu," ucap Daniel sensi.

Qila melotot karena meskipun sudah bisa menerima kehadiran ayah lagi, lelaki berwajah tegas itu masih saja ketus kalau berbicara dengan ayah.

"Cuma ngasih tahu." Daniel membuka kedua tangannya sambil memiringkan kepala tak ingin disalahkan. "Kali aja lupa."

Ck. Sudahlah. Mau diperingati bagaimanapun juga memang pada dasarnya sifat Daniel yang ceplas-ceplos seperti itu sulit untuk dirubah.

Bi Iyem tersenyum dari kejauhan, menyaksikan semuanya dengan hati yang hangat. "Alhamdulillah."

***

Qila duduk anteng di samping Akbar yang mengemudikan mobilnya pelan. Meskipun mulai ada perubahan, tetap saja sesekali canggung menyusup diantara keduanya.

"Qila kelas apa di sekolah," tanya Akbar membuka percakapan.

"IPS," cicit Qila.

Akbar sempat terdiam lalu ingat bahwa dulu Qila pernah menyebutkan tentang keinginannya masuk IPS dibandingkan IPA.

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now