26. Kasih Bunda

168K 21.7K 2.3K
                                    

- H A P P Y R E A D I N G -

***

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat dua puluh menit, bahkan matahari sudah naik dan menerangi alam semesta. Akan tetapi seorang gadis masih terbalut selimut di tubuhnya, dia tidak terusik dengan sinar matahari yang menerobos masuk ke kamarnya melalui celah jendela.

Ponsel yang tergeletak tepat di samping gadis itu berbunyi, terlihat seseorang menelponnya. Dengan mata yang masih terpejam dia meraba-raba ponselnya, lalu mengangkatnya tanpa melihat nama si penelpon.

"Ya, dengan Araya Loovany di sini," ucap Araya dengan suara parau.

"Gue di depan rumah lo."

"Ini siapa? Mata gue males banget buat melek," tanya Araya sembari menguap.

"Gue tunggu lo sepuluh menit dari sekarang."

"Lo siapa pagi-pagi ke rumah gue? Mau minta sembako?"

"Gue Nathaniel Magenta."

"APA? NATHAN?!

Kedua matanya terbelalak, kesadarannya sudah kembali. Araya melihat nama si penelpon yang kini telponnya sudah dimatikan.

"Dia dapet nomor gue dari mana?"

Araya menepuk keningnya. Semalam laki-laki itu memaksa Araya untuk memberikan nomor ponselnya.

"Ganggu tidur gue aja, padahal masih pagi," gerutu Araya sembari melihat jam di ponselnya.

Araya tiba-tiba teringat dengan Darren. Jangan sampai Nathan bertemu dengan Darren.

"Gawat ... jangan sampai mereka bertemu."

Araya lari mengibrit ke kamar mandi. Dia menyelesaikan aktivitas mandinya secara kilat. Memakai baju seadanya yang dikira pantas, Araya hanya memoleskan sedikit bedak secara tipis dan juga liptint di bibirnya.

"Bodoamat dengan kamar. Gue beresin nanti aja," ucap Araya sembari menyambar tas kecil yang menggantung dan langsung berlari keluar dari dalam kamarnya.

Saat di lantai satu, dia bertemu dengan Darren yang sepertinya baru selesai berolahraga.

"Mau kemana lo?" tanya Darren.

"Mau nyari duda anak satu, bye!"

Araya langsung melesat pergi tanpa sarapan terlebih dahulu. Yang lebih penting sekarang adalah menjauhkan Nathan agar tidak bertemu dengan Darren.

"Lo telat lima belas menit."

Araya terengah-engah mencoba mengatur napasnya. Dia menatap Nathan dengan tajam.

"Heh, kampret! Lo pikir buat gue mandi, pake baju gak memakan waktu lama?"

Nathan menyentil kening Araya pelan. "Makanya jangan kebo. Udah siang masih aja molor."

"Terserah gue dong. Lagian lo ngapain sih ke sini? Mau jalan-jalan? Yaudah berangkat sekarang."

"Lah, kan semalam yang minta anter ke suatu tempat siapa? Lo kan?"

TRANSMIGRASI ARAYA [SEGERA TERBIT] Where stories live. Discover now