"Oh iya, sudah seminggu kita nggak ketemu. Terakhir itu... pesta ulang tahun perusahaan, iya, kan? Bener nggak sih?" sahut Rio. Air muka Queena mulai berubah mendengar nada bicara Rio. Namun ia mencoba mempertahankan harga dirinya dengan memasang senyum sempurnanya.

Queena mengangguk. Kemudian ia tertawa kecil seperti yang dilakukan Rio. "Kamu bahkan nggak nyapa aku malam itu, kamu sibuk sama pacar kamu," ucap Queena hampir bergumam di ujung kalimatnya.

"Kamu cemburu?" Rio mencoba menatap mata Queena yang pandangannya sejak tadi lari kemana-mana. Queena hanya meliriknya sebentar kemudian langsung mengalihkan perhatian dengan memanggil pelayan.

Setelah pelayan pergi. Rio mengulang pertanyaannya. Kening Queena mengkerut dalam.

"Buat apa aku cemburu? Kamu sudah bukan pacar aku lagi, dan kamu berhak bahagia sama pacar kamu, aku sama sekali nggak peduli," ucap Queena sekali lagi dengan percaya diri sambil mengaitkan rambutnya di telinga. Namun Rio bisa melihat bahwa itu bukan jawaban jujur.

"Kalau kamu nggak peduli, buat apa kamu bikin panas Rere waktu itu?" Rio melipat tangannya di meja. Kini ia mengunci tatapan gugup Queena dengan matanya.

"Maksud kamu?"

"Aku sama Rere sudah putus," ujar Rio kemudian. Pupil mata Queena tampak membesar. Sepertinya senang mendengar berita ini. Sedetik kemudian Queena merubah ekspresinya menjadi simpatik.

"I'm so sorry." Queena menaruh tangannya di dada. Rio mengangguk.

"You should." Rio menekan ucapanya. Queena tersentak. "Queena, kamu boleh pura-pura di depan publik, tapi aku mau kamu berhenti pura-pura di hadapan aku sekarang juga. Aku tahu kamu ngomong sesuatu ke Rere malam itu!"

Wajah Queena mengkerut tidak suka. "Bukannya itu yang kamu mau? Kamu nggak punya perasaan sama cewek itu, buat apa mempertahankan dia?"

Queena mendengus. Kemudian ia menatap Rio lekat-lekat. "Kamu suka sama dia."

Rio memalingkan wajahnya. Queena semakin memajukan wajahnya. "Kamu suka sama dia. Karena itu kamu sekarang peduli dan menyesal karena putus dari cewek itu, iya kan?"

"Berhenti bilang 'cewek itu', dia punya nama!" hardik Rio memukul meja. "Nggak cuma itu, kamu juga menggiring orang-orang buat nge-bully dia di internet, aku baca semua komen yang mereka tinggalkan di akun sosial media Rere."

Rahang Queena mengeras. "Jadi kamu nyalahin aku? Itu resiko dia karena pacaran sama kamu, apalagi dia datang dari level yang jauh dari kita. Orang-orang bisa lihat, kamu saja yang buta."

Rio menarik napas, mengontrol dirinya agar tidak meledakkan bom amarah. "Omong kosong. Kamu nggak kasihan apa? Kalau nggak bisa sebagai sesama wanita minimal sebagai sesama manusia. Aku baca semuanya dan nggak ada satupun yang baik. Kamu harus kendalikan followers kamu sekarang. Kalau kamu nggak bisa, minimal kamu minta maaf sama Rere."

Queena memutar bola mata sambil bersedekap. "Sejak kapan kamu peduli sama hubungan sesama wanita sementara kamu suka mempermainkan wanita? Dan, aku nggak merasa salah apa-apa, jadi buat apa aku minta maaf?" Cepat-cepat Queena membereskan barangnya dan meraih tas.

Rio memandangnya sekali lagi. Kemudian ia bergeleng. "Aku salah menilai kamu selama ini."

"Nggak ada yang salah, kamu cuman suka berasumsi tentang orang lain," sahut Queena meraih kunci mobil.

"Kita selesai Queena."

"Kita sudah selesai sejak lama Rio, dan kamu selalu lupa." Queena menekankan dengan angkuhnya sebelum ia beranjak dari duduknya. Namun, Rio menahan tangannya. Hati kecilnya sedikit berharap Rio mungkin menyesali ucapannya barusan. Trik kecil dengan menerima ancaman selalu berhasil.

Chillin' Buddy [🔞21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang