.
.
.

"S-sachou yamenaihh.."

Tobio yang menungging di atas ranjang, kedua tangannya ditarik ke belakang. Kepalanya menunduk dengan rambutnya yang mulai lepek. Bibirnya terbuka, mengeluarkan napas terbata-bata.

Sakusa terus menghujamnya cepat dan kasar sampai-sampai suara benturan kulit menggema.

Bokong sintal terus terhenyak, sesekali ditampar sampai menyerupai buah persik yang telah ranum.

"Ahkk hh s-sacho.."

"Argg fuckh.. So tight.."

Si pria ikal menggeram, menemani desahan merdu Tobio memecah kesunyian ruangan.

Sakusa mengeratkan cengkraman pada pergelangan tangan, membuat si lelaki manis semakin menggeliat dan meronta tak karuan.

"S-sakusa sachou..hhh yamete kudasaii.."

BIB

BIB..

BIB...

"Rghh.." Sayup-sayup cahaya mentari yang menyelip di antara hordeng membuat Sakusa menyernyit. Tangan kanannya terulur, berusaha meraih alarm digital di atas nakas.

Sesaat kakinya bergerak gelisah, membuka selimut dan mendapati celananya basah.

Cuman mimpi fuck.

Apa karena dia terus memikirkan Tobio akhir-akhir ini makanya sampai bermimpi aneh begitu? Mengherankan tapi apapun itu, Sakusa bangkit berdiri dan bersiap untuk ke kantor.

Sepanjang menggosok gigi, pikiran lelaki itu melambung pada serpihan mimpi mesumnya. Mengingat bagaimana bentuk tubuh Tobio sangat apik serupa jam pasir, memiliki pinggang kecil namun pantatnya padat.

Sakusa jadi menatap telapak tangannya, teringat ia menampar pipi pantat kenyal itu berulang kali. Ada rasa tak terima kenapa cuman mimpi.

.
.
.

Tobio terlihat sudah hadir di kantor sangat awal. Lelaki manis itu pun bangkit berdiri saat melihat Sakusa memasuki ruangan.

Tidak ada patah kata membuat langkah Kiyoomi berhenti. Satu tangannya masuk ke kantong sembari kepalanya menoleh.

Tobio yang tak mengucap salam membuat bibir Sakusa sedikit mengerucut di balik masker dan matanya menyempit.

Alih-alih kesal, pipi Sakusa justru merona karena terbesit kembali kenangan mimpinya."Ekhem ekhem!" Sakusa melancarkan kerongkongan sekaligus menghilangkan perasaan gusar. "Aku ada meeting pagi ini. Aku ingin kau mencuci dan mengambil dasiku di laundry."

"Ha'i.."

"Aku belum sarapan. Kau bisa masak?"

Tobio mendongak, bibirnya mempout tipis sembari menggeleng.

"Sudah kuduga. Kalau begitu aku ingin bubur Tawan dan buah-buahan."

"Sou.." Tobio membungkuk dan berjalan keluar. Sesaat kepala Sakusa dibuat melintir mengikuti arah kepergian asistennya tersebut.

Tobio yang berjalan pincang, apa dia kena musibah makannya dari tadi cemberut? Entahlah, Sakusa memilih mengedikan bahu dan duduk di kursi kerjanya.

.

Usai memberikan sarapan, Tobio berjalan turun ke basement. Sesuai keinginan bosnya, lelaki itu berangkat ke salah satu laundry untuk mengambil dasi.

"Sial kenapa tiba-tiba macet.." Tobio mendengus, kepalanya berusaha melihat ke luar, tampaklah kepulan asap dari kap mobil yang mogok. "Hahh.. Ada-ada saja sih." Keningnya mulai mengerut.

Ia mengetuk-ngetuk stir sambil melihat jarum jam. Sial, kalau terus menunggu di mobil dia akan telat. "Sudahlah." Pria itu berputar masuk kembali ke parkiran laundry, meninggalkan Tesla mahal milik Sakusa di sana.

"Ah pegal sekali siall" Agak sedikit kepayahan akibat sakit pinggul, Tobio berusaha berjalan cepat menuju kantor yang tak begitu jauh.

.
.
.

Yabaii yabaii..

Bibir Tobio mengerat di dalam lift, encok pinggang ini benar menyusahkannya berjalan. Jarak dekat yang harusnya bisa ditempuh 4 menit dengan jalan kaki kini jadi setengah jam, benar-benar sepelan itu.

Ting

Sedikit mempercepat langkah dan menggerutu, Tobio meraih dahan pintu dan mendorongnya.

Seketika semua mata tertuju pada dirinya yang terlambat. Lelaki manis itu pun menganga dengan mata melebar. 'Mampus aku akan dipecat..'

Sakusa di balik mejanya hanya mendengus dan menatap Tobio datar sedang si biru mulai gelagapan. "Moushiwake gozaimasen" Ia membungkuk.

"Apa kau hanya akan berdiri sana terus-terusan cepatlah duduk." ujar Sakusa sedikit keras membuat pundak Tobio sedikit terhenyak dan jantungnya berdebar takut.

Segera kepalanya mendongak, menengok ke kanan dan kiri tidak ada bangku yang kosong di mana dia harus duduk? Matanya mulai berair seperti anak kucing.

Netra birunya pun kembali terhenti ke arah Sakusa. Si pria besar melirik Tobio lalu ke pahanya sendiri, menepuk-nepuknya, seolah memberi kode.

'Dia tidak mungkin serius kan..'

Old Money Sh#t (Sakukage)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang