"Tha." Alfian menyenggol Atha.

"Hm," balas Atha.

"Dipanggil sama Pak Ade tuh," ucap Alfian.

Atha gelagapan, dirinya sadar kenapa ia melamun di saat jam pelajaran fisika berlangsung. Sehingga tidak bisa fokus dan tidak mendengar ketika dipanggil oleh guru.

"I–iya, Pak," ucap Atha.

"Atharrazka Handy, kenapa saya perhatikan kamu dari tadi tidak fokus mengikuti pelajaran saya. Apa kamu sudah tidak suka lagi dengan pelajaran saya," ucap Pak Ade.

"E–enggak, Pak. Saya fokus kok," dusta Atha.

"Oh ya, coba maju. Dan kerjakan soal di papan tulis ini," perintah Pak Ade.

Atha gugup, ah sialan memang. Dengan ragu ia beranjak ke depan dan mulai mengerjakan soal di papan tulis itu.

Lama Atha berdiri di depan dengan diperhatikan oleh teman-temannya sekelas, untung saja Altha duduk paling depan sehingga ia bisa membantu Atha.

Setelah selesai, ia pun kembali duduk ke kursinya. "Lo kenapa, Tha? Lo lagi ada masalah, atau lagi sakit?" tanya Alfian.

"Gak ada, gue gak apa-apa," jawab Atha.

"Beneran?" Alfian meyakinkan. "Cerita aja sama gue, Tha. Gak apa-apa kok, meskipun gue nggak bisa bantu, tapi setidaknya dengan lo cerita ke orang lain masalah lo bisa ringan, Tha," pinta Alfian.

"Gue beneran gak apa-apa, Fi."

Di tempat lain tepatnya di kelas Randa, sedang berlangsung jam kosong. Atau lebih tepatnya tidak ada pembelajaran karena gurunya sibuk sehingga tidak bisa masuk.

"Kalau gitu, biarin aja dulu adik lo tinggal sama gue, Ran," ucap Rassya setelah mendengar Randa bercerita.

"Nggak apa-apa emang? Takut ngerepotin orang tua lo lah, nanti gue kirim ke hotel aja gih," balas Randa.

"Udahlah tenang aja, pokoknya sama gue mah aman kok. Nggak usah khawatir. Dan untuk urusan makan, itu nanti gue catat di daftar hutang aja kalau lo masih ngerasa nggak enakan mah," ujar Rassya.

"Anjay daftar hutang gak tuh, haha. Bisa-bisanya lo main kalkulator, Sya," kata Reyhan.

"Lagian nih anak ngeselin. Dibilang nggak apa-apa, masih aja nggak enakan, Ya udah kalau nggak enakan dicatat aja sekalian di daftar hutang."

"Oke ya udah gue setuju adik gue tinggal sama lo dulu buat sementara. Nanti hari ini pulang sekolah gue ke rumah lo," ucap Randa menyetujui.

"By the way, emang si Rizky ke mana, Ran? Kan harusnya dia yang sibuk dan pusing buat mikirin kehidupan si Atha. Dan juga harusnya si Atha udah tinggal sama dia dong," tanya Alvin. Yah, Randa belum bercerita tentang Rizky yang sudah pergi.

"Ck. Doain aja, semoga tuh anak secepatnya dijemput Tuhan," balas Randa sinis.

"Maksud lo?"

"Dia pergi, gak tahu ke mana. Dia juga udah pindah sekolah. Dia emang nggak pernah bersyukur punya adik seperti Atha," jawab Randa.

"Pergi? Maksudnya gimana sih, ghe nggak ngerti." Alvin mulai bertanya kepada Randa.

"Ck, otak lo emang gak pernah ngerti kalau gue ngomong," cibir Randa.

"Si Rizky pergi nggak tahu ke mana, dia nitip si Atha ke gue. Gue juga nggak tahu apa pemikiran dia sampai-sampai dia pergi gitu aja ninggalin si Atha lagi, padahal dulu dia bilang dua belas tahun nyari-nyari, giliran udah ketemu malah ditinggal lagi," jelas Randa.

"Oh, gitu. Emang anak sialan tuh si Rizky." Alvin mengerti.

"Yah, bukan Atha yang anak pembawa sial, yang pantas mendapatkan gelar pembawa sial itu kakaknya. Gue heran sama tuh anak."

Obrolan keempat pemuda yang masih duduk di bangku kelas 12, masih terus berlangsung menikmati jam kosong.

                                 ***

Waktu istirahat sekolah, Atha enggan untuk keluar dari kelasnya. Rasanya begitu malas untuk sekadar berjalan keluar kelas. Alfian sudah mengajaknya namun Atha menolak, Altha juga mengajak namun Atha menolak.

Atha duduk diam diri di bangkunya menatap papan tulis. Tiba-tiba dari belakang Devan mendekatinya dan menepuk pundak Atha.

"Kesambet apaan lo, Tha? Diem aja dari tadi," tanya Devan.

Atha menoleh sebentar, dan tidak merespons ucapan Devan.

"Woy, ditanya tuh jawab. Bisu ya lo." Devan tak terima diabaikan oleh Atha.

"Ck, bisa gak sih gak usah ganggu gue, Dev. Gue udah cukup capek sama kehidupan gue, gue udah capek sama permasalahan gue. Lo gak usah nambah-nambah masalah lagi, bisa gak!" Atha berdiri dan membentak Devan. Entah sadar atau tidak tapi saat ini Atha benar-benar marah dan kesal kepada Devan.

"Lo boleh bully gue sepuasnya, sekalian lo bunuh gue, Dev. Tapi lo nggak usah nambah-nambah masalah lagi dalam hidup gue kayak gini, gangguin gue tiap hari, itu semua tanggung, Dev. Bunuh gue sekalian sekarang, gue udah siap buat mati di tangan lo. Gue udah capek," tambahnya Atha membuat Devan terdiam.

"Oh, lo udah berani ya sekarang. Jadi lo udah siap buat mati," kata Devan. Atha tak merespons.

Bugh!
Satu pukulan mendarat di pipi Atha yang diberikan oleh Devan.

"Lo mau mati kan." Devan mengambil kemoceng kelas. "Dengan gue kasih ini kemoceng, lo akan segera berhadapan dengan Tuhan," katanya dengan tersenyum.

"Kalau lo cuma ngasih kemoceng itu ke gue, gue cuma bakalan tersiksa karena sesak napas. Biar lo puas." Atha mengambil gunting di laci mejanya. "Bunuh gue pakai ini." Atha mengangkat gunting di tangannya di hadapan Devan.

Devan lagi-lagi hanya diam. Ia masih belum percaya dengan kelakuan Atha yang sekarang, Atha sangat berbeda hari ini. Devan bukanlah seorang pelajar yang berani membunuh orang, Devan hanya biasa membully bukan membunuh.

"Kenapa lo diem aja, bunuh gue sekarang!" bentak Atha.

Atha benar-benar frustasi dan ingin mati. Atha sudah cukup sabar dengan semua ujian yang diberikan oleh Tuhan, dan Bullyan yang setiap hari di sekolah dilakukan oleh Devan.

"Atha!" teriak seseorang dari luar berdiri di ambang pintu.

Atha menoleh. "Gak usah halangin Devan buat bunuh Atha, Kak. Biarin Atha mati sekarang, biar semua orang yang nggak suka sama Atha puas ngeliat Atha mati," ucap Atha.

Randa datang ke kelas Atha karena salah satu teman sekelas Atha, melaporkan kejadian itu kepada Randa.

"Lo nggak usah gila, Dek. Jangan jadi orang bodoh kayak gini, lo masih punya gue. Gue kakak lo." Randa masuk dan mendekat.

"Atha capek, Kak. Selama ini Atha udah cukup sabar dengan semuanya. Biarin Atha istirahat, Kak, hiksh ...." Atha menangis.

"Semua masalah itu ada jalan keluarnya, Dek. Dengan cara lo mati, lo juga bakalan disiksa. Apa lo nggak kasihan sama bunda, sama gue juga. Gue lagi berusaha buat jadi dokter demi lo, demi bisa nyembuhin lo dari penyakit asma. Apa lo tega biarin perjuangan kakak sia-sia, ha?"

Atha diam membisu tak bisa menjawab mulutnya kelu seraya menangis.

"Ikut Kakak sekarang." Randa menarik tangan Atha keluar dari kelas.

Bersambung.
I Wanna Die! Aku Ingin Mati!
Kayaknya masalah Atha rumit banget ya :(

Oke see you next chap!

Vote dong biar nambah semangat updatenya :(

Why Me? [LENGKAP]Where stories live. Discover now