Langit || 27

Mulai dari awal
                                    

"Oke aku diem."

Langit mengucap syukur dalam hatinya, seenggaknya ia tidak mengeluarkan emosinya sekarang.

Setelah mobil mereka berhenti disebuah rumah sakit, sebelum keluar Langit berkata, "kalian pulang aja. Gue mau periksa sendiri."

"Loh abang! Gak boleh. Biar Pelangi temenin abang ya."

"Gak usah. Gue cuma gak mau laki lo kumat."

Gafar melolot tajam. "Kalau bukan lo! Gue juga gak bakalan gini anjing!"

"Gafar!" Bentak Pelangi membuat Gafar mendengkus.

"Maaf sayang."

"Tapi kan udah terlanjur nyampe."

"Gak papa. Gue bisa sendiri. Padahal tadi gue cuma minjem sopir lo. Tapi lo yang ngotot. Jadi makasih ya. Lo pulang aja dulu."

Pelangi dengan wajah khawatirnya hanya bisa menghela nafas pasrah. Jujur saja, ia makin tak kuasa melihat keadaan om nya yang jauh dari kata baik-baik saja. Ia ingin melihat kebahagiaan lagi di hidup Langit. Ia memeluk tubuh Langit yang ternyata suhunya panas. "Abang, jangan gini terus. Abang masih punya Pelangi dan mama papa."

"Hm iya. Pulang gih."

"Nanti kabari aku ya Bang?"

"Iya. Makasih."

"I wish you be happy after."

"As you wish."

***

Kai dengan ketiga temannya keluar dari ruang rawat teman sekelasnya yang tengah sakit demam.

"Kai, lo mau ikut main gak?" Tanya Aldi.

"Iya nih. Mumpung masih ada waktu. Cabut gak?" Sambung temannya, Dimas.

Belum sempat ia menjawab, atensinya tak sengaja menatap sosok yang ia anggap bahaya. Alisnya mengernyit. "Sorry. Gue libur dulu. Ada janji sama mama."

"Hm ya udah deh. Kita cabut. Bye!" Setelah kedua temannya pergi dari rumah sakit, Kai bergegas mendekati sosok yang mencuri perhatiannya sejak tadi.

Om itu ngapain di sini? Ia hanya bisa bergumam sembari memerhatikan wajah Langit yang sepertinya pucat?

"Dih, bisa sakit juga gitu?" Ledeknya membayangkan betapa nyebelinnya Langit yang angkuh itu. Saat hendak membalikkan badannya, netranya kembali melihat tubuh Langit yang oleng. Bergerak otomatis, Kai berlari dan berhasil menahan tubuh kekar Langit.

"Suster! Tolongin om ini cepat!" Teriak Kai tanpa tersadar, raut wajahnya berubah jadi khawatir.

Kesadaran Langit berkurang karena rasa pusing yang menguasai kepalanya. Ia hanya bisa merasakan ada seseorang yang menahan tubuhnya. Namun ia kembali menegang saat mendengar suara itu.

Kai?

***

Kai terpaksa menghadap pada dokter sebagai sanak keluarga Langit. Kata dokter, Langit mengalami dehidrasi dan tifus.

"Tolong dijaga dan dikontrol obatnya ya dek," ucap dokter cantik seraya memberikan resep obat padanya. Ia hanya mengangguk sambil tersenyum lalu ia bangkit dan menghampiri Langit yang keras kepala karena tidak mau rawat inap.

Memang orang tua yang menyusahkan!

"Om kenapa gak dirawat aja sih?" Omel Kai pada Langit yang kini menatapnya balik. Ia menyadari kalau tatapan itu tidak setajam biasanya, namun tatapan kali ini lebih ... Sayu.

Emang benar-benar sakit orang tua ini.

Kai berdecak kesal karena rasa empatinya lebih tinggi daripada egonya. Kalau saja ia tidak memiliki empati, mungkin sudah pergi sejak tadi. "Ayo pulang om!"

Pening. Hanya itu yang Langit rasakan. Namun entah kenapa semuanya berubah saat melihat omelan putra dari wanita yang dicintainya ini. Mirip sekali dengan Rainy. "Makasih," ucapnya pada akhirnya.

Sepanjang perjalan menuju apartemennya, ia memerhatikan Kai yang sesekali meliriknya dengan raut wajah khawatir. Anak laki-laki yang duduk di sebelahnya memang memiliki aura seperti Rainy. Penuh kasih sayang, rasa empati yang tinggi, tapi sekali marah kenapa bisa seperti itu? Ia ingat sekali bagaimana raut wajah Kai saat menatapnya lalu menghajar tubuhnya dengan brutal.

"Apa sih om liat-liat? Udah untung ditolongin!" Kesal Kai merasa risih dengan tatapannya.

"Saya hanya heran. Saya kira kamu bakalan balas dendam."

"Iya. Saya tau kalau om itu jahat. Tapi mama enggak pernah ngajarin saya jadi pendendam. Karena itu bisa jadi boomerang buat hidup saya nantinya," jawab Kai kembali menatap ke samping.

Boomerang buat hidup saya nantinya. Kalimat yang Kai ucapkan berhasil menusuk ulu hatinya. Ini adalah boomerang yang ia hadapi dari dendam di masalalunya. Berawal dari kehilangan Lily, dendamnya pada Pelangi, dan sekarang ia harus kembali kehilangan Rainy.

Semuanya terjadi berawal dari sebuah dendam.

Ia semakin jatuh cinta pada Rainy yang begitu hebat dalam mendidik Kai sehingga menjadi kepribadian yang setulus ini.

Andai saja ... Andai saja ia menerima Rainy sejak dulu, mungkin ia sudah memiliki keluarga kecil yang bahagia.

Kai yang merasakan keterdiaman Langit di sebelahnya itu menoleh. Ia sedikit memicingkan kedua netranya, melihat raut wajah terpukul Langit. Mengapa hatinya semakin tersentuh melihat wajah itu?

Om ini sebenernya jahat apa gimana sih? Padahal dia yang udah sering nyakitin mama, tapi kenapa wajahnya seperti tersiksa gitu sih? Ada apa dengan om ini?

***

Setelah mengantarkan Langit ke kamar, Kai segera menerima panggilan masuk dari Rainy. Bahkan ia lupa tidak mengabari sang mama.

"Halo Kai! Ya ampun! Kamu dari mana aja sih nakk?! Mama khawatir!" Mendengar suara mamanya, Kai meringis pelan. Ia bingung mau jujur atau bagaimana. Ia sedikit menoleh kearah Langit yang memejamkan kedua mata dengan wajah yang pucat.

"Maaf ma. Kai-Kai lagi di apartemen om Lang-"

"KAI! KAMU NGAPAIN?! DIA JAHATIN KAMU IYA?!" Tubuh Kai seperti terjungkal karena teriakan mamanya.

"Ma. Enggak. Tadi ada ceritanya kok. Intinya, Om Langit lagi sakit. Makanya dia gak bisa nyakitin Kai. Mau pulang, tapi gak tega. Mama bisa ke sini enggak? Sekalian bawain Om Langit bubur," pintanya sedikit hati-hati, tapi ia tidak berharap lebih karena sang mama pasti akan ....

"Oke. Mama ke sana sekarang. Kamu jangan kemana-mana."

Kai tersenyum lega. Ia berjanji kalau ini adalah urusan terakhirnya dengan Langit.

***

GIMANA PART INI WOYYY??!!!!

JANGAN LUPA SHARE DAN RAMEIN! SOALNYA, AK UDH MULAI AGAK NGELAG🥺🥹

Jangan lupa follow Ig mereka!!!!

KLO RAME, AKU DOUBLE UP LAGI!

T. B. C

Langit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang