📌TOKO BUKU

Mulai dari awal
                                    

Al mengerutkan keningnya. “Rere mau ke pasar dulu? Gua temenin, ya?”

Retta menggeleng cepat disertai dengan gerakkan tangan ke kanan dan ke kiri. “Gak, gak. Pokoknya nanti turunin Retta di situ.”

“Sekalian sampai depan rumah biar gua tau rumah lo. Jadinya gua bisa nyamperin lo kalau mau berangkat sekolah.”

Justru itu yang Retta takutin.

“Eum, kapan-kapan, deh. Tapi, Retta gak janji.” Retta terkekeh. Ada rasa bersalah dalam hatinya karena tak enak menolak tawaran cowok itu. Padahal niat Al itu baik, yaitu ingin mengantarkannya sampai depan rumah. Namun, keadaan tidak memungkinkan.

“Iya, santai aja.” Al mengelus kepala cewek itu.

Tak berselang lama Al menyadari apa yang baru saja dilakukannya dan melihat perubahan raut wajah Retta. “Maaf.”

Retta tidak merespon apapun. Jika dipikir Retta marah, jawabannya salah besar. Retta hanya terkejut atas apa yang dilakukan Al.

Al memasangkan jaketnya ke tubuh mungil Retta. Al terdiam sesaat karena Retta menatapnya intens. Al pikir tak ada yang aneh dengannya. Lantas, kenapa cewek itu terus saja memperhatikannya?

“Kenapa?” tanya Al dengan halus. Namun, Retta tidak meresponnya.

Al mengerutkan dahinya. “Re?” panggilnya.

Retta mengerjapkan matanya. Kakinya melangkah mundur. Tatapannya berusaha menghindar dari Al.

“Kenapa ngalamun?” Al menunggu jawaban yang keluar dari mulut cewek yang ada di depannya. Menurutnya saat ini Retta sangat menggemaskan.

“Habisnya Al dekat banget, Retta, kan jadinya gugup.” Beberapa detik kemudian, Retta menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. Ia merutuki dirinya yang terlalu blak-blakan.

Al menahan tawanya, terlebih saat melihat raut wajah Retta.

“Gak usah ketawa,” ketus Retta.

“Lo, tuh lucu banget, Re,” ucap Al di tengah-tengah ketawanya.

“Jadi pulang, gak?” nada bicara Retta yang dingin menghentikan Al.

“Jadi kok jadi.” Al menaiki motornya terlebih dahulu. Tangannya terulur membantu Retta naik.

Kemudian, keduanya perlahan meninggalkan area toko buku itu. Retta memejamkan matanya, menarik napas perlahan dan dihembuskannya teratur. Angin sore membuat perasaanya damai.

Al melihat Retta melalui kaca spionnya. “Jangan tutup mata gitu, nanti jatuh.”

Retta langsung membuka matanya dan tatapan keduanya bertemu di kaca spion. “Iya-iya.”

Citttt!

Retta refleks memeluk Al dari belakang. Entah apa yang terjadi hingga Al mendadak mengerem motornya.

Sial! Mau ngapain mereka?

“Ada apa—“ Retta menghentikan ucapannya. Matanya terbelalak melihat siapa orang yang sudah menghalangi jalan.

AURETTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang