"Dari pabrik?"

"Katanya ngecek mesin tempered bareng sama teknisi."

Sasa mengangguk pelan sambil bergumam, "Penuh dedikasi sekali manajer baru itu."

"Halah, kayak kamu enggak penuh dedikasi, Sa. customer telepon jam tiga pagi juga kamu angkat."

"Ya, kan, pas hari kerja, terus pas kiriman ke luar kota."

"Jam kerjamu 24 jam? UGD rumah sakit buka 24 saja yang jaga beda-beda, kali."

Untuk bahasan kali ini, Sasa kalah telak. Kiki memang kerap marah kalau Sasa terlalu sering bekerja di luar jam kerjanya. Meski Sasa selalu bilang kalau ia mencintai apa yang ia kerjakan, bekerja sampai lupa waktu sama sekali bukan sesuatu yang bisa Kiki benarkan.

"Pak Raga tadi titip salam buat kamu."

Ucapan Kiki membuat Sasa menghentikan gerutunya, lalu melirik ke sahabatnya itu.

"Katanya, salam buat Teresa. Kapan-kapan mau mampir."

***

"Ya, Pak Erwin?" Raga keluar dari mobilnya dengan ponsel menempel di telinga. Berjalan pelan menuju ke minimarket, ia menyimak ucapan rekan kerja di seberang sana.

"Sudah beres, kok. Saya pastikan Emergency Order bisa selesai dan kirim besok pagi. Siap, Pak. Siang." Begitu selesai dengan percakapan kerja di hari lembur, Raga mengantongi ponselnya, lalu bergerak ke lemari pendingin yang berjajar.

"Pak Raga?" Suara perempuan membuatnya mengalihkan pandangan dari deretan minuman isotonik di depan mata.

"Zaskia?" ucapnya ragu-ragu.

Perempuan berjilbab merah muda itu mengangguk. "Panggil Kiki saja, Pak."

"Belanja?" tanya Raga basa-basi, sambil mengambil dua botol minuman yang tadi urung diraih karena sapaan rekan kerjanya.

"Iya, Pak. Saya lagi malas masak yang aneh-aneh, jadi beli mi instan sama kornet saja buat buka puasa. Pak Raga dari jalan-jalan?"

"Saya dari pabrik. Ada gangguan mesin tempered, padahal ada emergency order yang harus kirim besok, mau enggak mau, saya mesti turun tangan bareng teknisi buat memastikan kalau tidak ada kendala produksi lagi setelah ini."

Mendengar penjelasan Raga, raut wajah Kiki tampak tercengang tidak percaya. Untuk mengalihkan pembicaraan, Raga pun bertanya, "Kiki rumahnya di dekat sini?"

Sambil berjalan bersama ke kasir, Kiki menunjuk sebuah bangunan di seberang minimarket. "Iya. Di seberang situ kos saya dan Sasa."

"Sasa?"

"Teresa marketing," jelas Kiki.

"Kalian satu tempat tinggal rupanya?" Raga mengangguk pelan, sambil melirik ke bangunan berpagar hitam tinggi di seberang jalan. Kemudian, ketika Kiki yang berada di depannya selesai bertransaksi, perempuan itu menoleh kepadanya sebelum meninggalkan minimarket.

"Iya, Pak. Kami memang dekat sejak masih kuliah. Saya sudah selesai belanja, Pak, saya pulang duluan," ucapnya.

"Em, Kiki, apa kos kalian memiliki jam malam?" Raga menyunggingkan senyuman, tapi ketika Kiki tampak terkejut dengan pertanyaannya, pria itu menimpali ucapannya sendiri. "Saya bercanda. Salam buat Teresa."

Kiki yang sempat terbengong kemudian menyunggingkan senyuman kikuk. "Saya pasti salamkan ke Teresa, Pak."

***

"Bu Indira saja enggak tahu di mana rumah tinggalnya Pak Raga." Kiki mengekor Sasa yang sedari tadi mondar-mandir dari depan kompor ke kitchen sink.

Approve (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang