"Wah, keren," puji Tania, lantas bertepuk tangan. "Udah, deh, selesai. Kamu bisa langsung hafal materi tentang macam-macam risiko tadi." Tak lupa, gadis itu mengacungkan jempolnya.
Tunggu sebentar! Ian masih menelaah ucapan yang ia tiru dari Tania beberapa detik lalu. Membiarkan otaknya sedikit bekerja, pada akhirnya lelaki itu mulai sadar juga. "Eh, iya, ya ..., Murni cari cowok spek, spek berarti spekulatif. Mental baja, mentalnya, tuh, berarti fundamental. Yang punya keterampilan khusus dan nggak mau amis, amisnya berarti dinamis." Ian mencoba menguraikan.
Beralih menyatukan semua pecahan tersebut, kali ini Ian menyebutkan katanya satu per satu sambil membayangkan kalimat yang diciptakan Tania dalam sekejap mata. "Risiko murni ..., spekulatif, fundamental, terus ... khusus, sama dinamis. Ah, akhirnya!"
"Kok, bisa, sih?" tanya Ian dengan raut wajah yang lebih bersemangat. "Iya juga, ya, aku nggak kepikiran, loh."
"Selama ada kemauan pasti ada jalan, kok," balas Tania seraya tersenyum.
"Kayaknya aku beneran harus berguru sama kamu, sih," timpal Ian.
"Kamu nggak tertarik masuk Manajemen, gitu?" lanjutnya, iseng bertanya.
"Nggak," balas Tania jujur, "soalnya darah aku udah darah seni banget."
Terkekeh, Ian refleks menyampingkan buku di genggamannya, beralih duduk menghadap kekasihnya itu. "Padahal, seru, loh. Nih, coba bayangin, ya. Menurut kamu, kenapa pedagang jalanan yang udah sukses, bahkan sampe udah punya banyak gerobak yang tersebar di berbagai tempat bisa menolak tawaran untuk membawa usahanya ke jenjang yang lebih tinggi lagi, di mana keuntungan yang didapat juga pasti lebih besar? Misalnya aja semacam dikasih branding yang lebih bagus. Tapi, kenapa dia nggak mau, coba?"
Tania mengerutkan dahi, berpikir keras. "Lah, iya juga. Kenapa, ya? Padahal, semua orang pasti pengen usahanya makin sukses."
"Karena para pedagang itu sadar kalau usaha yang berskala besar juga punya risiko yang besar. Makanya, banyak dari mereka yang nggak siap dan memilih buat mendapatkan keuntungan yang biasa aja dengan risiko yang juga biasa aja. Pokoknya di pikiran mereka, tuh, yang penting profit, itu udah keitung bagus, lah," tutur Ian.
Tania menyimak dengan seksama, manggut-manggut paham. "Oh, gitu. Ternyata, alesannya sederhana, ya. Faktor sekecil apa pun bakal berpengaruh banget sama keputusan akhir nanti."
"Bener banget. Decision making, tuh, nggak gampang, loh, karena dampaknya bisa ke mana-mana. Kita harus mikirin konsekuensi dari setiap pilihan yang ada. Makanya, kebanyakan orang, tuh, pasti milih risiko yang paling kecil," Ian mengiakan.
Menyadari Tania yang mulai tertarik, Ian sengaja berniat menggoda. "Jadi, gimana? Tertarik masuk Manajemen?"
Jelas saja, Tania lekas menggeleng. "Nggak." Ya, passion memang tak bisa bohong. Tak bisa dimungkiri, Tania menaruh minat sangat besar terkait sesuatu yang berhubungan dengan gambar maupun desain. Meskipun begitu, ia juga tak menampik bahwa ilmu Manajemen terasa sangat dekat dengan kehidupan. "Aku lebih seneng ngebayangin unicorn yang dikelilingi banyak permen kapas dibandingkan harus memecahkan masalah." Ah, menciptakan ide terdengar lebih baik.
Ian yang mendengar balasan itu pun spontan melukis seulas senyum di bibirnya. Tania memang spesial, gadis itu selalu saja jujur tentang perasaannya. Tanpa sadar, tangannya terulur mengusap lembut kepala sang gadis. "Terus jadi gadis pemimpinya aku, ya. Kamu itu orang dengan sejuta ide cemerlang yang pernah aku kenal. Aku selalu percaya kalau suatu saat nanti ... kamu bakal sukses dengan cara kamu sendiri"
Terenyuh, layaknya sebuah doa, ucapan Ian tersebut sangat menyentuh di hati. Tania spontan menerbitkan senyuman tipis ketika sang kekasih memberikan dukungannya. "Bukan aku, tapi kita. Kita pasti bisa sukses dengan cara kita sendiri. Walaupun jalan yang kita tempuh berbeda, tapi tujuan kita, kan, tetep sama."
Cukup lama mereka saling bertukar pandang, sampai akhirnya pihak lelakilah yang lebih dahulu teringat akan sesuatu. "Eh, iya, aku belum selesai hafalin." Buru-buru, Ian membuka buku lain yang memuat materi serupa.
"Hem? Kamu nggak mau istirahat dulu? Dari tadi kamu udah hafalin banyak banget, loh. Jangan sampe pas ujian nanti kamu malah nge-blank," saran Tania ketika melihat raut jenuh Ian.
Mengembuskan napas lelah, Ian beralih mengusap wajahnya kasar. "Tapi, aku harus bisa kuasain semua materinya, Tan. Kalau nggak, aku bakal bikin malu nama keluarga lagi, persis kayak semester sebelumnya."
Senyum Tania mendadak pudar, tergantikan sepenuhnya oleh raut serius. Dari nada frustrasi Ian, gadis itu bisa menebak bahwa sang kekasih sedang terbebani. Tak banyak bertanya, Tania memilih menemaninya. "Ya, udah, ayo kita belajar sama-sama lagi. Sini, aku bantuin kamu." Lagi, Tania mengambil alih bukunya hingga tanpa sadar, perlakuan tersebut mampu membangkitkan semangat Ian.
Beberapa menit mereka habiskan untuk tanya-jawab. Tentu saja, Tania berperan sebagai penanya dengan Ian selaku penjawabnya. Aktivitas bertukar kalimat sedari tadi tak pernah putus, sampai akhirnya Tania yang terlebih dahulu sadar terkait batas waktu kehadiran peserta. "Ian, kayaknya udah waktu masuk, deh."
Ian spontan melihat barisan mahasiswa FEB yang mulai masuk ke gedung. "Oh, iya, ya, ampun! Ayo, Tan!"
Setengah berlari, keduanya lekas pergi menuju gedung FEB sambil berpegangan tangan, bahkan pada saat detik-detik terakhir tepat di depan ruangan ujian pun Tania masih sempat-sempatnya menanyai Ian. "Macam-macam risiko ada apa aja?"
"Murni cari cowok spek mental baja yang punya keterampilan khusus dan nggak bau amis. Oke, berarti risiko murni, spekulatif, fundamental, khusus, sama dinamis!" Tak disangka, Ian menjawab dengan tepat, cepat dan lancar.
"Bener!" puji Tania, lantas menutup buku di tangannya sebelum ia kembalikan lagi kepada sang pemilik.
"Ya, udah, aku masuk, ya," Ian tersenyum.
"Good luck, semangat!" Tania melambaikan tangannya.
Mau lewat jalan apa pun nggak masalah selama tujuannya sama🥰 karena cara belajar orang, tuh, pasti beda-beda
Jangan lupa vote dan komen, guys!❤️
Dipublikasikan : 29 Oktober 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...
🪐 56 • Manajemen Risiko 🪐
Mulai dari awal