Lagi pun mana ada ayah yang langsung menyerah kala mendengar perkataan dokter yang adalah manusia sama seperti mereka. Hey, dia hanya dokter bukan tuhan yang tau alur sebenarnya.
"Apa buktinya? Selama sebulan ini tak ada perubahan sama sekali tentang keadaannya, jadi pasti benar kalau dirinya tak akan selamat. Maka sebelum dirinya, Om yang akan menemui istri juga putri Om."
Om Veka melemparkan handphone, dompet, juga sebuah kunci. Esya mengernyit bingung kala tiga barang tersebut dilemparkan ke arahnya.
"Ambil itu, siapa tau kamu membutuhkannya. Sebelum Dery benar-benar menyerah, tolong jaga dia untuk saya." Ucap Om Veka dengan senyum sendu juga air mata yang mengalir darinya.
Dan yang terjadi selanjutnya adalah Esya berlari menuju Om Veka, tetapi sayangnya ia kurang cepat menggapai tubuh lelaki paruh baya tersebut.
BRUUK
Esya melihat dengan jelas ketika jatuhnya Om Veka dan tubuhnya bergetar kala melihat bagaimana darah mulai keluar dari tubuh yang jatuh tepat di pelataran depan rumah sakit. Orang-orang mulai berkumpul terutama para tenaga medis.
Sepertinya secara spontan beberapa dari orang-orang tersebut langsung melihat ke arah Esya yang masih terpaku dengan kejadian di depan matanya tadi.
Dan bisa kalian tebak, mereka berpikir bahwa gadis berusia 15 tahun itulah yang membunuh lelaki paruh baya dengan mendorongnya jatuh dari rooftop di senja hari ini.
Esya yang mulai sadar lalu berbalik dan dirinya terkejut kala seseorang berada di ambang pintu rooftop dengan pandangan tak percaya untuknya.
Seseorang tersebut melangkah tegas menuju ke arah Esya dan saat tepat di hadapan gadis tersebut, Esya berpikir bahwa ia akan dipeluk atau setidaknya di tenangkan.
Sayang, takdir memang suka sekali bermain dengannya.
PLAAK
Kepala Esya tertoleh ke kanan, dirasakannya perih menjalar di pipi kirinya yang mulai berurai bulir indah bernama air mata.
"Lo memang pembunuh. Dulu lo bunuh Bunda, selarang lo bunuh lelaki paruh baya yang gue gak tau asal usulnya."
Ucapan dingin tersebut menyadarkan Esya bahwa memang dunia ini tak berpihak padanya.
"K-kak gu-gue gak la-laku-"
"Gak usah bohong."
Dengan lelaki yang ia panggil Kak Ren memotong ucapannya sudah jelas bukan kalau dirinya tak dipercaya. Bahkan dirinya belum diberi kesempatan untuk memberi penjelasan tentang kesalah pahaman ini.
Yah, memang gak ada yang bisa dipercaya di dunia ini. Kenapa juga gue berharap?
Raut muka Esya yang semula teduh dengan air mata mengalir kini berubah menjadi datar meski air mata tersebut masih mengalir dari mata bermanik hazel yang kini memancarkan kehampaan.
"Perlu gue buktiin dengan gue lompat dari sini?" Ucapan Esya ini jelas menantang Ren yang berakhir menyulut emosi si lelaki.
"Gue tetap gak bakal percaya. Lo kan memang pembunuh. Pembunuh Bunda juga." Ucapan Ren untuk kesekian kalinya kembali menyakiti hati kecil Esya.
Namun, tanpa disadari Ren sendiri juga merasa perih di sudut hatinya kala ucapan tersebut keluar dari mulutnya sendiri.
"Ya memang itu yang kalian pikirkan sampai sekarang, kan?" Senyum remeh kini hadir di wajah Esya.
"Gue harap setelah gue pergi kalian bisa bahagia. Yah, itu sih dah pasti. Karena benalunya sudah hilang." Ucap Esya.
Gadis tersebut melangkah melewati Ren yang mematung dan mengambil tiga barang di lantai. Tak peduli lagi, kini yang Esya pikirkan adalah pergi dari semua ini.
Biarkan dirinya dibilang pengecut, sejatinya ia memang sudah kepalang lelah akan semua ini. Dengan tergesa pergi dari rooftop, berniat kabur dari rumah sakit.
Sedang Ren yang awalnya melihat lelaki paruh baya berdiri di batas rooftop sedang berargumen dengan seseorang, berniat untuk menghentikan hal yang mungkin saja terjadi.
Dan yang dilihatnya saat sampai di rooftop adalah seorang gadis yang ia hafal jelas tengah berdiri di batas rooftop menatap ke bawah, dan dapat Ren dengar ada keributan di sana.
Satu kesimpulan hadir begitu saja di benaknya. Tak mengindahkan sang adik yang memandangnya dengan sendu seakan meminta tolong.
Ren kini mematung dengan perkataan Esya yang menyerukan bahwa dirinya akan pergi. Rasa bersalah datang bergitu saja mengisi relung hatinya.
Tetapi Ren memilih mengelak dan mulai melangkah pergi dari rooftop mengabarkan tentang peristiwa ini pada sang ayah juga kedua adiknya.
Bahwa adik bungsunya yang bernama Nafesya Alexandria Andreaxa memanglah seorang pembunuh.
Tanpa tau bahwa gadis yang dirinya sebut pembunuh kini menangis deras bersamaan dengan hujan yang mengisi malam kelam.
TBC.
~♡~♡~♡~♡~♡~♡~♡~
Note :
Hailo! Sya up nih hehe, gimana ma cerita ini? Sya harap readers semua suka ya...Sorry for typo and another mistake, harap maklumi yaa
Jangan lupa buat tinggalin jejaknya dengan cara Vote juga Komen, oke?
❤❤❤ Buat yang udah baca dan tinggalin jejaknya, See U!
KAMU SEDANG MEMBACA
Esya {end}
RandomRenesya, gadis dengan senyum ramah walau takdir mempermainkannya dengan berbagai luka dihati. Bertransmigrasi ke tubuh tokoh favoritenya dengan takdir yang tak jauh beda, apakah ia sanggup menjalaninya? Kejanggalan mulai terjadi, alur novel pun beru...
BAB 30
Mulai dari awal