Tapi ia rela menutup florist lebih awal demi datang kesini. Setidaknya Jeno harus menyambutnya dengan baik, memberi secangkir kopi susu mungkin dan penampilan yang rapi. Bukannya malah mengenakan celana trening pendek, kaos oblong dan rambut acak-acakan.

"Bercanda Kate, aku kesini mau ajak kamu makan malam bareng. Kay yang minta undang kamu." Jeno cukup paham dengan perubahan raut gadis itu. Ia tidak bersungguh-sungguh menawarkan Katrine untuk menjadi sekertarisnya, tapi jika Katrine mau ia juga tidak akan menolak.

Dan seharusnya juga Jeno berkutat dengan banyaknya tumpukan kasus hari ini, ini bukan akhir pekan yang mana pekerjaannya pasti sangat banyak. Bukannya pulang lebih awal dan melakukan peregangan kecil untuk bertemu Katrine.

Bunyi dentingan antara telapak sendal dan dasar lantai memecah keheningan di antara mereka. Alih-alih menyapa terlebih dulu Kylee malah langsung berlari dan memeluk Katrine. Membuat perempuan itu terlonjak lantaran tubuhnya terdorong begitu kuat.

"Astaga Kay, aku tahu kamu kangen tapi gak gini juga." Katrine mengusap punggung anak itu pelan. Bibirnya terkekeh merasa lucu karena dipeluk begitu erat.

Merasa rindu yang ia bawa belum tuntas sepenuhnya anak itu tak melepas pelukannya. Semakin kencang mengalunkan tangannya di leher perempuan itu.

"Ihh kangen banget." 

"Okay, lepas dulu bisa Kay? Aku gak bisa napas." Baru Kylee mau melepas pelukannya.

"Aku udah mandi." Lapor Kylee dengan mulut manyun. Anak itu duduk di sebelah Katrine, memandangi wajah perempuan itu lalu mulai tersenyum lebar.

Jeno bisa saja melemparkan ledekan jika saja Katrine tidak memeluk balik putranya. Karena baru kali ini, Kylee mau tersenyum begitu tulus pada orang asing. Karena baru kali ini Kylee bertingkah menggelikan. Kepadanya saja Kylee tidak pernah manyun-manyun ini dengan perempuan asing yang bahkan baru ia kenal seminggu.

Dari itu Jeno sadar, Katrine memiliki tempat tersendiri di hati Kylee. Tempat yang bahkah bisa saja lebih luas dari pada tempat baginya. Kylee tak pernah tersenyum begitu indah di depannya. Meminta sesuatu pun Kylee lebih suka memarahinya ketimbang merengek lucu.

Jadi apa karena Katrine, Kylee memberi lampu hijau padanya? Memberi kode jika perempuan itu adalah tujuannya. Bukan perempuan lain, bukan perempuan centil yang sering mengganggunya sepulang sekolah. Tapi perempuan penjual bunga di jalan Jakarta.


****  


Bukan restoran mewah di tengah-tengah gedung menjulang. Dengan view indah city light kota yang jamuannya ada beberapa. Tapi hanya warung tenda di pinggir jalan yang jadi pilihan. Sejak turun dari mobil Katrine bisa mencium bau harum sambal, bumbu bakar dan suara renyah dari penggorengan.

Setelah memutari kota untuk mencari tempat makan yang cocok dan nyaman. Pilihan Kylee justru jatuh di tempat yang begitu umum. Tidak masalah, Katrine suka pecel ayam sayangnya tidak dengan Jeno dompet lelaki itu terlalu tebal untuk makan di warung tendaan.

"Yakin mau makan disini?" Ragu lelaki itu memberhentikan langkah Katrine dan putranya. 

"Iya, kamu nggak nyaman ya makan disini?" Tanya Katrine to the point. Sebab wajah lelaki itu penuh ketidak yakinan.

"Bukan gak nyaman, masa aku bawa kamu ke tempat ginian? Pindah aja yuk." Jeno bisa memberi lebih, ia tidak mau menjamu tamunya dengan makanan pinggir jalan.

"Gak apa-apa Jeno, aku sering makan di tempat kayak gini kok." Perempuan itu berbalik. Kembali menggandeng tangan Kylee dan berlalu mendahului Jeno.

Jeno tetap gamang, walau Katrine melangkah dengan yakin saat memasuki tempat itu. Pada akhirnya ia menyusul duduk di sebelah Kylee yang membuat anak itu berada di tengah. 

Tidak seramai yang Jeno pikirkan, hanya ada satu keluarga di ujung meja. Seorang ibu dan bapak yang sudah lumayan tua. Makan berdua dan begitu menikmati. Jeno tersenyum tipis melihatnya, dia ingin melakukan itu juga saat tua nanti.

Karena pelan-pelan Kylee akan tumbuh dewasa dan yang terisisa di samping kita hanyalah pasangan tapi Jeno tidak berharap lebih. Jika ia akan melajang sampai tua, mau tak mau ia akan menikmati makanannya sendirian.

Jeno merubah duduknya menjadi menyamping menatap lekat kedekatan Kylee dan Katrine. Mereka berdua sedang bercengkrama, membicarakan tentang penjual kembang gula di pujasera yang ingin Kylee datangi. 

Sesekali ia melihat Katrine mengusap kepala putranya tulus, menamparnya dengan ingatan jika ia tidak pernah melakukan itu. Senyum sumir lantas tercipta, ia benar-benar merasa kurang menjadi orang tua.

"Ayah pernah bilang aku harus mandiri walau masih muda, biar nanti gak suka bergantung sama orang lain, jadi aku nggak punya banyak temen karena aku bisa melakukan tugas apapun sendirian." 

Suara Kylee menyambar lamunannya ketika anak itu menatapnya tepat di bola mata. Jernih dan sendu menjadi satu. Tangannyatanpa diperntah terangkat untuk mengusap kepala putranya, persis sama seperti yang Katrine lakukan beberapa menit lalu.

"Ayah cuma nggak mau kamu kesusahan kalau harus sendirian."

"Supaya kamu terbiasa kalau hakikatnya manusia itu cuma punya diri sendiri Kay." Lanjut Jeno. Entah apa yang baru saja Katrine dan Kylee bahas yang Jeno sadar kalau ia harus ikut masuk ke dalam obrolan itu.

Terlahir sebagai anak tunggal tak membuat Katrine terkejut dengan kejujuran anak itu. Ia merasakannya juga tapi Katrine bersyukur ia mampu menjalani hari-harinya dengan baik walau sendirian. Tidak selalu buruk dan kesepian hanya saja tak semua orang menganggapnya sama.

"Sepi ya Kay?" Kylee mengangguk. 

"Kalau gitu kamu boleh main ke florist setiap hari. Temenin ante, ante juga kesepian sendirian disana."

"Boleh?" 

"Boleh Kay."

"Kalau Kay yang minta tolong ante buat temenin Kay di rumah. Apa boleh?"

Bukan cuma Katrine yang membeku Jeno juga sama. Dapat keberanian dari mana anak ini?

 Dapat keberanian dari mana anak ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hi Dad! || Lee Jeno [e-book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang