9. Interaksi

Mulai dari awal
                                    

"Bukan apa-apa. " Soonyoung menjeda ucapannya sebentar. "Aku hanya ingin mewakili seseorang untuk meminta maaf. Sekaligus ... aku ingin tahu, gadis seperti apa yang berani mencari masalah dengan Jihoon saat baru pertama kali bertemu?" ledeknya.

Eunsu memaksakan diri untuk tertawa demi menghargai godaan Soonyoung. Meskipun ... dia sendiri tidak bisa menganggap masalahnya dengan Jihoon adalah candaan. Setidaknya, dia juga tidak mau bermasalah dengan pria satu ini.

"Aku juga tidak bermaksud mengganggunya. Mungkin ini kesialanku saja," jelas Eunsu sambil menunduk lemas. Menunjukkan sikap seperti dia memang tidak mengharapkan masalah tersebut.

Soonyoung tertawa kencang. "Karenanya, kau jadi mengalami kesulitan. Aku sebagai temannya, mewakili Jihoon untuk meminta maaf." Dia menunduk seadanya karena berada diposisi duduk.

Eunsu jadi makin kikuk. "Bukan kau yang seharusnya minta maaf. Lagi pula, kau juga tidak salah."

Wajah Soonyoung tiba-tiba menjadi serius. Meski kasih terlihat tarikan pada chubby itu, tetapi rautnya terlihat lebih datar. Ekspresi tersebut mengundang perasaan tidak nyaman Eunsu.

"Walau aku tahu Jihoon yang harusnya meminta maaf, tapi kita juga tidak mungkin menyuruhnya melakukan itu. Kepribadiannya sangat buruk. Tapi, dia punya alasan, kenapa dirinya tidak mau memiliki hubungan yang baik dengan orang lain. Aku pun tidak bisa memaksanya untuk memperbaiki kepribadian itu. Karena keadaannya memang tidak memungkinkan itu."

"Waeyo?" Mulut Eunsu bertanya dengan sendirinya.

Soonyoung memperdalam tatapannya sembari tersenyum tipis. "Eunsu-ssi ...."

Jantung Eunsu mendadak komplikasi karena suara intens tersebut. Jari-jarinya yang bermain pun seketika diam.

"Menurutmu, jika kau menanyakan ini pada Jihoon, apakah dia akan memberitahukannya?" Dengan kaku, gadis itu menggelengkan kepala. Soonyoung pun lanjut berkata, "Kalau begitu, aku juga tidak punya hak untuk membuka kehidupannya kepada orang lain."

"Justru ... akan lebih baik jika kau tidak tahu sama sekali. Aku pun akan sangat bersyukur jika tidak mengetahui. Sayangnya, hal itu tidak bisa dilakukan selama otakku belum demensia," kata Soonyoung lagi.

Pria itu menghela napasnya dengan berat, membuat Eunsu jadi makin terus bertanya-tanya. "Maksudmu?"

"Aku yakin kau cukup pintar untuk mengerti maksud dari peringatanku ini." Soonyoung menghadap ke arah pintu di mana belum ada orang yang akan masuk. Di kelas ini, hanya ada mereka berdua yang berbincang dengan topik penuh ketegangan.

Jari telunjuk Soonyoung tiba-tiba bergerak seakan-akan menyuruh gadis itu untuk mendekatkan diri. Eunsu mengerti karena bahasa tubuh itu sering dia lihat dalam film-film kriminal. Oleh sebab itu, dia sedikit mendekatkan wajahnya meski meja masih membatasi mereka.

Soonyoung pun mendekatkan wajah dan mendadak mengubah cara bicaranya dengan berbisik. "Aku tidak bermaksud mengancam. Tapi, sekarang kau masih bisa menghindar. Jadi, aku berusaha memberimu peringatan untuk tidak bertanya-tanya ataupun mencari tahu tentang apa pun mengenai Jihoon. Ini demi kebaikanmu sendiri dari keadaan tidak menyenangkan."

"Boleh aku jujur?" Eunsu memberanikan diri untuk membuka suara.

Ketika Soonyoung mempersilakan, Eunsu tidak sungkan untuk mengutarakan isi pikirannya. "Dari awal, aku tidak berniat mencari tahu tentang apa pun. Aku juga bukan orang yang suka mengurusi urusan orang lain. Tapi, jika kalian seperti ini, orang lain akan makin penasaran tentang kalian. Setidaknya, bersikaplah biasa. Lalu, saat ada yang bertanya, bilang dengan jujur jika kalian tidak ingin memberitahukannya."

"Justru karena itu." Soonyoung menegakkan punggung. Ekspresi itu berubah menjadi ceria kembali. "Jujur dan berteman sangat tidak baik cocok untuk lingkungan kami."

Hear MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang