Mobil melaju ke arah yang diminta Renata, ia sudah tidak tahan, akhirnya memutuskan membahas dengan papanya.
Gedung perkantoran elit itu menjadi tempat papanya bekerja, mereka naik ke lantai sepuluh dengan menggunakan lift. Baju seragam SMA yang dikenakan Banu membuat dirinya dilirik heran oleh beberapa orang.
Saat pintu lift terbuka, mereka berhadapan dengan papanya yang sepertinya hendak pergi.
"Lho, kalian--"
"Pa, Renata mau bicara, sebentar aja, Pa. Please." Renata memohon, papa meminta rekannya untuk pergi duluan sementara ia mengajak kedua anaknya bicara di ruangan kosong yang biasa dijadikan ruang menerima tamu.
Renata berdebar, ia meremas kedua tangannya karena rasa takut. "Renata mau pindah jurusan, Pa, Rena nggak kuat masuk jurusan sipil, tolong izinin, Pa, Rena--"
"Nggak. Apa-apaan kamu. Ke sini cuma mau bilang ini? Buang-buang waktu Papa." Tak ada basa basi lagi. Papa beranjak, membuka pintu kaca besar itu dan berjalan meninggalkan anak-anaknya.
Renata menunduk, ia kembali diam menahan emosi juga rasa sedih yang begitu membebani hati. Banu hanya bisa menghela napas panjang sambil menyandar pada sandaran sofa. Sangat sulit membicarakan hal ini dengan orang tuanya. Ia paham bagaimana perasaan kakaknya.
***
Syabil baru sadar dari tindakan operasi sesar yang dijalani. Ia kini sudah menjadi seorang ibu dari anak kembar laki-laki. Karel menangis bahagia, perempuan yang menarik hatinya sejak masih kecil itu luar biasa kuat juga sabar menjalani masa-masa kehamilan yang di awal semester sangat lemah hingga beberapa kali di rawat di rumah sakit saat mereka masih di New Zealand.
Rea menggendong salah satu cucu kembarnya, disaat satunya lagi di gendong Bulan.
"Re... kita udah jadi Oma-oma," bisik Bulan yang masih sangat cantik, terawat, semampai, dan pebisnis wanita ulung yang tidak lupa dengan kewajibannya menjadi ibu dari tiga anak juga istri yang begitu dicintai David.
"Iya, gue bersyukur banget, Lan. Syabil sekarang jadi Ibu, lo tau sendiri gimana anak gue tumbuh dari hubungan orang tua yang berpisah sampai gue ketemu Panji dan ubah semua dengan kebaikan-kebaikan yang dia kasih." Rea menjadi terharu jika mengingat cerita dirinya dulu yang direndahkan mantan suaminya.
"Hai ..., mana cucu Opa." Panji berjalan ke dalam kamar rawat, Rea tertawa melihat suaminya membawa dua bungkusan kado ukuran besar diikuti David yang berjalan di belakangnya.
Panji meletakkan kado di atas meja, ia menghampiri Syabil lalu mencium lama kening putri sambungnya. Panji menangis bahagia, ia menjadi bagian Syabil tumbuh dengan banyak gejolak yang terjadi akibat perceraian Rea dan ayah kandungnya.
"Papa jangan cengeng, ih, malu sama cucu," celetuk Syabil sambil menghapus air mata Panji.
"Bukan cengeng, Bil, ngeledek aja bisanya. Papa cuma--" Tangis salah satu bayi membuat Panji menoleh cepat. Ia memeluk sejenak Karel sebagai ucapan selamat lalu menghampiri Rea. Panji menggendong bayi yang begitu tampan berkulit putih itu dengan begitu hati-hati.
"Bil, udah pilih nama?" David, kakak Panji bertanya, ia rencananya akan menghadiahi acara aqiqah untuk cucu kembarnya. David seorang pengusaha penerus Anggoro Corporations, bersama istrinya mengelola perusahaan keluarga besar mereka apalagi setelah kedua David dan Panji meninggal dua tahun lalu, otomatis David menjadi generasi ke tiga penerus nama perusahaan yang nanti akan diturunkan ke anak-anaknya juga.
Baru saja Syabil hendak menjawab, pintu terbuka lagi, muncul Gentala yang datang dengan wajah tanpa ekspresi, ia menghampiri Syabil, mencium kedua pipi kakaknya lalu duduk di sofa. Semua mata menatap ke Gentala dengan tatapan tak habis pikir dengan sikap pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir kopi dan cerita ✔
RomanceCerita bisa dimana saja, salah satunya saat kita menikmati secangkir kopi sambil berbicara dengan siapa pun yang ada di dekat kita. Bagaimana jika tanpa sengaja, cerita justru dijabarkan kepada seorang barista bernama Gentala, yang juga meneruskan...
Si kembar bikin berdebar
Mulai dari awal