Kemudian Lilith di atas pijakannya melongo tak percaya. Terheran-heran dengan apa yang dilihatnya. "Bagaimana bisa?"

Jeon memiringkan kepalanya guna menatap sisi wajah si kucing. "Lihatlah, dia anak yang baik."

Lilith menatap mata kucing itu, lantas berjaan mendekatinya dan mencoba mengelus bulu halusnya. Berpikir jika ia akan dapat sambutan ramah ternyata salah, respon si kucing kepadanya tidak sama seperti responnya kepada Jeon. Justru menggeram sebagai tanda ketidaksukaannya kepada sentuhan Lilith. "Okay-okay, aku tidak akan mengganggumu." Sang wanita mengangkat tangannya ke depan dada sambil melangkah mundur.

Momen itu cukup memberi kesan gemelitik pada dada Jeon. Suara kekehannya mengisi udara di sekitar mereka. "Kau hanya perlu menggunakan perasaanmu ketika menyentuhnya." Ia menarik sudut-sudut bibirnya ke atas. Kemudian mengangkat si kucing tinggi-tinggi ke udara. "Hey, Manis! Tidak boleh galak-galak kepada Noona cantik ini, ya. Nanti kau tidak dikasih makan olehnya," celetuk Jeon, ia melirik ke arah Lilith pada akhir kalimatnya dengan sebuah senyuman jahil.

Atmosfer di antara keduanya menghangat. Kecanggungan mulai lenyap digantikan suara riuh tawa dari Lilith. Mungkin semuanya memang butuh waktu, mereka akan semakin akrab jika terus bersama seperti ini. "Aku tidak sekeji itu pada kucing," ujar Lilith berupaya membela diri dari tuduhan lucu Jeon.

Sang pria memeluk si kucing kembali, lantas memikirkan hal yang lain. "Kalau pada pria bagaimana?"

"Maksudnya?"

"Seperti berselingkuh." Jeon melirik Lilith dengan sebuah senyuman elusif. Terkesan bercanda, tetapi tatapannya tidak mengartikan demikian.

Lilith mengendikkan bahunya. "Aku tidak keji pada siapa pun. Terlebih pada orang yang kusayangi." Ia membalas perkataan Jeon dengan pemikiran sederhana. Memang ia tidak cukup peka untuk merespons seperti yang Jeon pikirkan.

Maka sang pria pun menghela napas panjang. "Kekasihmu akan senang mendengarnya."

Tepat setelah itu, keduanya membersihkan gudang bersama. Mereka berniat menjadikan ruangan kosong itu sebagai ruangan khusus kucing yang belum diberi namanya itu. Namun sebelum itu Lilith sempat menyuruh Jeon untuk memakai pakaiannya agar pandangannya tetap fokus pada pekerjaannya, bukan pada yang lain.

Usai benar-benar bersih, mereka mulai memasukkan keperluan si kucing satu per satu, dimulai dari lemari kecil untuk menyimpan makanan kucing. Kemudian berlanjut menata isinya hingga penuh.

"Bukankah lebih baik jika kandangnya diletakkan di sudut ruangan? Bagian sini bisa diisi untuk mainannya." Jeon berucap ketika Lilith meletakkan kandang berukuran lumayan besar di sisi kiri ruangan.

Mendengar perkataan Jeon, Lilith mengedarkan pandangannya sejenak. Kemudian menilai aspek tata letak yang baik sebelum akhirnya menjawab, "Kau benar." Lilith menerima saran Jeon, selanjutnya ia mendorong kandang beroda itu ke sudut ruangan dibantu oleh sang pria. Di detik yang sama, ia mendapati peluh menetes dari dahi pria itu, terlihat kelelahan mengingat Jeon belum beristirahat usai workout tadi pagi.

"Apa kau benar-benar tidak keberatan jika aku memelihara kucing?" Lilith bertanya, tak ingin Jeon menerima kehadiran kucing putihnya dengan berat hati.

Jeon mengunci tatapan mereka, cukup membuatnya menarik sudut-sudut bibir ke atas membentuk senyuman. "Tentu tidak, aku juga menyukai kucing, Noona. Bahkan manusia yang mirip kucing sekalipun," katanya.

Lilith tertawa kecil. Kemudian memiringkan kepalanya. "Siluman?"

"Bisa jadi."

Selanjutnya, suara tawa mereka mengisi lenggang sunyi pada atmosfer yang mulai menghangat. Kecanggungan yang mulai melenyap menghadirkan tawa dan canda pada dua insan yang belum lama mengenal. Barangkali ini adalah tentang waktu, sebab siapa sangka jika pria yang ditemui Lilith di toko hewan bisa menjadi sehangat dan semanis ini setelah tinggal bersama.

Want to See My Cat?Where stories live. Discover now