Acara Penutupan

Mulai dari awal
                                    

Sampai di SMA Cakra Buana. Nala langsung turun disambut anak osis yang memakai name tag panitia di dada kirinya.

"Kak Nala? Kelas 12 IPA 2?" tanya siswi yang duduk di belakang meja piket.

Nala mengangguk sebagai jawaban. Setelah menandatangani absensi kehadiran yang disodorkan oleh siswi tadi, Nala langsung melangkahkan kakinya menuju aula sekolah di mana acara diadakan.

"NALARA AGNESMONICA!!"

Helaan nafas Nala langsung terdengar. Belum juga Nala melangkah masuk ke dalam aula, laki-laki sinting sudah lebih dulu memanggilnya.

"Agnessia!" koreksi Nala saat Septian sudah berdiri di sampingnya.

"Tapi buat gue Agnesmonica, kan lo multitalenta kayak dia," kekeh Septian.

Nala tak menghiraukan itu, ia kembali melangkah masuk ke dalam aula tanpa menunggu atau mengajak Septian.

"Tungguin dong, udah jadi tunangan juga masi ajaa cuek," decak Septian yang dengan entengnya langsung menggandeng tangan Nala.

"Tunangan mulut lo berbusa." Gadis itu melapaskan tangannya dari Septian, lalu segera berlari ke arah Dewi yang baru saja melambaikan tangan pada Nala.

Sudah lah, Nala sedang tak mood mendengarkan omong kosong Septian. Kehilangan Ardana dan moment terakhir mereka melakukan panggilan video tidak bisa hilang dari kepala Nala. Gadis itu benar-benar butuh penjelasan dari Ardana. Se segara mungkin agar kepalanya tak lagi berisik.

"Lo ke sini sama siapa, La?" tanya Farel yang berdiri di depan Dewi, saat ini laki-laki itu tengah membenarkan arloji di tangannya.

"Gojek."

"Lah, gue kira sama si Asep," celetuk Dewi.

Septian yang baru bergabung langsung tersenyum bangga. "Kenapa nyebut nama gue? Terpesona?"

Dewi langsung berlagak muntah mendengar ucapan Septian yang terlampau percaya diri.

"Wah Dew, lo bunting sama siapa?" tanya Septian berlagak panik.

Setelah itu satu tempelengan berhasil mendarat di kepala Septian. Pelakunya jelas Dewi. Enak saja Septian mengatainya bunting.

"Kenapa muka lo kusut banget, La?" tanya Farel saat menyadari raut wajah Nala tidak seperti biasanya.

"Nggak pa--"

"Bohong! Pasti gara-gara si kegatelan itu, kan?" Septian memotong jawaban Nala.

"Si kegatelan?" tanya Milla yang ntah sejak kapan berdiri di samping Farel.

"Iya, selingkuhan Nala." Septian menghela nafas. "Cowo kayak gitu tuh emang nggak worth it buat dimiliki, La! Lagian juga lo udah punya tunangan kayak gue masi aja berharap ke virtual!"

"Tunangan mulut lo kudu dikaput!" kesal Nala. "Lagian lo sotoy banget sih! Tau apa lo tentang dia?"

Farel, Dewi dan Milla saling lirik saat suara Nala mulai meninggi. "Prahara rumah tangga season sekian," ujar Farel sambil mengangkat kedua tangannya.

"Gue nggak tau tentang dia, tapi gue tau tentang lo," jawab Septian enteng. "Lo tunangan gue!"

Nala merotasikan matanya malas. "Tunangan macam apa yang kejadiannya cuma di mimpi?" sentak Nala. "Bangun Sep, gue hidup di dunia nyata. Bukan mimpi lo! Stop bawa-bawa gue!" Setelah itu Nala pergi dari sana, ia keluar dari gedung aula menuju ke mana pun kakinya mau.

"Udah Sep, jangan dilanjutin, kayaknya Nala lagi sensitif!" Farel menepuk bahu Septian saat laki-laki itu hendak mengejar Nala.

Septian mengangguk, setelah itu ia bergabung ke gerombolan Juanda di mana 4 laki-laki sedang tertawa asik di sana. Kaki mereka mengetuk-ngetuk lantai seirama dengan beat musik yang mengalun.

"Acaranya bentar lagi di mulai, gue minta lo jagain anak kelas biar nggak kepisah-pisah," pesan Farel pada Dewi dan Milla. Kedua gadis itu mengangguk.

Setelah itu Farel keluar dari aula, ia hendak mengejar Nala. Sepertinya tidak salah jika ia mengajak gadis itu mengobrol untuk beberapa saat agar dia tidak terlalu emosional.

"Liat Nala?" tanya Farel pada anak osis yang hendak masuk ke dalam aula.

"Ke kantin, Ka."

Farel mengangguk, setelah itu ia menyusul Nala ke tempat yang anak osis tadi informasikan.

Malam ini kantin memang buka, tidak semua stand makanan, hanya beberapa saja. Tapi penghuninya lumayan ramai. Salah satunya Nala, gadis berambut penden yang kini duduk di meja dekat jendela dengan kepala tertunduk membuat wajahnya tertutup rambut.

"Laa," panggil Farel sambil menyentuh pelan pundak gadis itu.

Nala mengangkat kepalanya, ia menatap Farel dan mengisyaratkan agar laki-laki itu duduk.

"Ada masalah?" tanya Farel setelah duduk nyaman di samping Nala.

"Menurut lo, cowo virtual pantes diperjuangin nggak?"

Dari sekian banyak pertanyaan yang menumpuk di kepala Nala, ntah kenapa justru itu yang keluar dari mulutnya.

Farel menghela nafas. Sepertinya ucapan Septian tadi tidak sepenuhnya salah.

"Dia ngelakuin apa ke lo?"

"Kemarin malem ada suara cewe di rumah dia, abis itu dia matiin telpon. Dan sampe sekarang semua sosmednya nggak aktif," curhat Nala membuat Farel mengangguk-anggukan kepalanya.

"Tunggu dulu penjelasan dari dia, La. Jangan langsung nyimpulin semua cabang di otak lo." Farel memperbaiki posisinya. "Setelah denger penjelasan dari dia, lo bakal tau kalo laki-laki virtual lo itu pantes diperjuangin atau nggak."

"Gue takut kalo Ardana sebenernya udah punya pacar, Rel."

"Itu cuma ketakutan lo, kan? Buktinya belum jelas, kan?"

Nala mengangguk. Memang benar apa yang Farel katakan. Bukti kalau suara cewe yang ia dengar tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa cewe itu adalah pacar Ardana.

Farel berdeham. "Kalo emang cowo itu udah punya pacar, kalo emang ketakutan lo jadi kenyataan. Seenggaknya pas sakit nanti lo nggak berharap dia putus dan berbalik ke lo, La."

"Gue belum siap kalo seandainya Ardana beneran punya pacar."

"Makanya, jatuh cinta aja sepenuhnya La. Kasih aja sayang lo ke dia sepenuhnya. Biar nanti lo bener-bener ngerasain sakitnya dan nggak berharap dia balik. Lo bisa lebih kuat dan lebih baik lagi nantinya."

"Sehari kehilangan dia aja gue rasanya berantakan banget."

"Wajar, baru sehari. Butuh proses, La!" Farel menepuk-nepuk bahu Nala.

"Thanks Rel," ucap Nala lalu membenarkan tatanan rambutnya dan tersenyum ke arah Farel. Senyum yang sebenarnya untuk menguatkan dirinya sendiri.

"Sekrang mending kita masuk lagi ke aula, kiat happy-happy di sana," ajak Farel yang kini telah beranjak dari duduknya.

Nala berdecak. "Sebenernya males banget gue ketemu si Asep! Mana sekarang pake ngaku-ngaku tunangan lagi."

"Tunangan cuma di mimpi dia, lagian lo sama dia nggak pake cincin, ah," kekeh Farel.

Senyuman Nala mengembang. "Iya juga, ya. Kann gue sama dia nggak pake cincin."

Tangan Farel terangkat untuk mengacak rambut Nala. "Lain kali otaknya dipake buat mikir yang realistis, jangan mikirin soal UTBK sama Ardana mulu."

Dan pada akhirnya mereka berdua kembali bergabung ke aula. Mengikuti rangkaian acara penutupan lomba-lomba, menghiraukan gombalan dan keributan kecil yang dibuat Septian, dan merayakan kemenangan kelas mereka yang kembali meraih juara umum di tahun ini. Tahun terakhir mereka mengikuti semua keseruan penyambutan ketua osis baru. Karena tahu  depan? Mereka telah berpisah dan melangkah di jalur masing-masing.

□♧♧♧□

Thanks a lot buat kalian yang udah baca. Hope you like it. Kalo suka boleh ss dan share ke temen kalin atau share di ig, jangan lupa tag @z_naaaaaaaa

VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang