Kaka Rayn (2)

Mulai dari awal
                                    

Leo pun mengambil dan membuka nya, isinya adalah kalung berwarna emas dengan liontin berwarna ungu berbentuk hati serta surat di dalamnya. Ia pun membuka surat tersebut dan mulai membacanya.

Hai bro. Gak tau sempat ngabarin tentang ini apa enggak. Yang jelas ini hal yang kamu pinginin dari lama. Kalo bisa di rekap nih ya, otakku file dua bulan terakhir isinya tentang Aura Aura Aura dan Aura. Pas itu kan kamu bilang mau kasih hadiah pas hari lahirnya dia, tapi bingung mau kasih apa. 

Sebagai sahabat yang baik, aku ada sesuatu. Liontin batu permata berwarna ungu. Menurutku bagus dan cantik si. Kayanya Aura juga bakal suka. Sukses ya moga dia terima dan bisa bales perasaan sahabat gue ini.

                                                                                                            - Rayn, Sahabat Paling Pengertian -

"Cih, napa gak lo sampein sendiri sih. Mana pake surat-suratan gini. Gak lucu." Monolognya pelan tapi Zea dapat mendengarnya. 

Zea menoleh.

"Liontin ya.. Buat kak Aura." Tebaknya sambil tersenyum.

"Hm iya." Jawab Leo sambil memandangi lionting tersebut. 

"Dikasih buruan, sebelum keduluan yang lain. Kak Aura tuh cantik, banyak yang naksir."

"Oiya?"

"Heem."

"Tunggu, kok kamu tau tentang Aura?" Tanya Leo heran.

"Kaka Rayn cerita." Jawab Zea yang berjalan mendekati Leo.

"Thanks ya Ze. Thanks Rayn, coba lo ada disini sekarang, gue-" ucapan tersebut terhenti karena Leo menunduk.

Zea yang melihat hal itu pun terkejut.

"Eh kak, gapapa?" Ucapnya sembari menenangkan Leo.

"Dia baik banget jadi sahabat Ze. Kak Leo belum bales apa-apa. Gimana cara bales kebaikannya?" Jawabnya yang ternyata telah meneteskan air matanya. 

"Ssshhhh, it's okay kak. Kak Leo jangan nyesel kaya gini dong, nanti Kaka Rayn sedih. Kaka Rayn sayang banget sama kaka sampe mau bela-belain ambil batu permata itu terus dibuat jadi kalung." 

Zea mengelus punggung Leo agar ia lebih tenang. 

"Yaudah itu dibawa kaka aja. Sekarang kita balik ke kamar buat tidur, udah larut juga."

"Aku tidur sini boleh?"

"Yakin?"

"Heem."

"Oke, kalo gitu Zea balik ya.. Daa kak, selamat malem."

"Da.. met malem juga Ze.."

Sepeninggal Zea, yang Leo lakukan hanya lah berlutut di lantai beralaskan kayu dan menangis sejadi-jadinya. 

"Gue tuh siapa si Rayn? Cuman sahabat lo, tapi kenapa lo sebaik ini! Gue belum bales kebaikan lo satu pun tapi lo udah keburu pergi." Monolognya keras.

"Ini lagi, liontin. Ngapain pake acara disimpen di dalem amplop pake surat-surat segala. Katanya sahabat yang baik, kok gak langsung kasih aja?! Hah?! Gue maunya lo balik sini, lo yang kasihin ini secara langsung!"

Setelah nya hanya air mata yang keluar.

Di luar pintu, Zea mendengar semua kalimat tersebut keluar dari mulut sahabat terdekat kaka nya.

Bukannya ke kamar, Zea malah pergi keluar untuk berjalan di taman belakang.

"Hm, kita berdua adalah orang yang pura-pura kuat dan masang topeng palsu biar bisa ketawa dan bahagia di hadapan orang lain. Padahal nyatanya kita masih sama-sama rapuh." Monolognya sambil berjalan di taman.

"Hehe kocak." Tambahnya sebelum duduk di kursi yang memang telah disediakan di sana.

"Hey, Ze. Udah malem. Ngapain di luar?!" Tanya Rey yang kebetulan melewati taman belakang.

"Gapapa." Jawabnya tanpa menoleh.

"Nggak, mesti ada apa-apa. Kenapa?" Tanya nya ketika berdiri se samping Zea yang sedang duduk.

"Aku buka kamar Kaka Rayn."

"For what?"

"Gapapa, kangen aja. Lagian juga sekalian mumpung ada Kak Leo."

"Mau nangis?"

"Gausa bikin aku tambah nangis deh Rey." Jawabnya perlahan karena ia mati-matian menahan agar air matanya tidak keluar.

"Maaf maaf. Aku panggilin Lala ya, biar kamu ada temennya. Siapa tau mau cerita-cerita."

"Kamu aja duduk sini."

Rey pun menuruti perintah sang putri.

"Kak Leo ternyata mau tidur di kamar Kaka Rayn. Pas aku keluar, nutup pintu. Kak Leo nangis sejadi-jadinya. Baru pertama kali aku liat Kak Leo nangis banget kaya tadi. Gak tega." Jelasnya dengan air mata yang lolos membasahi pipi.

"Memang berat Ze, gak mudah."

"Kak Leo yang selama ini aku liat itu sebenernya orang lain berati."

"Saat Pangeran Rayn ditanyakan meninggal, Pangeran Leo juga mengurung diri seperti mu. Walaupun tidak selama kamu, Ze."

Zea menunduk.

"Balikin Kaka bentar aja. Apa gak bisa?" Ucapnya bergetar sambil menutup muka nya karena ia mulai menangis.

"Aku paling gak suka nangis depan orang. Tapi yang sekarang bingung mau cerita ke siapa." Lanjutnya.

"Iya gapapa Putri, nangis aja. Luapin semua emosi nya. Aku gak akan liat."

Rey kemudian mengubah posisi nya menjadi membelakangi Zea.

"Gapapa Rey, gausa segitu nya. Aku mau balik kamar aja." Ucapnya seraya menguatkan diri.

"Baik, mari aku antar."

"Thanks Rey." Ucap Zea ketika berada di depan kamar nya.

"My pleasure, Princess."

Zea tersenyum lalu masuk dan menutup pintu.

"Zea yang dulu sama yang sekarang beda banget. Dulu banyak ketawa nya sekarang lebih sering diem, mikir." Batin Rey ketika melihat pintu kamar Zea tertutup.

Sementara itu di kamar, Zea merebahnya dirinya di kasur dengan mata yang kembali meneteskan air mata. 

"Kak.. Kangen..." Lirihnya.

"Semuanya masih sama. Kamu gak mau berantakin kamar kayak dulu? Kamu gak mau kita ngobrol tentang buku pas malem sebelum tidur? Hm?" Monolognya. 

"Nobody can take your place, kak. Even Kak Leo sekalipun." Katanya lalu menenggelamkan wajah pada boneka teddy bear  yang diberikan Rayn pada waktu Zea berulang tahun. 

Tanpa sadar, semua perkataan itu didengar jelas oleh Rey yang masih berdiri di depan pintu bercat putih dengan Huruf Z di bagian tengah nya.

That DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang