"Oh, iya, Kak! Semua barang sama alat musik sudah aku cek, alat musik masih bagus. Jadi, pengadaan barang tahun ini gak perlu diajukan lagi." jelas Laura sembari membolak-balik kertas di tangannya.

"Good, kerja bagus. Kamu bisa pulang, makasi, ya." Laura mengangguk, lalu dia membereskan dokumen di meja Riko dan pamit pulang. Laura menghela napas lega, dia melihat ke jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Masih lama ...." gumam Laura. Benar, ini adalah hari ketiga yang dikatakan Rafa, hari di mana dia harus pergi ke restoran tempat biasa mereka menghabiskan makan malam bersama.

"LAURAAAAA!!!"

Laura menoleh mendengar teriakan yang menyerukan namanya, terlihat dari kejauhan Amanda, Rasti dan Allan berjalan menghampirinya. Laura menyunggingkan senyum tipis, "Ntar jatuh, Man."

Begitu berada di hadapan Laura, Amanda hanya menampilkan cengiran khasnya. "Kalian masih ada kelas?" tanya Laura membuat ketiganya menggeleng serentak. Gadis itu mengangguk paham, mereka berjalan bersama.

"Tadi lo kenapa dipanggil sama Kak Lani?" tanya Amanda penasaran.

"Cuman meriksa persediaan barang sama alat musik aja, gimana tadi kelasnya? Dapat tugas lagi?" tanya Laura dengan nada bercanda.

"Pasti, dosen kesayangan lo tuh. Heran banget," gerutu Rasti membuat Laura terkekeh. Allan diam-diam mencuri pandang ke arah Laura, belakangan ini Laura terlihat membatasi diri dengan Allan membuatnya merasa bingung apakah dia ada melakukan kesalahan tanpa sengaja padanya.

Chat-nya kemarin pun hanya dijawab singkat, walau pun Allan membahas tentang Tehi dan Rara. Begitu mereka sampai di pintu masuk kampus, Laura menghentikan langkahnya dan menoleh, "Ges, gue duluan, ya."

"Oke, hati-hati, Ra!" seru Amanda melambaikan tangannya.

"Jangan keluyuran, Ra." imbuh Rasti dengan nada bergurau. Laura tertawa, sejenak kedua matanya berkontak dengan Allan. Namun dengan segera dia memutuskannya dan berlalu pergi, itu adalah usaha Laura membatasi dirinya.

• l a r a •

Laura berbaring di kasurnya sembari menatap jam dinding kamarnya, sekarang masih jam lima sore, sedangkan waktu janjinya adalah jam sembilan malam. "Kok lama banget, sih? Apa aku tanya Rafa aja kali, ya?" gumam Laura.

Dia bangkit dari posisinya dan mengambil ponselnya di atas nakas.

Rafaaa🤍

Rafaaaaa|

Ini waktu janjiannya gak bisa dipercepat?|

Lama kalo nunggu jam 9 malam, aku penasaran ....|

Laura menatap pesannya yang terkirim, tetapi hanya centang satu. Rafa offline, Laura kembali meletakkan ponselnya. "Masih belum bangun ...." gumam Laura kembali menatap jam dindingnya.

"Tapi kalo jamnya diliatin terus bakal lama, deh. Mending ngerjain tugas!" seru Laura bersemangat. Dia berjalan ke meja belajarnya dan membuka bukunya satu per satu, tanpa disadarinya dua jam berlalu.

Laura merenggangkan tangannya, dia melirik ke arah jam wekernya yang menunjukkan jam tujuh malam. Laura melompat dari kursi dan buru-buru mengambil ponselnya, berharap Rafa sudah membalas pesannya.

Tapi nihil, Rafa tidak menandakan telah online.

"Aku pergi sekarang aja biar cepat tahu ...." monolog Laura menyunggingkan senyum lebar di bibirnya, buru-buru dia mengganti pakaiannya dan bersiap-siap untuk pergi.

2. I&U : Lara [END]Where stories live. Discover now